Startup Lokal Juara dari Startup Global, Fakta atau Dusta?

Perusahaan rintisan lokal yang banyak menerima pendanaan dari investor asing tidak bisa disebut sebagai perusahaan lokal. Perusahaan rintisan tersebut membawa visi misi investor asing dan dana yang dikelola, juga akan lari ke luar negeri. 

Leo Dwi Jatmiko

12 Okt 2021 - 17.59
A-
A+
Startup Lokal Juara dari Startup Global, Fakta atau Dusta?

Ilustrasi startup lokal/Istimewa

Bisnis, JAKARTA —  Klaim kemenangan persaingan perusahaan rintisan lokal terhadap startup global di pasar Indonesia beberapa tahun lalu dinilai sebagai pencapaian semu. Banjir pendanaan asing yang diterima para perintis lokal menandakan mereka bergantung pada asing. 

Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (IDIEC) M. Tesar Sandikapura mengatakan pengertian perusahaan rintisan (startup) lokal tidak cukup sebatas perusahaan tersebut dibangun di Indonesia. 

Perlu ditelusuri juga pendanaan yang berada di perusahaan rintisan lokal tersebut. 

Dia berpendapat perusahaan rintisan lokal yang banyak menerima pendanaan dari investor asing tidak bisa disebut sebagai perusahaan lokal. Perusahaan rintisan tersebut membawa visi misi investor asing dan dana yang dikelola, juga akan lari ke luar negeri. 

“Kalau asal dibangun di Indonesia masuk kategori startup lokal, semua investor asing akan senang dan mengumpat di balik mereka,” kata Tesar, Selasa (12/10/2021). 

Tesar berpendapat seharusnya perusahaan rintisan lokal adalah entitas yang mayoritas kepemilikannya adalah pemodal lokal. Begitu pun dengan jajaran direksi, harus dikuasai oleh sumber daya dalam negeri. 

“Pendanaan tidak apa selama dia tidak menjadi pemilik. Persoalannya, saat ini mereka menjadi pemilik,” kata Tesar. 

Tesar mencontohkan kepemilikan di dalam PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (AKAB). Dominasi asing di perusahaan unikorn tersebut, kata Tesar, sangat kental. 

Sekadar informasi, berdasarkan data kepemilikan saham AKAB pada Mei 2021, BUMN asal SIngapura Temasek Holdings menguasai 9,02% saham AKAB.

Google menguasai 7,73%, KKR Go Investment menguasai 5,41%, Taobao China menguasai 4,12% London Residential menguasai 4,08%, Tencent menguasai 3,72% dan Golden Signal Limited 3,69%.

“Seharusnya OJK melihat hal itu, bahwa kepemilikan saham asing di perusahaan rintisan tidak boleh lebih dari berapa persen, perbankan ada seperti itu,” kata Tesar. 

Sebelumnya, Direktur Digital Business Telkom Muhammad Fajrin Rasyid mengatakan perusahaan rintisan lokal adalah juara di pasar domestik. Dalam beberapa kasus, mereka mampu ‘memukul’ pemain asing kembali ke negara asalnya. 

“Seperti Gojek yang menjadi leader dan memaksa Uber tidak lagi beroperasi di Indonesia. Kemudian, Tokopedia, Bukalapak, dan lain sebagainya yang memaksa Rakuten untuk berhenti beroperasi,” kata Fajrin dalam seminar daring bertajuk Keberadaan Nilai Kearifan Lokal dalam Pusaran Digital beberapa waktu lalu.  

Selain itu, sambungnya, layanan pesan antar makanan GoFood dan GrabFood juga berhasil memaksa Foodpanda berhenti beroperasi di Indonesia.  

Dia mengatakan salah satu kunci perusahaan dalam negeri dapat bersaing dengan pemain global adalah kearifan lokal yang dimiliki oleh perusahaan rintisan dalam negeri. 

Perusahaan dalam negeri terus berupaya memahami kondisi pasar domestik dengan lebih baik lagi.  

“Saya ingat ketika Gojek pertama kali ada, itu langsung menggunakan sistem pembayaran cash dan Uber saat awal sekali beroperasi di indonesia tidak memiliki itu, harus menggunakan kartu kredit” kata Fajrin.  

Dia mengatakan ekonomi digital Indonesia belum mencapai puncak. Hingga 2025, ekonomi digital Indonesia diproyeksikan masih akan tumbuh tiga kali lipat dibandingkan dengan 2020 menjadi Rp1.760 triliun. 

PETA PERSAINGAN

Di sisi lain, peta persaingan antara perusahaan rintisan global dan lokal diperkirakan bakal mengendur pada masa depan. Pandemi Covid-19 memaksa mereka untuk saling berkolaborasi agar bisa bertahan, bukan bersaing.  

Koordinator Pusat Inovasi dan Inkubator Bisnis Universitas Negeri Jakarta Dianta Sebayang memprediksi  pada tahun depan peta persaingan lokal dan global akan mengarah pada kerja sama yang saling menguntungkan. 

Pandemi telah membuat bisnis perusahaan rintisan—baik lokal maupun global—tertekan. Solusinya adalah bekerja sama agar tetap meraup manfaat di pasar Indonesia.  

“Karena dampak pandemi adalah para pemain startup lebih kepada kolaborasi daripada kompetisi yang ketat,” kata Dianta. 

Dia mengatakan dari sisi pemahaman pasar, perusahaan rintisan dalam negeri memiliki keunggulan sehingga dapat mendorong produk lebih cepat dan lebih dalam ke pasar, dibandingkan dengan perusahaan global.  

Hanya saja, dari sisi permodalan, perusahaan rintisan lokal tidak berkutik. Mereka kesulitan memperoleh dukungan pendanaan dari investor lokal sehingga butuh dukungan pemain global. 

“Untuk mempertahankan pangsa pasar membutuhkan modal yang kuat,” kata Dianta. 

Dianta juga memperkirakan kolaborasi akan terjadi di seluruh sektor, dengan tiga sektor teratas yang akan terjalin kolaborasi yaitu sektor pendidikan, finansial teknologi, dan kesehatan. 

Managing Partner Ideosource VC & Gayo Capital Edward Ismawan Wihardja menambahkan rekrutmen sumber daya manusia (SDM) lokal dan akuisisi perusahaan menjadi jalan yang biasa ditempuh pemain global untuk masuk lebih dalam ke pasar dalam negeri. 

Strategi tersebut membuat mereka lebih cepat dalam memasarkan produk karena melibatkan orang yang paham pasar di suatu negara. 

Dengan cara tersebut, perusahaan rintisan global dapat bersaing dengan perusahaan rintisan lokal, meski pemain lokal merupakan tuan rumah di negara tersebut. 

Dia mengatakan, untuk melihat persaingan perusahaan rintisan lokal dengan perusahaan rintisan regional serta global, diperlukan analisis terhadap pergerakan dari perusahaan rintisan global.

Meski perusahaan rintisan lokal memang mengetahui kondisi pasar dan budaya di dalam negeri, bukan sesuatu yang istimewa. 

Pemain regional dan global, kata Edward, mengantisipasi kondisi tersebut dengan merekrut orang lokal sebagai jajaran direksi hingga mengakuisisi perusahaan rintisan lokal untuk masuk ke pasar Indonesia. 

Langkah tersebut dapat mempercepat penetrasi produk mereka di pasar baru yang akan dituju. 

“Karena kalau bisnis model luar langsung diterapkan di Indonesia kemungkinan akan gagal, akibat tidak mengerti medan dan budaya di Indonesia,” kata Edward.

Begitupun dengan perusahaan rintisan lokal yang ingin ekspansi ke luar negeri, pada umumnya akan bekerja sama dengan perusahaan lokal di negara yang akan dituju atau merekrut SDM di sana agar layanan mereka dapat berkembang dengan cepat. 

Sebagai gambaran, Carro, unikorn otomotif regional di Asia Tenggara, memiliki direksi sebanyak tiga orang dengan latar belakang negara yang berbeda-beda yaitu Thailand, Indonesia, dan Singapura. 

Edward mengatakan ketiga negara tersebut merupakan pasar otomotif  di Asia Tenggara. “Rata-rata mereka memang masuk ke pasar tiga itu, jadi kita bicara strategi juga,” tuturnya. 

Sementara itu, lanjut Edward, startup global seperti Alibaba  untuk masuk ke pasar Indonesia lebih memilih untuk berinvestasi alih-alih harus membangun lagi sejak awal. Cara itu merupakan yang tercepat bagi mereka untuk tumbuh. 

“Misal Alibaba beli Lazada yang saat itu sudah menjadi pesaing dari Tokopedia, Lazada juga sudah hadir di 5 negara sehingga Lazada nampak menarik bagi Alibaba. Alibaba bisa klaim bahwa mereka sudah masuk ke pasar Asia Tenggara,” kata Edward. 

KERJA SAMA

Dari sisi pelaku startup,Tokopedia memilih untuk memperkuat kerja sama dengan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal untuk memperkuat posisi mereka dalam bersaing dengan para pemain global. 

External Communications Senior Lead Tokopedia Ekhel Chandra Wijaya mengatakan kompetisi akan melahirkan inovasi terbaik yang bisa mempermudah kehidupan masyarakat. 

Di sisi lain, Tokopedia akan terus berfokus untuk go local lewat kolaborasi bersama berbagai mitra strategis, mulai dari UMKM lokal, pemerintah daerah hingga mitra strategis lainnya, untuk terus mengedepankan inisiatif Hyperlocal.

Inisiatif ini memungkinkan masyarakat menemukan berbagai produk kebutuhan dengan mudah hingga menciptakan peluang usaha, termasuk di tengah pandemi,” kata Chandra kepada Bisnis, Senin (11/10/2021). 

Chandra menambahkan berbagai contoh praktik inisiatif ini antara lain kampanye Kumpulan Toko Pilihan (KTP) Tokopedia Nyam, Festival Fashion Lokal, lain sebagainya.

Melalui kampanye-kampanye tersebut, kata Chandara, masyarakat bisa mendapatkan produk kebutuhan sehari-hari, mulai dari sembako, makanan dan minuman hingga fesyen dari penjual terdekat sehingga belanja bisa lebih efisien. 

“UMKM lokal di daerah pun punya kesempatan bertumbuh,” kata Chandra. 

Di samping itu, digitalisasi pasar tradisional juga menjadi salah satu turunan dari inisiatif Hyperlocal Tokopedia. Berkat kerja sama dengan Kemendag dan pemda setempat, sejumlah pasar di berbagai daerah kini mengadopsi kanal digital untuk mempertahankan bisnis. 

“Tidak ada target angka yang kami sampaikan.  Kami berharap inisiatif Hyperlocal ini dapat mendorong produk UMKM lokal menjadi pilihan utama,” kata Chandra. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.