Startup Tekfin Merah Putih Makin Bernas di Asean

Vietnam dipandang sebagai pasar seksi bagi ekspansi bisnis startup tekfin nasional ke depan. Sementara itu; Thailand, Singapura, Malaysia, dan Filipina sudah terbukti membawa berkah pertumbuhan eksponensial bagi sejumlah P2P lending asal Indonesia.

Leo Dwi Jatmiko

30 Agt 2021 - 19.21
A-
A+
Startup Tekfin Merah Putih Makin Bernas di Asean

Ilustrasi tekfin p2p lending./istimewa

Bisnis, JAKARTA — Perusahan-perusahaan rintisan Indonesia dari vertikal teknologi finansial kian getol berekspansi ke Asean, kendati ceruk pasar di negeri sendiri masih belum teroptimasi secara menyeluruh. 

Salah satu pangsa pasar yang mulai dilirik perusahaan rintisan (startup) teknologi finansial (tekfin) Indonesia adalah Vietnam.

Perilaku konsumtif serta rendahnya penetrasi kartu kredit warga Negeri Paman Ho dipandang sebagai peluang yang menjanjikan bagi perkembangan bisnis tekfin.

Dalam kaitan itu, belum lama ini perusahaan tekfin Kredivo sudah menyatakan rencananya untuk mengembangkan sayap bisnis di negara Indochina itu melalui patungan (joint venture) dengan Phoenix Holding. 

Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (IDIEC) M. Tesar Sandikapura berpendapat alasan rendahnya penetrasi kartu kredit di Vietnam kurang tepat digunakan untuk berekspansi ke Hanoi. Sebab, penetrasi kartu kredit di Indonesia masih jauh lebih rendah.

“Kredivo seharusnya mendorong penetrasi kartu kredit di Indonesia dahulu, sebelum memutuskan untuk ekspansi ke Vietnam. Pengguna kartu kredit di Indonsia tidak bertambah-tambah. Perilaku orang menggunakan kartu kredit dengan P2P [peer-to-peer] lending juga berbeda,” kata Tesar, Senin (30/8/2021).  

Menurutnya, perilaku konsumsi masyarakat justru menjadi penentu dalam upaya Kredivo masuk ke pasar baru Tanah Naga Biru. 

“Kalau konsumtif, apapun negaranya cocok untuk bisnis  tekfin, termasuk P2P lending. Jadi yang dilihat adalah consumer spending,” kata Tesar.

Dalam hal ini, sebut Tesar, Vietnam akan menjadi tambang emas bagi Kredivo jika memiliki budaya masyarakat yang konsumtif. 

Untuk diketahui, medio pekan lalu Kredivo mengumumkan rencana ekspansi bisnis ke Vietnam melalui patungan dengan Phoenix Holding, yang merupakan pionir perusahaan investasi keluarga yang berbasis di Vietnam dengan portofolio terdiversifikasi di sektor konsumen, layanan keuangan, ritel, dan teknologi.

Chief Operating Officer Kredivo Valery Crottaz mengatakan Vietnam dipilih karena penetrasi kartu kredit yang rendah di negara tersebut dan kelas menengah yang berkembang pesat, pasar dagang-el yang berkembang pesat, dan kesamaan pola demografi dan konsumsi dengan Indonesia. 

Dia mengatakan data terakhir menunjukkan Vietnam merupakan salah satu negara dengan penetrasi kartu kredit terendah di Asia Tenggara selain Indonesia dan Filipina, dengan hanya 4,1% dari populasi yang memiliki kartu kredit. 

Selain itu, kesenjangan kredit dan kurangnya pengetahuan tentang pembayaran digital menjadi tantangan tersendiri di negara tersebut dan mengakibatkan mayoritas transaksi masih dilakukan secara tunai.

Menurut Startup Report 2020, Kredivo termasuk ke dalam kategori perusahaan centaur tahap lanjut atau memiliki valuasi berkisar antara US$501 juta—US$999 juta.

Di Indonesia, valuasi Kredivo setara dengan Blibli, Sicepat, Kopi Kenangan, Ruangguru dan Akulaku.

Kredivo/Istimewa

Koordinator Pusat Inovasi dan Inkubator Bisnis Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dianta Sebayang menambahkan, di Asia Tenggara, Vietnam merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat. 

Pada kuartal I/2021, ekonomi Vietnam tumbuh 4,4% secara tahunan dan merupakan yang tertinggi di antara negara Asean. Sementara itu, pada kuartal II/2021, Vietnam mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,6%.

Dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat itu, jumlah perusahaan rintisan di Vietnam justru tidak sebanyak jumlah perusahaan rintisan di Indonesia. 

“Vietnam memiliki pangsa pasar top 5 di Asia Tenggara dan pemain startup belum sepadat Indonesia, Singapura, dan Malaysia,” kata Dianta. 

Pertumbuhan ekonomi digital Vietnam juga diproyeksikan cemerlang pada 2025. Google, Temasek dan Bain&Company dalam laporannya memprediksi pada 2020, Vietnam memiliki ekonomi digital sebesar US$14 miliar, dan meningkat 19% menjadi US$52 miliar pada 2025 . 

Sektor dagang-el dan transportasi serta makanan, diprediksi menorehkan pertumbuhan paling tinggi hingga 34% pada 2025 dibandingkan dengan 2020.

Di samping itu, kata Dianta, masyarakat Vietnam juga dalam tahap mencoba hal baru. Ini menjadi peluang bagi perusahaan teknologi seperti Kredivo untuk ekspansi ke sana.  

Namun, regulasi-regulasi yang terdapat di negara tujuan adalah tantangan terbesar. Selain itu, perusahaan kompetitor yang sudah hadir lebih dahulu di sana. 

“Maka kekuatan modal dan mitra lokal menjadi penting agar bisa berkembang di negara tujuan,” kata Dianta.

PASAR LAINNYA

Selain Vietnam, pemain tekfin nasional juga mulai agresif mengembangkan bisnisnya di negara Asean lain seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Perusahaan P2P lending Modalku, misalnya, mengungkapkan penyaluran pinjaman di ketiga negara tersebut meroket hingga 60% per Agustus 2021 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.  

Co-Founder dan CEO Modalku Reynold Wijaya mengatakan dalam berkiprah di negara-negara tersebut, Modalku menjalankan model bisnis yang tidak jauh berbeda dengan di Indonesia. 

Modalku mengincar bisnis tetap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)—mulai dari segmen mikro hingga menengah—karena sesuai dengan visi utama Modalku, yaitu mendukung UMKM mendapatkan akses ke pendanaan. 

Dari sisi produk, Modalku juga menawarkan produk yang sesuai dengan segmen tersebut. Alhasil, hingga Agustus 2021, penyaluran dana di 3 negara tersebut telah mencapai lebih dari Rp25,6 triliun kepada lebih dari 4,7 juta transaksi pinjaman. 

“Jumlah penyaluran ini juga mengalami peningkatan sebesar 60% jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya,” kata Reynold kepada Bisnis, Senin (30/8/2021). 

Terkait dengan rencana untuk ekspansi ke negara baru termasuk ke Vietnam, Reynold menyatakan hingga saat ini Grup Modalku masih akan fokus untuk melakukan penetrasi pasar di Singapura, Malaysia, serta Thailand karena potensinya masih sangat besar. 

“Namun, tidak menutup kemungkinan kedepannya kami akan melakukan ekspansi ke area yang baru. Jika kami akan melakukan ekspansi, pasti akan kami informasikan,” kata Reynold. 

Menurut Reynold, tantangan terbesar dalam mengembangkan layanan di ketiga pasar itu adalah mencari cara yang tepat untuk meningkatkan inklusi keuangan di masing-masing negara. 

Kendala lainnya adalah edukasi dan informasi kepada para pelaku UMKM—terutama segmen mikro—agar lebih memahami pendanaan digital yang dapat dijadikan solusi untuk pengembangan bisnis mereka.

Kinerja gemilang di pasar Asean juga dicatatkan oleh Investree. Perusahaan teknologi finansial ini mengeklaim mulai mencatatkan pertumbuhan yang positif di pasar Thailand dan Filipina, meski belum dapat menyebutkan secara detail pertumbuhan tersebut. 

Co-Founder & CEO Investree Adrian Gunadi mengatakan izin operasi yang dikantongi Investree di kedua negara tersebut adalah izin sebagai platform crowdlending, seusai regulasi di masing-masing negara. 

Setelah mengantongi izin, Investree dalam proses pengembangan bisnis di kedua negara. Investree bekerja sama dengan mitra patungan dalam mengembangkan layanan. 

“Perkembangan cukup positif. Namun, karena baru tahun ini memperoleh izin, mungkin pada tahun depan baru akan lebih besar pertumbuhan,” kata Adrian kepada Bisnis, Senin (30/8/2021). 

Sekadar informasi, di Thailand, Investree menghadirkan produk bernama Bullet Payment Security dan Installment Payment Security.

Secara umum, produk ini sama mirip dengan Invoice Financing dan Working Capital Term Loan (WCTL) yang ditawarkan di Indonesia dan Filipina.

Melalui kedua produk tersebut, Investree masuk ke segmen UKM. Investree Thailand bermitra dengan Pantavanij dan FlowAccount dalam mengembankan bisnis di Thailand. 

Sementara itu di Filipina, Investree bekerja sama dengan Filinvest Development Corporation (FDC), salah satu perusahaan besar di Filipina. Investree membawa produk-produk mereka ke Manila lewat FDC.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.