Stimulus, Kemiskinan & Ketimpangan Masyarakat

Fasilitas pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN-DTP) hunian dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM-DTP) otomotif cenderung dinikmati masyarakat kelas menengah ke atas.

Maria Elena, Wibi Pangestu Pratama & Dany Saputra

18 Jan 2022 - 21.00
A-
A+
Stimulus, Kemiskinan & Ketimpangan Masyarakat

Bisnis, JAKARTA – Tingkat kemiskinan dan rasio gini belum kembali ke level prapandemi kendati terus menurun dari puncaknya pada 2020.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan penduduk miskin pada September 2021 berjumlah 26,5 juta orang, turun dari posisi September 2020 yang mencapai 27,55 juta orang. Alhasil, tingkat kemiskinan turun dari 10,19 persen menjadi 9,71 persen.

Menurut Kepala BPS Margo Yuwono penurunan tingkat kemiskinan mengindikasikan dampak perbaikan ekonomi dan kemiskinan mulai terasa.

Meskipun begitu, jumlah penduduk miskin belum kembali ke kondisi sebelum pandemi yang pada September 2019hanya 24,78 juta orang atau 9,22 persen dari populasi. Disparitas kemiskinan di perdesaan dan perkotaan pun masih cukup tinggi, yakni masing-masing 12,53 persen dan 7,6 persen, pada September 2021.

Sejalan dengan penurunan tingkat kemiskinan selama setahun, rasio gini yang menggambarkan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia juga dilaporkan menyempit. Rasio gini pada September 2021 sebesar 0,381. Angka ini lebih rendah dari rasio gini per September 2020 yang mencapai 0,385, tetapi sayangnya masih lebih tinggi dari level prapandemi yang hanya 0,38 pada September 2019.

Dosen Perbanas Institute Piter Abdullah menyampaikan bahwa tidak mudah untuk mengembalikan angka kemiskinan ke level sebelum pandemi Covid-19.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi memang mencerminkan mulai pulihnya aktivitas ekonomi, yang kemudian kembali menyerap tenaga kerja sehingga angka pengangguran juga ikut menurun. Namun, itu tidak selalu sejalan dengan penurunan kemiskinan. Papua, misalnya, ekonominya tumbuh 14 persen sepanjang 2021. Akan tetapi, tingkat kemiskinannya naik dari 26,86 persen menjadi 27,38 persen.

Kondisi ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Papua yang lebih didorong oleh sektor pertambangan tidak menciptakan lapangan kerja yang cukup sehingga tidak membantu mengentaskan kemiskinan.

"Pemerintah hendaknya tidak hanya mengejar pertumbuhan, tetapi juga harus meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi dan menjamin terciptanya lapangan kerja," ujar Piter.

Kemudian, menurut Piter, penurunan kemiskinan yang lambat juga terkait dengan upah riil buruh tani dan buruh bangunan yang merupakan pekerja miskin. Sepanjang 2021, upah riil buruh tani hampir tidak mengalami kenaikan, sedangkan upah riil buruh bangunan justru mengalami penurunan.

Di sisi lain, garis kemiskinan mengalami kenaikan dari Rp458.947 pada September 2020 menjadi Rp486.168 pada September 2021. Piter mengatakan, kondisi ini menunjukkan sebagian penduduk miskin masih mengalami kesulitan untuk keluar dari jurang kemiskinan. Oleh karena itu, menurut Piter pemerintah perlu meningkatkan program-program yang terfokus pada kelompok miskin.

“Tidak sekadar bantuan tunai, tetapi yang bisa menciptakan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan, seperti program padat karya,” jelasnya.

Dia menambahkan pemerintah juga seharusnya tidak mendorong kenaikan inflasi, misalnya dengan menunda kebijakan kenaikan harga BBM dan LPG, serta listrik. Pemerintah pun harus menjamin pasokan barang pangan.

Sementara itu, pemerintah menyatakan penurunan persentase dan jumlah penduduk miskin tidak lepas dari upaya pemerintah terus melindungi masyarakat miskin dan rentan yang terdampak pandemi.

“Termasuk melalui berbagai program bantuan sosial dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN),” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu.

Pada 2021, realisasi sementara total anggaran perlindungan sosial, baik yang dilaksanakan melalui belanja pemerintah pusat maupun transfer ke daerah dan dana desa, mencapai Rp480 triliun atau 130,5 persen dari pagu APBN 2021.

Pemerintah memastikan program perlindungan sosial untuk 2022 akan tetap kuat dengan besaran yang disesuaikan dengan kecepatan pemulihan ekonomi. 

Tak hanya dari sisi kemiskinan, menurut Febrio, pemulihan ekonomi yang makin kuat juga terlihat pada sisi ketenagakerjaan Indonesia, tecermin pada penurunan pengangguran dan peningkatan penyerapan tenaga kerja. 

Dia berharap penguatan pemulihan ekonomi akan mampu terus membuka lapangan kerja baru untuk menyerap penambahan angkatan kerja baru, serta pekerja yang sempat terkena dampak pemutusan hubungan kerja (PHK) pada masa pandemi. 

Kinerja sektor ketenagakerjaan juga didukung oleh penyaluran belanja pemerintah yang turut menciptakan lapangan kerja, yakni dalam program PEN yang didesain untuk membantu sektor ketenagakerjaan, seperti kartu prakerja, program prioritas padat karya, dan insentif pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sektor properti yang merupakan padat karya.

Febrio mengatakan tahun ini pemerintah melalui program PEN dan lainnya akan terus mendorong penguatan pemulihan ekonomi agar dapat mengoptimalisasi penyerapan angkatan kerja baru, termasuk pekerja yang sebelumnya terdampak pandemi. 

Pemerintah menargetkan tingkat kemiskinan tahun ini berkisar 8,5 persen hingga 9 persen. 

Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati melihat stimulus dalam bentuk fasilitas perpajakan kepada sektor properti dan otomotif yang banyak ditebar pemerintah sepanjang pandemi justru bisa kontraproduktif terhadap upaya menurunkan rasio gini. 

Pemerintah tahun ini menargetkan rasio gini turun ke kisaran 0,376-0,378.

Anis mengatakan fasilitas pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN-DTP) hunian dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM-DTP) otomotif cenderung dinikmati masyarakat kelas menengah ke atas.  

Alhasil, pengeluaran kelas bawah tetap sulit mengejar gap yang muncul akibat peningkatan belanja kelompok menengah. 

Namun, pemerintah memperpanjang PPN-DTP properti dan PPnBM-DTP tahun ini.

DAMPAK PPNBM-DTP

Center of Reform on Economics atau Core Indonesia menilai kenaikan permintaan kendaraan akan berlanjut karena perpanjangan stimulus PPnBM, tetapi tidak berpengaruh besar terhadap perekonomian tahun ini.

Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal mengatakan pemulihan kondisi ekonomi membuat masyarakat kelas atas memperoleh penghasilan yang lebih tinggi dan mendorong mereka meningkatkan belanja, termasuk untuk kebutuhan tersier seperti kendaraan bermotor. Namun, kenaikan penjualan otomotif tidak berdampak signifikan pada produk domestik bruto.

"Namun, daya beli kelas menengah masih terbatas. Jadi, secara total [kenaikan penjualan kendaraan pada 2022] belum [berperan] terlalu kuat," ujar Faisal.

Selain itu, potensi kenaikan penjualan mobil cenderung terjadi di segmen kendaraan niaga sejalan dengan aktivitas bisnis yang berkembang.

"Potensinya seharusnya meningkat karena aktivitas produksi dan mobilitas diprediksi lebih tinggi. Sebagai pembanding, impor barang modal juga cenderung menguat," ujarnya.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Sri Mas Sari

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.