Stok Domestik Aman, Mengapa Alokasi Impor Gula 2022 Bengkak?

Melonjaknya alokasi impor raw sugar untuk diolah menjadi gula konsumsi pada 2022 diklaim turut mempertimbangkan perkembangan produksi dan harga di sejumlah negara produsen utama seperti Brasil, India, dan Australia.

Iim Fathimah Timorria & Wike D. Herlinda*

19 Nov 2021 - 11.53
A-
A+
Stok Domestik Aman, Mengapa Alokasi Impor Gula 2022 Bengkak?

Pekerja menyiapkan gula pasir untuk disalurkan ke operasi pasar dan penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Gudang Perum Bulog Sub-Divisi Regional Tangerang, Kota Tangerang, Banten, Jumat (3/4/2020). ANTARA

Bisnis, JAKARTA — Membengkaknya alokasi impor gula konsumsi untuk 2022 tengah disoal lantaran perhitungan neraca gula yang menjadi acuan pemerintah ditengarai tidak sesuai dengan realitas di pasar.

Untuk diketahui, hasil rapat koordinasi terbatas (rakortas) tingkat menteri pada 26 Oktober 2021 menyepakati alokasi impor gula konsumsi dalam bentuk raw sugar impor 891.627 ton setara gula kristal putih (GKP).

Keputusan tersebut tertuang di dalam laporan mingguan harga, inflasi, dan stok indikatif barang kebutuhan pokok Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan yang diperoleh Bisnis.

Adapun, alokasi impor gula konsumsi untuk tahun depan diberikan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Perindustrian No. 10/2017 tentang Fasilitas Memperoleh Bahan Baku dalam Rangka Pembangunan Industri Gula.

Rencana impor gula mentah untuk konsumsi ini jauh meningkat daripada alokasi untuk 2021 sebesar 680.000 ton. Pemerintah juga berencana kembali mengimpor GKP sebagai cadangan pemerintah sebanyak 150.000 ton yang akan ditugaskan kepada BUMN.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan stok awal gula konsumsi yang terdata di APTRI mencapai 1,2 juta ton.

Jumlah tersebut lebih tinggi 400.000 ton daripada data pemerintah yang menunjukkan stok awal di kisaran 800.000 ton.

Mercedes-Benz Axor, truk otonom level 2, sedang membantu pemanen tebu di Brasil. /DAIMLER

Dengan stok awal yang besar dan realisasi impor yang mencapai 680.000 ton untuk gula mentah dan 150.000 ton GKP, dia memperkirakan stok akhir gula konsumsi pada 2021 mencapai lebih dari 1 juta ton.

“Pemerintah selama ini menghitung dengan asumsi pasokan gula di masyarakat hanya gula tebu dan gula mentah sisa impor, padahal di lapangan ada indikasi gula rafinasi yang bocor bisa sampai 300.000 ton,” kata Soemitro, Kamis (18/11/2021).

Dia mengaku bisa membuktikan bocornya gula rafinasi untuk industri di pasar konsumsi. Hal ini setidaknya pernah ditemukan dalam kasus gula rafinasi yang dilapisi molases dan dijual dalam karung GKP di wilayah Jawa Timur.

Soemitro berpendapat alokasi impor yang berlebihan sejatinya bisa dihindari jika seluruh pemangku kepentingan di pergulaan nasional dilibatkan, termasuk petani.

Dia mengatakan asosiasi petani tidak ikut serta dalam perencanaan impor sejak Dewan Gula Indonesia dibubarkan.

“Impor seharusnya hanya dilakukan ketika memang pasokan kurang dan ada lonjakan harga,” katanyanya.

Sementara itu, Guru Besar dari IPB University Bayu Krisnamurthi mengatakan perencanaan impor gula perlu tetap mempertimbangkan situasi pasokan global dan harga komoditas tersebut di pasar internasional.

Menurut pertimbangannya, Indonesia berisiko menghadapi dua masalah, yakni harga tinggi dan pasokan yang terbatas.

“Saya mungkin akan mengusahakan barang ada, meski harga mahal. Daripada harga tinggi, tetapi barangnya tidak ada. Soal gula perlu dilihat secara menyeluruh,” katanya.

Harga rata-rata gula internasional pada awal November 2021, sebagaimana dihimpun Kemendag, telah mencapai US$504,38 per ton.

Harga tersebut meningkat dibandingkan dengan Oktber yang rata-rata di angka US$499,68 per ton.

Harga juga jauh meningkat dibandingkan dengan November 2020 yang saat itu masih berada di angka US$405,2 per ton.

PERHITUNGAN CERMAT

Ketika dimintai konfirmasi, Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kemendag Isy Karim mengatakan penertapan alokasi impor gula konsumsi 2022 berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Dalam kaitan itu, dia mengeklaim pemerintah telah melakukan penghitungan kebutuhan gula dalam memenuhi kebutuhan sebelum masa giling dan dalam rangka Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN).

“Pada umumnya terjadi kenaikan permintaan gula oleh masyarakat [selama HKBN],” kata Isy.

Dia memastikan proses penghitungan telah mempertimbangkan perkembangan kondisi pergulaan nasional, termasuk peningkatan konsumsi gula, produksi gula dalam negeri, dan stok gula.

“Dengan pertimbangan tersebut diharapkan pada 2022 tidak terjadi gejolak harga gula,” katanya.

Isy juga mengatakan penetapan alokasi impor didasarkan pada sejumlah asumsi seperti taksasi hasil giling dan tingkat konsumsi. Dia mengatakan angka tersebut berpeluang bergerak mengikuti dinamika.

“Angka tersebut dapat bergerak seiring dengan dinamika yang terjadi untuk tetap menjaga harga tetap stabil,” katanya.

Mengutip prognosis neraca gula yang dikeluarkan Badan Ketahanan Pangan (BKP), neraca gula konsumsi sampai dengan akhir 2021 berada di angka 1,15 juta ton.

Dengan asumsi konsumsi rata-rata per bulan 238.000 ton, maka stok pada akhir 2021 bisa memenuhi kebutuhan selama sekitar 4,5 bulan.

Di sisi lain, Kementerian Pertanian menyebutkan alokasi impor gula mentah untuk konsumsi 2022 telah mempertimbangkan perkembangan produksi di dalam negeri.

Data yang menjadi acuan merupakan taksasi tengah yang memperlihatkan kenaikan dibandingkan dengan produksi sepanjang 2020.

Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementan Bagus Hudoro mengatakan taksasi tengah produksi gula tebu yang ditetapkan pada awal September mencapai 2,28 juta ton, lebih tinggi daripada total produksi 2020 sebesar 2,13 juta ton.

Bagus mengatakan angka taksasi bisa berubah dan lebih tinggi, mengingat sejumlah pabrik masih melakukan penggilingan tebu sampai November.

Namun, data taksasi tengah dipakai untuk mengakomodasi rapat koordinasi kebutuhan gula 2022 yang dilaksanakan pada Oktober sampai awal November.

“Keputusan untuk penetapan alokasi impor gula mentah pada 2022 adalah menggunakan taksasi tengah sehingga asumsi kekurangan mengacu pada angka tersebut. Alasannya karena tidak mungkin menunggu sampai ditetapkan taksasi akhir,” kata Bagus.

Taksasi akhir sementara yang dihitung pekan lalu, kata Bagus, telah mencapai 2,35 juta ton. Bertambahnya luas area tanam, produktivitas, dan tingkat rendemen menjadi faktor pendorong kenaikan.

Bagus juga mengatakan penetapan alokasi impor gula mentah 2022 juga mempertimbangkan perkembangan produksi dan harga di sejumlah negara produsen utama seperti Brasil, India, dan Australia.

Terdapat kecenderungan produksi yang turun dan disertai harga yang naik menurut pemantauan pemerintah.

“Negara-negara produsen dunia mengalami gangguan produksi, Misal musim dingin di Brasil, sementara di Australia India juga ada penurunan produksi sehingga harga-harga cenderung meningkat. Alokasi impor harus segera diputuskan. Informasi perdagangan, kalau tidak segera diputuskan kuota impor, kemungkinan harga bisa terlalu mahal dan sulit untuk impor,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.