Suku Bunga BI Mei 2022 Tetap, Bisnis Bank Makin Melaju

Kebijakan Bank Indonesia yang tidak menaikkan suku bunga acuannya bulan ini memberikan ruang bagi industri perbankan untuk melanjutkan tren pertumbuhan positifnya. Meski BI melakukan pengetatan GWM, bank sentral juga memberikan insentif tambahan untuk mendukung industri.

Emanuel Berkah Caesario

25 Mei 2022 - 16.22
A-
A+
Suku Bunga BI Mei 2022 Tetap, Bisnis Bank Makin Melaju

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Selasa (14/4/2020). Dok. Bank Indonesia

Bisnis, JAKARTA — Bank Indonesia memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 3,50 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Mei 2022, meski sebelumnya bank sentral Amerika Serikat yakni the Fed telah menaikkan suku bunga acuannya secara agresif hingga 50 bps di awal bulan.

Langkah Bank Indonesia ini mencerminkan tingginya kepercayaan diri Indonesia terhadap stabilitas ekonomi dalam negeri di tengah gejolak yang terjadi di pasar global.

Selain mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50 persen, BI juga mempertahankan suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75 persen, dan suku bunga Lending Facility  sebesar 4,25 persen.

Keputusan ini sejalan dengan perlunya pengendalian inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar, serta tetap mendorong pertumbuhan ekonomi, di tengah tingginya tekanan eksternal  terkait dengan ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina serta percepatan normalisasi kebijakan moneter di berbagai negara maju dan berkembang.

Meski mempertahankan suku bunga acuan, BI memutuskan untuk mempercepat normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan giro wajib minimum (GWM) rupiah secara bertahap. Artinya, kendati suku bunga tidak berubah, pengetatan moneter bakal terjadi melalui kebijakan GWM ini.

Berikut ini perincian kenaikan bertahap GWM berdasarkan hasil RDG Bank Indonesia Mei 2022:


Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai langkah BI menaikkan GWM sudah tepat. Alasannya, kondisi likuiditas perbankan masih cukup gemuk.  

Bhima menuturkan bahwa jika dilihat dari pergerakan simpanan per kelompok nasabah, tidak menunjukkan perubahan yang signifikan.

“Adapun jika dilihat dari loan deposit ratio (LDR), misalnya, masih di level 78 persen untuk bank umum. Idealnya untuk dukung pemulihan ekonomi LDR ada pada kisaran 85-87 persen,” kata Bhima, Selasa (24/5).

Dengan kondisi tersebut, lanjut Bhima, meski ada pengetatan, kenaikan GWM tidak banyak berdampak ke likuiditas perbankan maupun pertumbuhan kredit. Dia menyarankan sebaiknya kenaikan GWM hanya 3-4 kali sampai akhir tahun.

Adapun untuk pertumbuhan kredit, ujar Bhima, faktor krusialnya adalah risiko debitur dan tren kenaikan suku bunga acuan.

“Selama suku bunga acuan masih tetap, maka bank punya ruang lebih untuk dorong penyaluran kredit dengan bunga yang akomodatif bagi calon debitur,” kata Bhima.

Bhima juga berpendapat pelonggaran mobilitas akan membuat penyaluran kredit usaha dan konsumsi bertumbuh pada tahun ini.

Makin pergerakan masyarakat lebih longgar, maka belanja akan naik, dan disambut dengan bank yang gencar berikan tambahan pembiayaan ke segmen consumer goods, hingga transportasi dan pariwisata.

"Ada optimisme pertumbuhan kredit mencapai positif 6,5 persen tahun ini," kata Bhima.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah, mengatakan kebijakan GWM memang lebih langsung berdampak terhadap likuiditas perbankan jika dibandingkan dengan suku bunga acuan BI7DRR.

“Kenaikan GWM akan langsung mengurangi likuiditas bank sekaligus menahan laju pertumbuhan kredit,” kata Piter, Selasa (24/5).

Dia menambahkan meski pertumbuhan kredit akan terhambat, tidak serta merta pertumbuhan kredit sepenuhnya berhenti.

Seiring mulai pulihnya ekonomi karena longgarnya mobilitas masyarakat, kata Piter, pertumbuhan kredit tetap akan meningkat dan diyakini akan lebih baik dibandingkan 2021.

Meski menaikkan GWM, BI juga memberikan insentif lain kepada industri perbankan, terutama kepada bank yang menyalurkan kredit atau pembiayaan kepada sektor prioritas, UMKM, dan/atau memenuhi target rasio pembiayaan inklusif makroprudensial (RPIM).

(Reporter: Leo Dwi Jatmiko)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Emanuel Berkah Caesario

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.