Surat Utang Kian Prospektif Kala Suku Bunga Rendah

Suku bunga yang rendah akan mendorong imbal hasil surat utang pemerintah tetap stabil di tengah volatilitas pasar.

27 Mei 2021 - 12.46
A-
A+
Surat Utang Kian Prospektif Kala Suku Bunga Rendah

Pialang memperhatikan Yield SUN Indonesia/Antara-Prasetyo Utomo

Bisnis, JAKARTA — Bank Indonesia atau BI memutuskan tetap mempertahankan kebijakan suku bunga rendah. Hal itu pun diproyeksi bakal berdampak positif bagi pasar obligasi atau surat utang Indonesia di tengah kondisi ekonomi makro yang cenderung stabil.

Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI 24-25 Mei 2021 diputuskan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) tetap 3,50%. Suku bunga deposit facility juga tetap 2,75%, dan suku bunga lending facility 4,25%.

Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto menuturkan, kebijakan tersebut dinilai akan membuat instrumen obligasi tetap menarik seiring dengan imbal hasil surat utang pemerintah yang tergolong stabil di tengah volatilitas yang terjadi.

“Potensi return masih lebih tinggi dibandingkan dengan instrumen lain, sehingga masih sangat atraktif bagi investor,” katanya, Rabu (26/5).

Selain itu, katanya, kondisi pasar surat utang Indonesia juga didukung oleh mulai melandainya pergerakan yield Obligasi AS. Sentimen ini akan membuat investor cenderung lebih melirik emerging market seperti Indonesia.

Dari sisi domestik, optimisme pemerintah Indonesia soal pemulihan ekonomi tahun ini juga akan berperan dalam penguatan pasar obligasi. Hal tersebut bakal mengirimkan sinyal positif bagi investor untuk kembali masuk ke obligasi Indonesia.

Menurutnya, optimisme pemulihan ekonomi Indonesia didukung oleh tren positif yang terjadi di sejumlah negara tetangga, seperti Singapura yang telah mencatatkan pertumbuhan ekonomi kendati belum mencapai target.

“Kondisi ekonomi makro Indonesia juga cenderung stabil walaupun belum menguat secara signifikan. Ini akan menjadi hal positif lainnya yang menjadi pertimbangan para investor,” jelasnya.

Dengan kondisi pasar obligasi yang cenderung kondusif, Ramdhan mengatakan potensi penguatan imbal hasil di sisa tahun 2021 masih sangat terbuka. Apalagi, lanjutnya, masih banyak investor asing yang belum kembali masuk ke Indonesia.

Sejauh ini, katanya, pasar surat utang Indonesia ditopang oleh keberadaan investor domestik, terutama dari sektor perbankan. Ini karena belum optimalnya fungsi intermediary yang biasanya dijalankan perbankan.

“Hal tersebut membuat perbankan membutuhkan instrumen yang aman untuk menaruh dananya secara sementara,” katanya.

Peran investor domestik membuat pasar obligasi Indonesia tetap memiliki likuiditas yang melimpah meskipun ditinggal oleh investor asing. Nanti, prediksinya, apabila kondisi perekonomian mulai kembali stabil, investor asing akan perlahan kembali ke surat utang Indonesia.

“Imbasnya, pasar obligasi kita akan semakin dilirik oleh para pemilik modal,” lanjutnya.

Ramdhan mengatakan pasar juga akan mencermati sentimen kasus Covid-19 yang belakangan kembali meningkat. Selain itu, proses vaksinasi juga akan berimbas pada kondisi pasar surat utang Indonesia.

Menurutnya, tingkat imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun dapat kembali menyentuh level 6% hingga 6,2% pada 2021.

Senada, Head of Fixed Income Research BNI Sekuritas Ariawan mengatakan, seiring dengan melandainya pergerakan yield US Treasury, pasar obligasi Indonesia akan kian menarik di mata investor. Hal tersebut akan berimbas pada kenaikan aliran dana asing ke Indonesia.

Hal tersebut juga ditambah dengan prospek gelontoran stimulus dari beberapa negara seperti Amerika Serikat dan China. Banyaknya stimulus berimbas pada kenaikan likuiditas global yang juga turut berdampak pada potensi kenaikan inflow asing ke pasar SUN Indonesia.

Ariawan melanjutkan, yield SUN Indonesia juga masih berpeluang menyentuh level 6% hingga akhir tahun ini. Selain tingginya tingkat likuiditas global, prospek penguatan imbal hasil juga didukung oleh tren suku bunga rendah yang diterapkan bank sentral di dunia, termasuk Indonesia.

Menurutnya, aliran dana asing yang semakin deras akan turut berdampak baik bagi nilai tukar mata uang rupiah. Dengan kombinasi sentimen tersebut, dia memprediksi inflow asing ke pasar obligasi Indonesia akan semakin deras.

“Setelah volatilitas pasar dan tekanan jual semakin rendah pada paruh kedua tahun ini, aliran dana akan bergerak secara signifikan,” pungkasnya.

INTERVENSI

Head of Economic Research Pefindo Fikri C. Permana mengatakan keputusan Bank Indonesia menjadi katalis untuk menjaga level yield obligasi Indonesia yang masih dibayangi kenaikan imbal hasil obligasi negara AS.

“Jadi meski mempertahankan suku bunga, BI mengatakan masih akan melakukan intervensi kalau yield US Treasury yang diikuti yield SUN kemungkinan akan naik,” ujar Fikri kepada Bisnis.

Di sisi lain, Fikri menilai BI masih cukup optimistis dengan kondisi fundamental Indonesia. Ini juga sesuai dengan ekspektasi para pelaku pasar yang memang memperkirakan suku bunga acuan BI masih akan ada di level 3,50% dalam jangka pendek—menengah.

Adapun, selain suku bunga acuan, Fikri menyebut ada beberapa sentimen lainnya terkait pasar obligasi domestik yang dapat diperhatikan pelaku pasar.

Dari dalam negeri, Fikri mengatakan yield SUN Indonesia masih akan tetap kompetitif jika tingkat inflasi masih berada dalam rentang proyeksi Bank Indonesia. Bank sentral sendiri memperkirakan inflasi pada Mei 2021 sebesar 0,33% month-to-month (m-t-m).

Kemudian, daya tarik lelang juga dapat menjadi gambaran positif pasar obligasi, yang mana pada lelang SUN perdana pascalibur Lebaran ini, jumlah penawaran yang masuk mencapai Rp78,16 triliun, tumbuh 48% dari lelang SUN sebelumnya.

“Artinya likuiditas dalam negeri cukup baik,” kata Fikri lagi.

Selain itu, daya tarik investor luar negeri terhadap pasar Indonesia juga akan menjadi perhatian di tengah pergerakan rupiah yang cenderung stabil. Pun, pilihan kebijakan pemerintah untuk instrumen utang juga akan memengaruhi pasar.

“Kita lihat pemerintah kan sudah menerbitkan Samurai Bonds, lalu apalagi selanjutnya? Mungkin dari SBN Ritel, SUN. Ini akan jadi penting karena ada ketakutan ruang fiskal tahun ini tidak cukup lebar karena pajak juga belum optimal,” tuturnya.

Sementara dari sisi global, pergerakan US Treasury masih patut dicermati mengingat kondisi pasar AS masih volatil yang pasti akan memengaruhi pasar obligasi dalam negeri. Di saat yang sama, faktor geopolitik dan harga komoditas juga menjadi perhatian.

“Secara langsung konflik yang sedang terjadi memang hanya Israel—Palestina, tapi sekarang China mulai ambil bagian, pasang badan untuk Palestina. Ini pasti untuk kepentingan politik juga jadi perlu diantisipasi konflik ini akan merembet he hal-hal lain,” pungkasnya.

(Reporter :  M. Taufikul Basari, Dhiany N. Utami & Lorenzo A. Mahardhika)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.