Surplus BPJS Kesehatan Diproyeksi Makin Tebal pada 2021

BPJS Kesehatan berpotensi mengantongi surplus tebal pada 2021. Simak penjelasan lengkapnya.

Duwi Setiya Ariyant*
17 Agt 2021 - 18.10
A-
A+
Surplus BPJS Kesehatan Diproyeksi Makin Tebal pada 2021

BPJS Kesehatan berpotensi mengantongi surplus tebal pada 2021. (Bisnis/Eusebio Chrysnamurti)

Bisnis, JAKARTA— Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan diproyeksi mengantongi surplus tebal pada 2021 sejalan dengan penerapan tarif iuran baru pada 2020.

Berdasarkan Buku II Nota Keuangan, tarif iuran peserta yang baru mendorong BPJS Kesehatan mendapatkan surplus lebih dari Rp20 triliun pada 2021.

Selain itu, asumsi perkembangan utilisasi rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL) pada Mei 2021 menyentuh 83,4 persen dan rawat inap tingkat lanjutan (RITL) mencapai 72,4 persen.

“Program Jaminan Kesehatan Kondisi keuangan DJS Kesehatan pada tahun 2020 sampai dengan Juni 2021 mengalami surplus, dipengaruhi oleh revisi besaran iuran sesuai Perpres Nomor 64 Tahun 2020,” tulis dokumen tersebut seperti dikutip pada Selasa (17/8/2021).

Kendati demikian, pemerintah mewaspadai lonjakan kunjungan ke rumah sakit yang terus menanjak saat pandemi Covid-19 mereda.

Hal itu turut tecermin pada asumsi perkembangan utilisasi pada pengujung 2021. Pada pengujung 2021, RITL diproyeksi menyentuh 90,5 persen dan naik menjadi 94,5 persen pada Juni 2022. Tren yang sama terjadi pada RJTL yang diproyeksi menyentuh 103,2 persen pada pengujung tahun ini dan naik menjadi 108,5 persen pada Juni 2022.

Adapun, faktor lain yang bakal memengaruhi perkembangan surplus BPJS Kesehatan yakni penerapan kebijakan Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK) dan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

“Akan memengaruhi proyeksi keuangan DJS jangka menengah, khususnya asumsi kebijakan penyesuaian tarif layanan.”

Lebih lanjut, dalam skenario buruk terdapat asumsi penurunan peserta aktif jenis peserta bukan penerima upah (PBPU) sebesar 1 persen dan bukan pekerja (BP) turun 3 persen. Asumsi lain yang diperhitungkan yakni penerapan KRIS dengan 2 kelas, tarif Indonesia Case Base Groups (Ina CBG’s) naik 10 persen dan kapitasi naik 20 persen pada awal 2023.

“Defisit sebesar Rp18.000 miliar pada tahun 2024,” katanya.

Sebelumnya, Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma'ruf menjelaskan bahwa pandemi Covid-19 yang membatasi berbagai aktivitas fisik memberikan dampak signifikan bagi perekonomian masyarakat. Pekerja informal mengalami penurunan pendapatan karena pekerjaannya terhambat oleh pandemi.

Imbasnya, kemampuan peserta program jaminan kesehatan nasional (JKN) dalam membayar iuran menjadi berkurang. Kondisi itu pun membuat jumlah peserta aktif cenderung menurun pada 2020, khususnya setelah dampak Covid-19 mulai terasa bagi aktivitas masyarakat.

"BPJS Kesehatan tentu berharap peserta untuk tetap rutin membayar iuran, supaya layanan kesehatannya tetap dapat dijamin oleh BPJS Kesehatan. Faktor utama [penurunan jumlah peserta aktif] memang sepenuhnya pandemi," ujar Iqbal.

Menurutnya, jajaran direksi BPJS Kesehatan berupaya keras untuk meningkatkan kepesertaan, baik total peserta maupun tingkat keaktifannya. Namun, menurut Iqbal, upaya itu tidak dapat dilakukan hanya oleh BPJS Kesehatan karena pelaksanaan jaminan sosial melibatkan banyak pihak.

Misalnya, terdapat peran pemerintah pusat yang mengalokasikan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk membantu peserta penerima bantuan iuran (PBI). Pendataan masyarakat kurang mampu untuk menjadi peserta PBI pun menjadi kewenangan Kementerian Sosial, melalui Data Terpadu Kementerian Sosial (DTKS).

Selain itu, pemerintah daerah (Pemda) turut berperan dalam memastikan masyarakatnya yang kurang mampu terdaftar sebagai peserta PBI. Pemda pun memiliki peranan dalam mendorong para pelaku usaha di wilayahnya untuk mendaftarkan para pekerjanya ke JKN.

"Manajemen terus mendorong keterlibatan pemangku kepentingan terkait untuk meningkatkan cakupan kepesertaan. Di samping itu, mendorong juga dengan alternatif pendanaan program untuk membantu meningkatkan jumlah peserta," katanya.

Ketua Komisi Pengawasan, Monitoring, dan Evaluasi Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Tono Rustiano menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap penyelenggaraan JKN sepanjang 2020. Satu dari tujuh temuan DJSN terhadap BPJS Kesehatan adalah terkait tingkat peserta aktif.

Menurut Tono, BPJS Kesehatan menghadapi penurunan jumlah peserta aktif pada 2020 dibandingkan 2019. Selain itu, penambahan iuran anggota keluarga lain peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) masih belum ada perkembangan dari tahun sebelumnya.

"Serta kondisi pandemi Covid-19 menjadikan makin sulitnya peserta menambahkan iurannya," ujar Tono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Duwi Setiya Ariyant*

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.