Surplus Dagang Dorong Laju IHSG

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup akhir pekan, Jumat (15/10 menghijau seiring dengan kondisi surplus neraca perdagangan September 2021.

Bisnis Indonesia Resources Center

15 Okt 2021 - 18.17
A-
A+
Surplus Dagang Dorong Laju IHSG

Karyawan melintas di dekat papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menggunakan ponsel di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (6/10/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis, JAKARTA—Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup akhir pekan, Jumat (15/10 menghijau seiring dengan kondisi surplus neraca perdagangan September 2021.

IHSG mengalami kenaikan 0,11% atau 7,22 poin ke level 6.633,34. Sebanyak 244 saham hijau, 258 saham merah dan 163 saham stagnan. Kapitalisasi pasar bursa parkir di level Rp8.164,25 triliun. Investor asing mencatatkan beli bersih di seluruh pasar senilai Rp1,50 triliun.

Penguatan indeks komposit ditopang oleh empat indeks sektoral yang menghijau yakni sektor properti naik 0,86%, sektor barang baku menguat 0,66%, sektor infrastruktur 0,6% dan sektor keuangan terdongkrak 0,53%.

Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) paling banyak diborong asing atau mencetak net foreign buy Rp766,63 miliar, diikuti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) yang dikoleksi asing Rp142,80 miliar dan PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk. (AGRO) yang juga dibeli asing Rp53,7 miliar.

Saham PT Surya Esa Perkasa Tbk. (ESSA), PT Bank Oke Indonesia Tbk. (DNAR) dan PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (SRTG) masuk di jajaran top gainers. Masing-masing dengan kenaikan 16,13%, 10,28% dan 10,19%

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis neraca perdagangan Indonesia September 2021 tercatat mengalami surplus US$4,37 miliar terutama berasal dari sektor nonmigas US$5,30 miliar. Sedangkan di sektor migas terjadi defisit US$0,93 miliar.

Nilai ekspor Indonesia September 2021 mencapai US$20,60 miliar atau turun 3,84% dibandingkan dengan ekspor Agustus 2021. Dibandingkan dengan September 2020 nilai ekspor naik sebesar 47,64%.

Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–September 2021 mencapai US$164,29 miliar atau naik 40,38% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2020, demikian juga ekspor nonmigas mencapai US$155,46 miliar atau naik 39,84%.

Sementara itu, nilai impor Indonesia September 2021 mencapai US$16,23 miliar, turun 2,67% dibandingkan dengan Agustus 2021 atau naik 40,31% dibandingkan September 2020.

Indeks Bisnis-27

Indeks Bisnis-27 menutup perdagangan di teritori negatif pada Jumat (15/10) atau tidak mengikuti penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, indeks hasil kerja sama harian Bisnis Indonesia dan Bursa tersebut mengakhiri lajunya di level 519,49 turun tipis 0,07% atau 0,36 poin. Sepanjang perdagangan indeks bergerak di rentang 513,28 hingga tertinggi di level 524,71.

Di antara 27 anggota konstituen indeks, terpantau 12 saham menguat, sedangkan sisanya yaitu 15 saham mengalami penurunan harga.

Pelemahan indeks Bisnis-27 dipimpin oleh saham PT Sarana Menara Nusantara Tbk. (TOWR). Saham TOWR tercatat turun 2,03% atau 25 poin ke level 1.205. Di posisi selanjutnya, saham PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) turut melemah 1,82% atau 125 poin dan membawanya ke posisi 6.750.

Kemudian juga ada saham PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR) yang turun 1,68% atau 150 poin ke posisi 8.775.

Di sisi lain, saham emiten tambang PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) menjadi saham yang menahan pelemahan indeks Bisnis-27 sehingga tidak jatuh terlalu dalam, dengan penguatan sebesar 5,18% atau 160 poin dan membawanya ke level 3.250.

Kemudian juga ada saham PT Barito Pacific Tbk. (BRPT) dan PT Wijaya Karya Tbk. (WIKA) yang terpantau menguat dengan masing-masing sebesar 2,16% parkir di level 945 dan 2,13% yang parkir di level 1.440.

Keuangan

Indeks keuangan pada penutupan perdagangan Jumat (15/10) terpantau menguat 0,53% ke level 1.510,97.

Beberapa saham yang naik antara lain PT Bank JTrust Indonesia Tbk. (BCIC) melonjak 8,75% ke level Rp174, lalu PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk. (AGRO) melesat 7,77% ke level Rp2.010 dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) tumbuh 1,65% ke level Rp4.320.

Nilai rupiah pada Jumat (15/10) melejit 0,30% ke level Rp14.074,5 per dolar AS. Rupiah menjadi yang paling perkasa pada mata uang Asia.

Sentimen positif dari dalam negeri datang dari neraca perdagangan Indonesia yang kembali mencetak surplus pada September 2021 seiring dengan menguatnya ekspor dan kenaikan harga komoditas.

BPS mencatat surplus neraca perdagangan pada bulan tersebut mencapai US$4,37 miliar. Sepanjang kuartal III/2021, surplus neraca perdagangan Indonesia adalah US$ 13,23 miliar. Meroket 66,58% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Properti dan Real Estat

Pergerakan indeks properti dan real estat naik 0,86% ke level 870,16 pada penutupan perdagangan Jumat (15/10).

Saham penopangnya yaitu PT Karya Bersama Anugerah Tbk. (KBAG) yang terkerek 5,56% ke level Rp57, disusul PT Repower Asia Indonesia Tbk. (REAL) menguat 3,96% ke level Rp105 dan PT Ciputra Development Tbk. (CTRA) tumbuh 2,73%.

Badan Pengembangan Kawasan Properti Terpadu Kamar Dagang dan Industri berpendapat properti berkontribusi nyata dalam pertumbuhan ekonomi baik di daerah maupun nasional. Hal ini didukung oleh insentif PPN, DP 0%, hingga KPR.

Data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pun menunjukkan penduduk perkotaan di Indonesia saat ini mencapai 56,7% dan akan terus meningkat menjadi 66,6% di tahun 2035 hingga 72,8% di tahun 2045.

Defisit atau backlog perumahan akan mencapai belasan juta atau akan ada 15,5 juta penduduk Indonesia yang membutuhkan rumah tinggal dan tentunya akan membuat sektor properti semakin tumbuh.

Teknologi

Pada penutupan perdagangan Jumat (15/10) indeks teknologi terpantau minus 0,44% ke level 9.028,75.

Beberapa saham yang memberati adalah PT Kioson Komersial Indonesia Tbk. (KIOS) anjlok 6,04% ke level Rp700, diikuti PT Zyrexindo Mandiri Buana Tbk. (ZYRX) turun 2,59% ke level Rp565 dan PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) drop 2,01% ke level Rp730.

Di tengah penguatan saham old economy, saham new economy cenderung menurun. Emiten BUKA terus merosot, dalam sepekan tergerus 10,98% dan sebulan jatuh 15,12%. Kondisi ini membuat para pemegang saham BUKA ketar-ketir.  

Membaiknya kondisi pandemi Covid-19 diyakini mendorong para investor beralih ke saham old economy dengan fundamental yang jauh lebih kuat. Sektor teknologi sempat didorong oleh emiten BUKA. Adapun pemodal masih menunggu IPO GoTo  sebagai salah satu start up yang memiliki kapitalisasi besar.

Infrastruktur

Kinerja sektor infrastruktur berada di zona hijau dengan kenaikan 0,60% ke level 988,10 pada Jumat (15/10).

Saham-saham sektor telekomunikasi memimpin penguatan, di antaranya PT Centratama Telekomunikasi Indonesia Tbk. (CENT) terangkat 5,63% ke level Rp300, disusul PT Indosat Tbk. (ISAT) menguat 3,59% ke level Rp6.500 dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) meningkat 2,85% ke level Rp2.890.

Maraknya aksi merger pada emiten telekomunikasi disinyalir membuat persaingan semakin sehat sebab kapitalisasi perusahaan akan terakumulasi dan bisa berbagi infrastruktur jaringan. Peralihan gaya hidup dan momentum pertumbuhan seiring dengan percepatan teknologi menjadi katalis positif bagi kinerja saham-saham telekomunikasi.

Diketahui entitas hasil merger antara PT Indosat Tbk. (ISAT) dan PT Hutchison 3 Indonesia menghasilkan emiten dengan aset yang jauh lebih besar dan mampu mengalahkan dua pesaing utamanya, yakni PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) dan PT XL Axiata Tbk (EXCL).

Transportasi dan Logistik

Indeks sektor transportasi dan logistik berada di zona merah dengan penurunan 0,99% ke level 1.202,36 pada Jumat (15/10).

Saham pemberatnya antara lain PT Adi Sarana Armada Tbk. (ASSA) turun 3,69% ke level Rp3.390, diikuti PT Samudera Indonesia Tbk. (SMDR) terjatuh 2,94% ke level Rp660 dan PT Pelayaran Tempuran Emas Tbk. (TMAS) berkurang 1,89% ke level Rp312.

Dalam rangka pemerataan biaya logistik, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menargetkan 10 pelabuhan di Indonesia telah menerapkan sistem logistik nasional atau National Logistic System (NLE) pada tahun ini.

Selain itu, dengan mergernya Pelindo juga diharapkan biaya logisitik bisa semakin ditekan dan mampu bersaing dengan negara lain.

Saat ini biaya logistik Indonesia menelan 23% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Hal itu menunjukkan adanya inefisiensi mengingat biaya logistik di negara lain dapat mencapai 12% PDB.

Energi

Pada penutupan perdagangan Jumat (15/10) indeks sektor energi berada di zona merah, turun ke level 1.052,68 atau melemah 0,04%.

Pelemahan sektoral dipimpin oleh PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk. (MBSS) yang anjlok 6,84% ke level Rp885, lalu saham PT Wintermar Offshore Marine Tbk. (WINS) tergerus 6,47% ke level Rp159 dan saham PT Transcoal Pacific Tbk. (TCPI) turun 2,60% ke level Rp9.350.

Para pelaku pasar saat ini sedang mecermati dampak dari adanya krisis energi yang terjadi di beberapa negara. Krisis  energi dunia menjadi penyebab lonjakan harga minyak. Saat harga gas alam semakin mahal, pencarian terhadap sumber energi alternatif kian menjadi-jadi.

Selain batu bara, minyak juga menjadi pengganti gas alam sebagai sumber energi primer pembangkit listrik.

Menurut International Energy Agency (IEA) dalam laporan terbarunya permintaan minyak dunia akan naik 5,5 juta barel/hari. Kenaikan ini bisa berdampak negatif, karena harga minyak yang tinggi bakal berdampak ke inflasi dan daya beli masyarakat.

Barang Konsumen Primer

Pada perdagangan Jumat (15/10), indeks sektor barang konsumen primer ditutup melemah 0,38% di level 733,28.

Saham yang mendorong pelemahan ialah PT Jaya Agra Wattie Tbk. (JAWA) merosot 5,49% ke level Rp155, Kemudian diikuti saham PT Cisadane Sawit Raya Tbk. (CSRA) drop 4,08% ke level Rp376 dan PT Matahari Putra Prima Tbk. (MPPA) turun 3,82% ke level Rp630.      

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total nilai ekspor Indonesia pada September 2021 mencapai US$20,6 miliar mtm atau mengalami penurunan 3,84%. penurunan terbesar terjadi di sektor migas, yakni 12,56% mtm. Sektor non migas mengalami penurunan yang lebih rendah, yakni 3,38% mtm.

Kinerja ekspor nonmigas terkoreksi relatif lebih rendah karena sejumlah komoditas mengalami kenaikan harga. Beberapa yang mengalami peningkatan di antaranya batu bara, alumunium, minyak kernel, dan kelapa sawit.

Barang Konsumen Non-Primer

Pada penutupan perdagangan Jumat (15/10), indeks sektor barang konsumen non-primer ditutup melemah 0,17% ke level 837,54.

Pelemahan sektor ini dipimpin oleh saham PT Panca Anugrah Wisesa Tbk. (MGLV) anjlok 8,55% ke level Rp214, diikuti saham PT Gema Grahasarana Tbk. (GEMA) merosot 6,81% ke level Rp356 dan saham PT Esta Multi Usaha Tbk. (ESTA) drop 6,67% ke level Rp140.

Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini, dari 3,9% menjadi 3,2%.

Pemangkasan proyeksi tersebut dilakukan sejalan dengan perekonomian Indonesia yang diperkirakan melambat akibat implementasi kebijakan PPKM Darurat/Level 4.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) melaporkan hasil survei kegiatan dunia usaha dan Prompt Manufacturing Index (PMI) BI kuartal III/2021. BI mencatat, kegiatan usaha kuartal III/2021 mengalami perlambatan, tercermin dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) yang tercatat sebesar 7,58%, lebih rendah dari 18,98% pada kuartal II/2021.

Perlambatan kinerja terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor industri pengolahan di tengah kebijakan pembatasan mobilitas.

Kesehatan

Pada Jumat (15/10) indeks sektor kesehatan ditutup melemah 0,47% ke level 1.354,81.

Pelemahan sektor ini dipimpin oleh PT Mtro Healtcare Indonesia Tbk. (CARE) turun 2,93% ke level Rp464, lalu diikuti PT Siloam International Hospitals Tbk. (SILO) melemah 2,22% ke level Rp8.800 dan PT Tempo Scan Pacific Tbk. (TSPC) terkoreksi 1,70% ke level Rp1.445.

Sinkronisasi regulasi dinilai masih menjadi ganjalan rendahnya investasi di sektor alat kesehatan dalam negeri. Menurut Gabungan Perusahaan Alat-Alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab), realisasi investasi dalam 2 tahun terakhir mencapai Rp500 miliar, dan rencananya akan mencapai Rp1,7 triliun untuk 2 tahun mendatang.

Selain itu, kolaborasi pengusaha alat kesehatan dan akademisi diharapkan dapat mengerek arus investasi yang lesu di sektor tersebut.

Gakeslab belum lama ini bekerja sama dengan Indonesian Medical Education and Research Institute (IMERI), dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) untuk memacu laju penelitian dan pengembangan.

Ketua Gakeslab Sugihadi mengatakan selain dengan UI, pihaknya juga menggandeng 10 universitas lain di Indonesia. Adapun dengan IMERI, Gakeslab telah membentuk techno park bertajuk Imega (IMERI-Gakeslab).

Barang Baku

Indeks sektor barang baku pada penutupan perdagangan Jumat (15/10) ditutup di zona hijau dengan penguatan 0,66% ke level 1.194,38.

Penguatan sektor ini didorong oleh saham PT Surya Esa Perkasa Tbk. (ESSA) melejit 16,13% ke level Rp360. Diikuti saham PT Bintang Mitra Semestaraya Tbk. (BMSR) melesat 9,62% ke level Rp171 dan saham PT Toba Pulp Lestari Tbk. (INRU)) naik 8,76% ke level Rp745.

Asosiasi industri baja menyatakan belum akan terdampak kebijakan pajak karbon yang dikenakan pemerintah mulai tahun depan. Menurut Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA), selain menjadi instrumen pengendalian emisi, pajak karbon dalam praktiknya merupakan strategi perdagangan antarnegara.

Jika pajak karbon di Indonesia juga dibebankan sebagai biaya tambahan impor, kebijakan itu berpotensi memberi dampak positif bagi sejumlah industri dalam negeri, salah satunya baja.

Perindustrian

Pada penutupan perdagangan Jumat (15/10), sektor perindustrian melemah 0,18% ke posisi 1.117,03

Beberapa saham terpantau mengalami pelemahan ialah saham PT Communication Cable Systems Indonesia Tbk (CCSI) merosot 4,50% ke level Rp530. lalu PT Arkha Jayanti Persada Tbk (ARKA) drop 3,57% ke level Rp54  dan  PT Ladangbaja Murni  Tbk (LABA) turun 2,73% ke level Rp214.

Kinerja industri pengolahan pada kuartal III/2021 tercatat mengalami penurunan dan masuk ke zona kontraksi. Bank Indonesia (BI) mencatat, Prompt Manufacturing Index (PMI) BI pada kuartal III/2021 sebesar 48,75%, lebih rendah dari 51,45% pada kuartal II/2021.

Menurut Center of Law and Economic Studies (CELIOS), kontraksi PMI-BI pada periode tersebut tidak hanya disebabkan oleh implementasi kebijakan PPKM Darurat/Level 4, tetapi juga karena adanya disrupsi rantai pasok global. Misalnya, produksi industri otomotif di banyak negara mengalami penurunan karena krisis chip.

Di samping itu, penurunan kinerja industri manufaktur juga disebabkan karena ada indikasi krisis energi global. Sejumlah perusahaan harus menurunkan kapasitas produksinya, atau bahkan menghentikan aktivitas produksinya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Aprilian Hermawan

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.