Taipan Gula UEA Bakal Masuk RI, Preseden Positif Masa Depan PMA

Al Khaleej Sugar Co asal Dubai, UEA melirik investasi di bidang pabrik gula terintegrasi di Indonesia, salah satunya mengembangkan fabrikasi etanol dari gula. Etanol tersebut pun diharapkan dapat menjadi sumber bahan bakar alternatif.

Gajah Kusumo, Reni Lestari & Iim Fathimah Timorria

3 Nov 2021 - 17.44
A-
A+
Taipan Gula UEA Bakal Masuk RI, Preseden Positif Masa Depan PMA

Pabrik gula milik Al Khaleej Sugar Co/dok Al Khaleej Sugar Co

Bisnis, DUBAI — Indonesia bakal ketiban investasi kelas kakap di industri pergulaan, sejalan dengan rencana Al Khaleej Sugar Co untuk mengembangkan pabrik-pabrik gula dan etanol di Tanah Air.

Terkait dengan hal itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita berharap penanaman modal perusahaan gula asal Dubai itu bakal menjadi pelatuk industri gula nasional yang lebih efisien pada masa depan.

Sayangnya, dia tidak mengungkapkan potensi nilai investasi ke industri pergulaan nasional dari korporasi Uni Emirat Arab itu.

“Kebetulan saya baru saja bertemu dengan Al Khaleej Sugar Co, dengan owner-nya langsung untuk belajar bagaimana men-develop pabrik-pabrik gula di Indonesia,” katanya di sela kunjungan ke Paviliun Indonesia dalam perhelatan World Expo 2020 Dubai, Selasa (2/11/2021).

Menurut Agus, Al Khaleej Sugar Co melirik investasi di bidang pabrik gula terintegrasi di Indonesia, salah satunya mengembangkan fabrikasi etanol dari gula. Etanol tersebut pun diharapkan dapat menjadi sumber bahan bakar alternatif.

Rencana tersebut sejalan dengan tren pengurangan emisi karbon membuat sejumlah negara memutar otak untuk mencari sumber energi yang lebih bersih.

Negara-negara seperti Australia, Amerika Serikat, dan Filipina sendiri telah mengembangkan etanol dalam jumlah besar sebagai alternatif bahan bakar fosil.

Pemanfaatan etanol dalam energi baru dan terbarukan menjadi satu alternatif untuk pengurangan gas emisi karbon dari sektor transportasi.

Selain sebagai bahan bakar, lanjutnya, etanol gula dapat dimanfaatkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap gula rafinasi.

“Dalam konteks ini, impor gula bisa ditekan dan bahkan ke depan berpeluang berkurang sekitar 750.000 ton per tahun.” ungkapnya.

Untuk diketahui, pemerintah mengalokasikan impor gula mentah (GM) untuk gula kristal rafinasi (GKR) sebanyak 3,1 juta ton. Dari jumlah tersebut, 1,9 juta ton dialokasikan untuk semester I/2021 dan 1,2 juta ton untuk paruh kedua tahun berjalan.

Sejalan dengan rencana investasi industri gula dari Dubai, pemerintah pun berkeinginan untuk menjadikan industri gula nasional dapat menerapkan teknologi Industri 4.0 dan lebih lebih ramah terhadap lingkungan.

Melalui teknologi Industri 4.0 atau digitalisasi, kata Agus, akan terjadi efisiensi yang pada gilirannya akan memberi nilai tambah bagi produk-produk Indonesia, termasuk gula.

“Jadi kita ingin salah satu caranya untuk mengupayakan tidak ada lagi impor gula. Tidak lagi impor karena dengan populasi yang semakin tinggi, demand dari gula, bukan hanya populasi tapi keinginan utk merasakan gula bagi penduduk Indonesia, makin tinggi.”

Salah satu caranya selain farming atau menyiapkan lahan-lahan tebu, Indonesia juga harus mendorong adanya digitalisasi dalam industri gula itu sendiri.

“Saat ini, Siemens sudah lebih dahulu melakukan penilaian terhadap seluruh pabrik gula di Indonesia, terutama dari sisi teknologi yang tepat [efisien], seperti apa,” tambah Agus.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di sela-sela kunjungan ke Paviliun Indonesia dalam gelaran World Expo 2020 Dubai, Selasa (2/11/2021)./Istimewa

KEMITRAAN UEA

Pada perkembangan lain terkait dengan kerja sama ekonomi dan investasi antara Indonesia dan Uni Emirat Arab (UEA), pemerintah kedua negara tenganh mengebut perundingan putaran kedua Indonesia-United Arab Emirates Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-UAE CEPA).

Perundingan berlangsung secara hibrida pada 28—30 Oktober 2021 di Dubai.

Delegasi Indonesia dipimpin Direktur Perundingan Bilateral Kementerian Perdagangan Ni Made Ayu Marthini. Sementara Delegasi UEA dipimpin Assistant Undersecretary International Trade Affairs Sector Ministry of Economy of UAE Juma Al Kait.

Adapun, seluruh cakupan isu perundingan dibahas dalam putaran kedua ini. Isu perundingan mencakup perdagangan barang, perdagangan jasa, ketentuan asal barang, prosedur kepabeanan dan fasilitasi perdagangan, investasi, ekonomi islam, dan kerja sama ekonomi.

Isu hak kekayaan intelektual, pengadaan barang dan jasa pemerintah, hukum dan isu kelembagaan turut dibahas dalam perundingan kali ini.

Meski IUAE-CEPA baru diluncurkan awal September 2021, Made Marthini mengungkapkan bahwa perundingan pada putaran ini telah mencapai kemajuan yang positif.

Terutama untuk isu kepabeanan dan fasilitasi perdagangan, kerja sama ekonomi dan usaha kecil dan menengah, ekonomi islam, serta dagang-el.

“Kedua delegasi memahami arti penting IUAE-CEPA, yang diharapkan dapat mendorong kemitraan antara kedua negara yang lebih luas, dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi, terutama paska COVID-19,” ujar Made.

Untuk lebih mendorong kemajuan perundingan dan mencapai target penyelesaian yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan masing-masing, kedua delegasi sepakat untuk melaksanakan pertemuan intersesi sebelum pelaksanaan putaran ketiga yang menurut rencana diadakan pada Januari 2022.

Total perdagangan Indonesia–UEA pada 2020 tercatat sebesar US$2,93 miliar. Nilai ekspor Indonesia ke sebesar US$1,24 miliar dan impor Indonesia dari UEA sebesar US$1,68 miliar.

Sementara itu, pada periode Januari–Agustus 2021, total perdagangan kedua negara tercatat US$2,42 miliar, dengan nilai ekspor Indonesia sebesar US$1,12 miliar dan impor sebesar US$1,29 miliar.

Komoditas ekspor utama Indonesia ke UEA antara lain minyak sawit, perhiasan, tabung dan pipa besi, mobil dan kendaraan bermotor, serta kain tenun sintetis.

Adapun, komoditas impor utama Indonesia dari UEA di antaranya produk setengah jadi besi atau baja, hidrokarbon acyclis, aluminium tidak ditempa, logam mulia koloid, dan polimer propilena.

TANTANGAN DOMESTIK

Dari dalam negeri, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menekankan pentingnya aturan turunan Undang-Undang No. 11/2020 tentang Cipta Kerja untuk mengikuti semangat beleid induknya agar investasi asing dapat berjalan dengan lancar.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan UU Cipta Kerja, yang telah mendorong masuknya investasi asing ke Indonesia, berpeluang menghambat arus modal jika aturan turunannya kontraproduktif.

"Semangat dari undang-undangnya sudah benar, cuma nanti implementasinya akan ada tambahan yang aneh-aneh," katanya saat dihubungi, Rabu (3/11/2021).

Hariyadi melanjutkan faktor kontrol oleh pelaku usaha menjadi penting dalam menghalau regulasi yang menyulitkan investasi.

Dia juga mendorong pengusaha dan asosiasi untuk mengkritisi kebijakan dan regulasi pemerintah yang dinilai menyimpang dari upaya penyederhanaan birokrasi untuk mendulang investasi.

Dia mencontohkan, di sektor pariwisata, aturan sertifikasi kebersihan, kesehatan, keamanan, dan kelestarian lingkungan (CHSE) tumpang tindih dengan sertifikasi usaha pariwisata. Hal itu dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk memperjualbelikan sertifikat CHSE.

Dia mengatakan praktik-praktik semacam itu masih terjadi di lapangan hingga kini dan patut diantisipasi agar tidak menghalangi aliran investasi.

"Masih ada upaya-upaya yang tidak sejalan dengan Undang-Undang Cipta Kerja, dan harus ada pihak-pihak yang meng-counter hal seperti itu," kata Hariyadi.

Berdasarkan catatan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi pada sepanjang Januari-September 2021 sebesar Rp659,4 triliun atau tumbuh 7,8 persen secara year on year (YoY).

Adapun, penanaman modal asing (PMA) pada periode tersebut tercatat sebesar Rp331,7 triliun atau tumbuh 9,9 persen secara  YoY.

Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan pemerintah perlu fokus pada sektor-sektor unggulan dalam menarik investasi asing ke dalam negeri.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Bobby Gafur Umar mengatakan, selain pergulaan, salah satu yang patut dibidik adalah industri crude palm oil (CPO) dan turunannya.

Wacana penyetopan ekspor CPO harus dibarengi dengan pemberian insentif yang mampu memacu penghiliran industri.

Sementara itu, dari sisi daya dukung, menurutnya pemerintah sudah cukup memberikan relaksasi terutama melalui Undang-Undang Cipta Kerja.

"Investasi Indonesia sudah menarik, biaya logistik semakin menurun engan integrasi antara pelabuhan. Jadi sekarang tinggal industri apa yang paling bisa menjadi proritas dan unggulan," kata Bobby.

Bobby berharap masuknya investasi asing bukan hanya dalam bentul modal, tetapi juga transfer teknologi sehingga nilai tambahnya ada di dalam negeri.

Sementara itu, terkait momentum krisis energi di berbagai belahan dunia, Bobby memandang dalam jangka pendek hal itu diprediksi belum akan berdampak signifikan pada relokasi investasi ke Indonesia. Penyebabnya, kondisi kelangkaan batu bara kemungkinan hanya bersifat sementara.

"Menurut saya krisis energi terutama batu bara masih situasional, masih short term," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.