kredit 

Pada dua bulan terakhir ini, nadi perekonomian nasional berdenyut semakin baik. Pergerakan masyarakat kembali semarak.
Kita bersyukur hal ini tak lepas dari penanganan pandemi Covid-19 yang semakin baik, diiringi pelaksanaan program vaksinasi yang optimal.
Ekonomi yang kembali bergerak lebih cepat turut berdampak positif terhadap industri perbankan.
Di mana uang bergerak, di situ pula hadir peran perbankan. Permintaan dana bank dan pencairan kredit pun mulai naik.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat fungsi intermediasi perbankan pada Oktober 2021 menunjukkan tren peningkatan, dengan pertumbuhan kredit sebesar 3,24% secara tahunan atau 3,21% sepanjang tahun berjalan.
Sektor manufaktur dan rumah tangga masih menjadi motor penggerak laju kredit bank, dengan masing-masing tumbuh sebesar Rp5,3 triliun dan Rp8,8 triliun
Sementara itu, implementasi program restrukturisasi kredit yang selama pandemi Covid-19 menjadi upaya membantu nasabah peminjam, hingga Oktober 2021 telah mencapai Rp714,02 triliun kepada 4,4 juta debitur.
Realisasi tersebut tercatat turun jika dibandingkan dengan data restrukturisasi kredit per September 2021 yang mencapai Rp738,8 triliun untuk 4,6 juta debitur.
Sektor perdagangan dan manufaktur menunjukkan perbaikan dengan pergerakan masing-masing sebesar -23,1 % dan -35,9 % secara tahunan per Oktober 2021.
Tren indikator fungsi intermediasi perbankan yang terus membaik ini diharapkan dapat terus berlanjut.
Para bankir tentu tidak boleh lengah dan tetap mewaspadai sejumlah tantangan bagi industri perbankan di sisa akhir tahun ini dan tahun-tahun selanjutnya.
Saat ini, kesenjangan yang jauh antara pertumbuhan kredit yang 3,24% dengan raupan dana pihak ketiga (DPK) yang tumbuh sebesar 9,44% secara tahunan, berpotensi menurunkan profitabilitas industri perbankan.
Selain itu, potensi kredit bermasalah dan pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) akibat dari restrukturisasi kredit, yang mengalami pemburukan harus menjadi perhatian utama para bankir.
Daya tahan perbankan dalam menyerap dan menopang restrukturisasi kredit juga akan menjadi hal yang terus dicermati.
Penurunan baki restrukturisasi kredit harus diiringi langkah bankir untuk tetap konsisten membentuk pencadangan.
Hal ini agar bank nanti memiliki buffer yang cukup apabila kolektibilitas debitur restrukturisasinya memang harus dikategorikan sebagai kredit bermasalah.
Dari sisi makro, para bankir juga harus tetap mewaspadai tantangan lain seperti ketidakpastian penyelesaian pandemi Covid-19, dan ekspektasi tapering off The Fed seiring dengan pemulihan ekonomi Amerika Serikat.
Selain itu, kondisi pasar keuangan yang mengalami volatilitas tinggi dan potensi risiko berakhirnya kebijakan stimulus fiskal untuk pemulihan perekonomian, harus menjadi landasan perhatian para bankir.
Skala usaha dan efisiensi perbankan masih rendah karena struktur industri perbankan nasional didominasi oleh bank berskala kecil. Hal ini pun membuat daya saing bank belum optimal.
Kita juga berharap pelaksanaan fungsi dan peran pengaturan, pengawasan dan perizinan oleh otoritas agar lebih agile, adaptif, dan mampu mendukung ekosistem perbankan.
Di sisi lain, pemerintah juga perlu melanjutkan kebijakan stimulus dan insentif pada tahun depan untuk memacu kontribusi dunia usaha terhadap pemulihan ekonomi nasional.
Dengan dukungan stimulus dan insentif, sejumlah sektor usaha di antaranya perkebunan, kimia dan farmasi, hortikultura, tanaman pangan, pengolahan tembakau, makanan-minuman, kayu dan furnitur, kertas, serta pertambangan logam, siap menyerap kredit perbankan.
Tentu kita optimistis geliat kredit bank pada tahun depan akan semakin dapat diharapkan guna mengakselerasi pemulihan ekonomi di Tanah Air.

Skala usaha dan efisiensi perbankan masih rendah karena struktur industri perbankan nasional didominasi oleh bank berskala kecil. Hal ini pun membuat daya saing bank belum optimal.

TAJUK : Menanti Geliat Kredit Perbankan

Pemerintah tengah membentuk Indonesia Tourism Fund atau dana abadi pariwisata. Penyusunan Peraturan Presiden (Perpres) tengah dilakukan untuk membentuk lembaga dan tata kelola dana abadi pariwisata. Adapun alokasi dana pariwisata mencapai Rp2 triliun.

Polemik Rencana Pungutan Iuran Pariwisata dari Tiket Pesawat

Tak hanya di dalam negeri, Medco juga bermanuver di beberapa negara seperti Malaysia, Thailand, Oman, Yaman, Meksiko, Libya, dan Tanzania, dengan aktif menanamkan investasinya di sejumlah proyek migas.

Manuver Medco Energi (MEDC) Lepas Ophir Vietnam kepada Bitexco

Diskusi tahap awal disebut telah dimulai dengan rencana pembelian saham minoritas dengan nilai sekitar US$1,1 miliar atau setara dengan Rp17,88 triliun (asumsi kurs Rp16.247 per dolar AS).

Abu Dhabi Islamic Bank Tergoda Akuisisi 15% Saham BSI (BRIS)

Dua dari 15 proyek hulu migas yang ditargetkan berproduksi pada tahun ini adalah proyek strategis gas Bronang Field dan minyak Forel Field yang dikelola oleh PT Medco Energi Internasional Tbk.

Langkah Agresif Pemerintah Memacu Lifting Migas, Proyek MEDC Ditagih

Investasi Apple di Indonesia terbilang kecil, karena nilainya masih jauh dibandingkan dengan di Vietnam. Kendati demikian, pemerintah terus berupaya agar Apple mau berinvestasi lebih terutama hingga membuat pabrik di Indonesia.

Fakta Investasi Apple Rp1,6 Triliun di Indonesia

Rencana iuran pariwisata ini akan dibebankan pada tiket pesawat menimbulkan polemik. Pasalnya, harga tiket pesawat domestik saat ini terbilang mahal. 