Tak Jemawa, Target Industri Multifinance Tahun Ini Masih Moderat

Industri multifinance sudah mulai mencatat kenaikkan piutang pembiayaan seiring melonjaknya harga komoditas. Meski begitu, sejumlah faktor masih menghalangi industri pembiayaan tersebut untuk bertumbuh pada tahun ini.

5 Mei 2021 - 03.35
A-
A+
Tak Jemawa, Target Industri Multifinance Tahun Ini Masih Moderat

Ilustrasi, multifinance./Istimewa

Bisnis, JAKARTA - Industri multifinance akhirnya bisa bernafas lega. Setelah setahun lebih tertekan pandemi corona.

Industri tersebut akhirnya bisa mencatatkan pertumbuhan nilai aset piutang pada Maret 2021. Berdasarkan statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai piutang pembiayaan netto pada Maret 2021 mencapai Rp 363,7 triliun.

Nilai tersebut naik 0,25 persen (month to month/mtm) dibandingkan Februari 2021 sebesar Rp 362,79 triliun. Meskipun kenaikkannya tipis, namun hal itu menunjukkan bisnis multifinance bisa kembali positif.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan kenaikkan nilai piutang disebabkan meningkatnya pembiayaan alat berat. Hal itu terjadi karena harga komoditas yang tengah melonjak tajam.

"Batu bara naik, CPO [crude palm oil] naik, jadi pemain sudah mulai berani lagi genjot investasi lewat pembiayaan alat berat," kata Suwandi kepada Bisnis, Selasa (4/5/2021).

Maka tak heran jika piutang pembiayaan investasi bisa meningkat 0,54 persen (mtm) menjadi Rp 108,87 triliun. Selain itu, piutang pembiayaan modal kerja melonjak 4,59 persen menjadi Rp 26,6 triliun.

Meski begitu, piutang pembiayaan multiguna masih turun 0,43 persen (mtm) menjadi Rp 216,77 triliun. Padahal piutang pembiayaan multiguna menyumbang nilai piutang terbesar.

"Walaupun ada relaksasi PPnBM, secara produksi mobil sendiri masih belum bisa penuh orangnya, cuma boleh 50 persen. Jadi mengejar produksi kendaraan masih susah, sehingga supply masih kurang, stok terbatas," ujar dia.

 

 Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno (kanan) memberikan paparan dalam konferensi pers Fidusia dan Penerapannya di Jakarta, Rabu (5/9/2018). - JIBI/Felix Jody Kinarwan

​Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno (kanan) memberikan paparan dalam konferensi pers Fidusia dan Penerapannya di Jakarta, Rabu (5/9/2018). - JIBI/Felix Jody Kinarwan


Akibat piutang pembiayaan multiguna yang masih turun, capaian nilai piutang 173 perusahaan multfinance per Maret 2021 pun tercatat anjlok 19,61 persen secara tahunan (year on year/yoy). Pada Maret 2020,  nilai piutang industri pembiayaan mencapai Rp 452,47 triliun.

Industri multifinance memang kesulitan mempertahankan nilai piutang selama setahun terakhir. Itu lantaran ada sejumlah faktor yang terus menekan industri tersebut.

Salah satunya yaitu debitur eksisting memilih keluar dari pembiayaan setelah pandemi corona. Mereka merasa tak kuat membayar cicilan ke depan.

Selain itu, turunnya daya beli menyebabkan nilai pembiayaan baru (booking) anjlok. Di sisi lain, lesunya aktivitas perekonomian dan industri telah berdampak pada turunnya kredit bernilai besar.

Sejumlah perusahaan pembiayaan juga menekan habis atau bahkan menghentikan layanan pembiayaan baru. Hal itu untuk mencegah risiko kredit macet debitur.

Dengan kondisi tersebut, Suwandi masih optimistis industri multfinance bisa pulih tahun ini. Biarpun dia hanya memasang target yang moderat tahun ini.

Dia pun mematok aset piutang pembiayaan industri multifinance tahun ini bisa mencapai Rp 388 triliun. Angka tersebut meningkat 5 persen dari capaian akhir tahun lalu sebesar Rp 369,75 triliun.

"Kita lihat nanti di pertengahan tahun, apabila terus membaik, nanti kita akan update lagi," kata dia.


Perusahaan Multifinance Mulai Cari Pendanaan

Meskipun target industri multifinance tahun ini cukup moderat, namun sejumlah perusahaan mulai agresif mencari pendanaan. Sebut saja Indomobil Finance Indonesia (IMFI) yang  baru saja mendapat pinjaman indikasi ke-11 dari 12 bank luar negeri dan dalam negeri.

IMFI menandatangani pinjaman sindikasi sebesar US$ 270 juta atau sekitar Rp 3,91 triliun (asumsi kurs Rp 14.500) pada Selasa (4/5/2021). Pinjaman tersebut berasal dari tujuh negara berbeda, yaitu Singapura, Malaysia, Korea, Jepang, Taiwan, China, dan Indonesia.

Vice Chairman of Executive Board IMFI, Gunawan Effendi, pada wal 2021 mengatakan sentimen pasar pembiayaan dari industri multifinance mulai membaik. Dengan begitu, perbankan mulai berani menggelontorkan dana ke industri pembiayaan.

Adapun jumlah pinjaman sindikasi yang telah diperoleh IMFI dari pertama hingga ke-10 mencapai US$ 1,87 miliar. Sedangkan jumlah pinjaman sindikasi yang telah dilunasi hingga 31 Maret 2021 mencapai US$ 1,43 miliar atau sekitar 76,25 persen.


​Karyawan melayani nasabah di kantor PT BFI Finance Indonesia, Serpong, Tangerang Selatan, Senin(6/3). - JIBI/Endang Muchtar


Ada pula PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFI Fiannce) yang mencari pendanaan seiring pertumbuhan penyaluran pembiayaan. Finance Director BFI Finance Sudjono mengatakan pihaknya menerbitkan Obligasi Berkelanjutan V BFI Finance Indonesia senilai Rp 600 miliar.

Masa penawaran sudah dimulai sejak 26 April 2021 dan berakhir pada 5 Mei 2021. Adapun perkiraan tanggal efektif pada 18 Mei 2021 dan dilanjutkan dengan masa penawaran umum pada 20-21 Mei 2021.

Obligasi tersebut rencananya akan dibagi menjadi dua, yaitu Seri A dan Seri B. Namun, dalam prospektus belum disebutkan nilai dan kupon masing-masing sering.

Namun yang jelas, BFI mematok bunga obligasi dibayarkan setiap 3 bulan sejak tanggal emisi. Itu berarti pembayaran bunga pertama akan dilakukan pada 25 Agustus 2021.

Sedangkan pembayaran bunga terakhir sekaligus jatuh tempo pada 5 Juni 2022 untuk Seri dan 25 Mei 2024 untuk Seri B. "Pemesanan pembelian obligasi harus dilakukan dalam jumlah sekurang-kurangnya senilai Rp 5 juta atau kelipatannya.

Persero telah memperoleh hasil pemeringkatan dari Fitch Rating Indonesia dalam rangka penerbitan obligasi tersebut. BFI mendapatkan peringkat A+ (idn) (Single A Plus). Perusahaan juga telah menunjuk pelaksana emisi obligasi, yaitu BNI Sekuritas, BRI Danareksa Sekuritas, DBS Vickers Sekuritas Indonesia, Mandiri Sekuritas, dan Trimegah Sekuritas Indonesia. Sedangkan BNI menjadi wali amanat. (repoter: Aziz Rahardyan & Annisa Sulistyo Rini)

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar