Tarif PCR Diminta Turun Jadi Rp300.000, Berapa Harga Sebenarnya?

Instruksi Presiden yang meminta harga tes PCR kembali turun, bahkan bisa di kisaran Rp300.000, malah menimbulkan tanda tanya, berapa sebenarnya harga keekonomian untuk tes PCR ini? Kalau memang harga tes PCR bisa turun menjadi Rp300.000, kenapa baru sekarang pemerintah melakukannya?

Tim Redaksi

26 Okt 2021 - 13.20
A-
A+
Tarif PCR Diminta Turun Jadi Rp300.000, Berapa Harga Sebenarnya?

Petugas melakukan tes usap atau PCR test virus Covid-19 di Genomik Solidaritas Indonesia (GSI), Jakarta, Rabu (12/8/2020). GSI Lab melakukan tes usap Covid-19 secara walk thru, ride thru, dan drive thru. Bisnis - Hendri T. Asworo

Bisnis,  JAKARTA — Presiden Joko Widodo kembali menginstruksikan agar tarif tes usap polymerase chain reaction (PCR) di Indonesia turun menjadi Rp300.000. Permintaan penurunan harga tes PCR ini tentu disambut gembira oleh banyak pihak karena dinilai akan meringankan beban masyarakat.

Di sisi lain, instruksi Presiden yang meminta harga tes PCR kembali turun, bahkan bisa di kisaran Rp300.000, malah menimbulkan tanda tanya, berapa sebenarnya harga keekonomian untuk tes PCR ini? Kalau memang harga tes PCR bisa turun menjadi Rp300.000, kenapa baru sekarang pemerintah melakukannya?

Sebelumnya, harga tes PCR di Indonesia mencapai Rp900.000, bahkan di sejumlah tempat dan daerah bisa di atas Rp1 jutaan.

Kemudian, tak berselang lama setelah berita tentang perbandingan harga tes PCR di India dan Indonesia yang berselisih jauh beredar luas, Presiden Joko Widodo pada pertengahan Agustus 2021 menginstruksikan agar batas tarif tertinggi untuk tes PCR diturunkan ke kisaran Rp450.000—Rp550.000.

Instruksi itu langsung ditindaklanjuti oleh Kementerian Kesehatan, dengan menerbitkan Surat Edaran No HK.02.02/I/2845/2021 tentang Batas Tarif Tertinggi Pemeriksaan Reserve Transcrption Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). SE itu mengatur tentang tarif tertinggi pemeriksaan PCR di Jawa dan Bali Rp495.000 dan di luar Jawa dan Bali Rp525.000.

Polri juga menegaskan akan menindak tegas laboratorium klinik atau RS swasta yang melanggar ketentuan tarif tersebut.

Kini, perdebatan soal tarif tes PCR kembali mencuat, ketika dikeluarkannya kebijakan baru yang mewajibkan semua penumpang pesawat menyertakan hasil negatif tes PCR untuk melakukan perjalanan dengan transportasi udara.

Berbagai kritikan dan penolakan kembali memanas, dari masyarakat hingga pekerja bandara. Aturan wajib PCR bagi penumpang pesawat dinilai sebagai kebijakan yang diskriminatif, mengingat syarat wajib tersebut tidak berlaku untuk penumpang yang menggunakan transportasi lain.

Belum lagi, harga tes PCR terutama di luar Jawa-Bali yang masih lebih tinggi dibandingkan dengan harga tiket pesawat. Tarif tes RT-PCR di Indonesia dinilai masih terlampau tinggi sehingga masih perlu penyesuaian kembali agar makin terjangkau.

Namun, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa kebijakan tersebut diberlakukan karena penyebaran virus akan makin meningkat seiring dengan tingginya mobilitas masyarakat.

"Sekali lagi saya tegaskan, kita belajar dari banyak negara yang melakukan relaksasi aktivitas masyarakat dan protokol kesehatan, kemudian kasusnya meningkat pesat meski vaksinasinya jauh tinggi dibandingkan Indonesia," ujarnya dalam konferensi pers, dikutip dari YouTube Setpres, Senin (25/10/2021).

Luhut mengatakan Presiden juga meminta harga tes PCR turun menjadi Rp300.000 dan berlaku selama 3x24 jam untuk perjalanan pesawat.

Selain itu, sambungnya, secara bertahap penggunaan PCR akan diterapkan pada moda transportasi lainnya selama masa libur Natal dan tahun baru (Nataru).

Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan saat melakukan konferensi pers evaluasi PPKM Darurat Jawa-Bali, Sabtu (17/7/2021). - zoom meeting

Antisipasi ini harus dilakukan mengingat pada tahun lalu, mobilitas masyarakat di Jawa dan Bali tetap meningkat meskipun syarat penerbangan ke Bali menggunakan tes PCR.

“Kami mendapatkan banyak sekali masukan dan kritik dari masyarakat terkait dengan kebijakan PCR ini, bahwa mengapa kasus sudah turun dan level PPKM juga sudah turun, justru diterapkan kebijakan PCR untuk pesawat,” imbuhnya.

Kembali pada tarif tes PCR, Epidemiolog UI Pandu Riono pernah mengungkapkan bahwa pemerintah semestinya bisa menekan biaya tes Covid-19 menjadi paling termurah, untuk tracing yang lebih meluas.

Dia mengatakan semisal untuk tes Covid-19 dengan metode PCR berdasarkan eCatalogue bisa ditekan hingga Rp150.000, sedangkan untuk biaya tes cepat antigen harganya bisa ditekan hingga Rp70.000.

Dia memaparkan, untuk satu dus tes antigen berisi 25 tes. Satu Dus Tes PCR berisi 100 tes. "Jadi kenapa bisa terjadi harga kemahalan, walaupun sudah diprotes, karena banyak yang diuntungkan dan tidak ada pengawasan yang ketat dari regulator," paparnya.

Berkaca pada kebijakan sebelumnya terkait dengan penurunan harga tes PCR menjadi paling tinggi Rp525.000, ketika itu sejumlah pihak menyampaikan keberatan lantaran ketentuan tarif maksimal itu diberlakukan mendadak.

Presiden Direktur PT Pramita (Laboratorium Klinik Pramita) Sarno Eryanto, salah satunya. Ketika itu, dia mengungkapkan bahwa pihaknya tak sanggup apabila diminta menurunkan tarif tes RT-PCR secara tiba-tiba. Pasalnya, komponen tes tersebut sudah terlanjur didatangkan dengan harga pembelian yang menyesuaikan ketentuan tarif maksimal sebelumnya.

“Kami sendiri mengambil produk impor dari AS [Amerika Serikat] dengan harga lama. Kalau dipaksakan [dengan tarif baru] tentunya rugi besar. Itu belum termasuk APD [alat pelindung diri] dan insentif vitamin dan susu untuk petugas agar tetap sehat,” katanya, Kamis (19/8/2021) dalam sebuah diskusi publik.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Ikatan Laboratorium Kesehatan Indonesia (ILKI) Purwanto menyebutkan pemerintah seharusnya melihat kemampuan fasilitas kesehatan dalam menentukan tarif maksimal layanan kesehatan, termasuk tes usap RT-PCR. Sudah sepatutnya, biaya satuan (unit cost) minimal dijadikan acuan dalam penentuan tersebut.

"Di laboratorium terdapat harga normal yang menjadi batas bawah harga alat kesehatan," ujarnya.

Purwanto menilai ketentuan baru tarif maksimal tes usap RT-PCR perlu dikaji agar tak bertentangan dengan standar laboratorium yang baik seperti diatur dalam Permenkes No. 43/2010 tentang Pusat Pelayanan Kesehatan.

Dia juga tak ingin kualitas tes tersebut nantinya diturunkan oleh beberapa laboratorium demi menekan harga.

"Praktik laboratorium tetap harus sesuai dengan standar good laboratory tidak tergerus oleh mekanisme pasar, termasuk penurunan harga. [Tarifnya] murah tetapi tidak asal murah, harus optimal dan hasilnya benar-benar bisa dijamin,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia (PDS PatKlin) Aryati menyebut tarif tes usap RT-PCR tidak bisa diturunkan sembarangan. Pasalnya, hal tersebut akan berimplikasi pada penurunan kualitas dan standar keamanan di laboratorium.

“Bukan berarti tidak mau [menurunkan harga], tetapi kami mempertimbangkan safety dan kualitasnya. Jangan sampai nanti karena tarifnya diturunkan APD untuk petugas juga turun [kualitasnya] atau malah dipakai berulang-ulang,” tuturnya.

Menurut Aryanti, pemerintah seharusnya memberikan penjelasan mengenai penentuan tarif maksimal tes usap RT-PCR melalui tiga tahapan, yakni pra analitik, analitik, dan pascaanalitik. Pasalnya, setiap tahapan membutuhkan biaya masing-masing yang besarannya ditentukan oleh beberapa faktor.

“Ini tentu harus diperhatikan karena ada perbedaan harga. Apakah itu open system atau close system. Kalau open system memang lebih murah tapi tanda petik. Dua hari ini banyak yang menawarkan reagen ke lab-lab dengan harga sangat murah Rp 100.000, tentu kualitasnya dipertanyakan,” ungkapnya.

Di sisi lain, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Pelayanan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir ketika itu mengungkapkan bahwa tarif maksimal tes usap RT-PCR ditentukan berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Adapun, acuan harga komponen yang digunakan adalah harga yang ditawarkan di katalog elektronik (e-katalog) pengadaan barang dan jasa Kemenkes.

“Kami telah memasukkan semua komponen unit cost, mulai dari jasa dokter, jasa laporan, penyusutan mesin PCR, barang habis pakai, reagen, sampai komponen biaya overhead seperti air, administrasi dan listrik. Kita berikan margin profit sekitar 15%,” ujarnya dalam konferensi pers virtual, Senin (16/8/2021).

Tebak-tebak Nasib Perjalanan Udara setelah Tarif PCR Turun

Spanduk bertuliskan harga tes usap polymerase chain reaction (PCR) terpasang di sebuah lokasi penyedia layanan tes Covid-19 di Jakarta, Minggu (15/8/2021). /Antara

Menurut Kadir, sudah seharusnya biaya tes usap RT-PCR disesuaikan agar lebih terjangkau karena beberapa komponen, khususnya APD dan reagen harganya sudah jauh lebih murah dibandingkan dengan saat awal pandemi Covid-19 merebak.

“Dulu APD harganya sekitar Rp600.000, sedangkan sekarang sudah turun menjadi Rp120 ribu. Reagen waktu itu juga sangat mahal, sekarang harganya hanya sepertiga dari harga normal,” tuturnya.

Kini, dengan arahan Presiden Jokowi agar harga tes PCR dapat diturunkan menjadi Rp300.000, Kemenkes menyebut sedang mengkaji kemungkinan penurunan harga batas atas tes PCR.

"Saat ini sedang dikaji bersama dengan Satgas, BNPB, Kemkes, Kemenhub dan dilakukan konsultasi dengan berbagai pihak. Baik dengan organisasi profesi, pihak lab, distributor, dan juga auditor pemerintah. Setelah final, akan kami sampaikan," kata Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi dilansir Bisnis.com, Selasa (26/10/2021).

Namun demikian, Abdul Kadir menyebut memang masih ada kemungkinan tarif tertinggi pemeriksaan PCR bisa turun lagi.

"Kenapa harga kita masih segini, karena banyak bahan yang kita pakai masih impor. Salah satu usaha untuk menurunkan lagi [harga PCR] adalah dengan mengusulkan kepada Kementerian Keuangan menghapuskan biaya impor reagen PCR. Kalau misalnya dihapus, bisa kita turunkan lagi," ujar Kadir. 

 

Reportase: Akbar Evandio/Anitana Widya Puspa/Aprianus Doni Tolok/Fitri Sartina Dewi/Mia Chitra Dinisari/Rezha Hadyan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti*

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.