Tenaga IHSG Cenderung Lesu di Desember 2021

Mirae Asset Sekuritas Indonesia merekomendasikan saham pada sektor keuangan, industri, dan telekomunikasi seiring dengan prospek pelemahan IHSG pada bulan Desember 2021.

Lorenzo Anugrah Mahardhika & Dwi Nicken Tari

9 Des 2021 - 19.43
A-
A+
Tenaga IHSG Cenderung Lesu di Desember 2021

Pengunjung melintasi papan elektronik yang menampilkan pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (22/3/2021). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis, JAKARTA — Kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) diperkirakan akan berakhir terbatas pada akhir Desember 2021 ini, kendati efek window dressing kemungkinan besar masih akan terasa. Setelah IHSG menyentuh level all time high belum lama ini, valuasinya tampaknya sudah cukup tinggi.

Martha Christina, Investment Information Team Mirae Asset Sekuritas Indonesia, mengatakan bahwa setelah reli pada bulan November, IHSG akan mengalami konsolidasi pada bulan Desember. Hal tersebut disebabkan oleh kenaikan yang telah terjadi selama beberapa waktu terakhir.

Selain itu, IHSG juga sempat mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah atau all time high pada bulan lalu pada level 6.754. Hal ini membuat valuasi saham-saham turut mengalami kenaikan.

“IHSG sepertinya akan cenderung bergerak terbatas pada bulan ini,” katanya dalam acara Mirae Asset Media Day, Kamis (9/12).

Pada bulan ini, Martha memprediksi target IHSG berada di level 6.591. Level support ditentukan pada kisaran 6.394 hingga 6.480. Sementara itu, level resistance berada di rentang 6.618 hingga 6.687.

Salah satu sentimen yang akan mempengaruhi pergerakan IHSG pada bulan ini adalah kebijakan tapering the Fed. Pelaku pasar tengah menunggu keputusan percepatan program pengurangan pembelian aset dari bank sentral AS tersebut.

Sentimen window dressing dari pelaku pasar juga akan mempengaruhi dinamika pasar pada Desember 2021. Pelaku pasar bersiap memanfaatkan momentum sentimen ini yang umumnya terjadi pada akhir tahun.

Selain itu, pergerakan IHSG sepanjang Desember 2021 juga akan dipengaruhi oleh rilis data ekonomi baik dari dalam maupun luar negeri, serta kelanjutan rilis laporan keuangan emiten yang belum melaporkan kinerjanya untuk kuartal III/2021.

Seiring dengan hal tersebut, Mirae Asset merekomendasikan investor untuk memilih sektor saham yang siklikal dan defensif. Menurutnya, sektor-sektor siklikal akan bergerak menguat seiring dengan prospek pemulihan ekonomi.

Adapun, sektor yang menjadi rekomendasi Mirae Asset adalah perbankan, industri, dan telekomunikasi.

Ia memaparkan, sektor perbankan dapat menjadi pilihan investor seiring dengan kinerja keuangan positif yang dibukukan hingga Oktober 2021. Selain itu, prospek pertumbuhan kredit di bulan November dan Desember juga akan turut mengerek naik laba emiten di sektor ini.

Hingga Oktober 2021, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 0,1 persen secara month-on-month (MoM), atau 3,2 persen year-on-year (YoY). Angka tersebut merupakan pertumbuhan tertinggi sejak April 2020 lalu.

Beberapa rekomendasi saham perbankan dari Mirae adalah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) dengan target harga Rp9.000, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) pada harga Rp8.350, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) pada level harga Rp9.075, serta PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) pada harga Rp5.425.

Mirae Asset juga merekomendasikan sektor industri dengan pilihan PT Astra International Tbk. (ASII) dan PT United Tractors Tbk. (UNTR) dengan target harga Rp30.000.

Salah satu katalis positif yang akan menopang kedua saham ini adalah pertumbuhan penjualan kendaraan bermotor untuk ASII serta kenaikan permintaan alat berat dari sektor pertambangan, konstruksi, dan perkebunan untuk UNTR.

Prospek kedua saham tersebut juga dibantu oleh perpanjangan diskon Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) hingga akhir tahun ini.

Sektor lain yang menjadi pilihan Mirae Asset adalah telekomunikasi. Ia menuturkan, berita merger dan akuisisi yang muncul selama beberapa waktu belakangan membuat saham-saham telekomunikasi semakin atraktif.

“Kabar ini akan berdampak pada efisiensi dan penguatan pada industri telekomunikasi,” imbuhnya.

Selain itu, perkembangan dunia ke arah digitalisasi juga akan mendorong permintaan industri telekomunikasi. Pertumbuhan tersebut akan berimbas positif terhadap kinerja keuangan serta harga saham emiten.

Adapun, Mirae Asset merekomendasikan saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT Indosat Tbk (ISAT), dan PT XL Axiata Tbk (EXCL).

SENTIMEN POSITIF

Kendati bergerak terbatas di akhir tahun ini, IHSG masih berpeluang tumbuh lebih tinggi memasuki tahun 2022 mendatang. Salah satu sentimen positif yang berpotensi mendorong laju IHSG yakni posisi Presidensi G20 yang dipegang Indonesia selama setahun ke depan.

Chief Economist & Investment Strategist Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Katarina Setiawan mengatakan Presidensi G20 Indonesia yang terdiri dari berbagai rangkaian event bakal mampu menambah konsumsi sebesar Rp17 triliun.

“Artinya, ada tambahan ke Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia menjadi Rp8,7 triliun, ini sudah diperhitungkan oleh Menko Perekonomian,” kata Katarina, Selasa (9/12).

Selain itu, dengan posisi Indonesia sebagai ketua sidang G20 pada 2022 nanti juga membuat Indonesia dapat menentukan agenda yang akan dibahas dalam rapat.

Tentunya Indonesia bakal menyesuaikan agenda tersebut dengan kepentingan domestik seperti isu pengurangan polusi karbon hingga penyediaan vaksin Covid-19.

Walaupun dampak Presidensi G20 Indonesia terhadap perekonomian belum dapat dihitung langsung, Katarina menyebut sentimennya sangat positif di pasar modal. “Dampaknya ke pasar saham dan obligasi, tentunya bisa memberikan poin positif,” ujar Katarina.

MAMI memperkirakan IHSG dapat menyentuh level 7.600 pada 2022. Kenaikan IHSG juga tak lepas dari aliran modal asing (foreign capital inflow) yang deras masuk ke pasar saham sejak Oktober 2021.

Adapun, aksi beli bersih atau net buy dari investor asing terjadi melihat penambahan kasus positif Covid-19 yang rendah di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara.

Indonesia akan memegang Presidensi G20 selama setahun ke depan. Mulai Selasa (7/12), penyelenggaran Presidensi G20 dimulai dengan jalur pembahasan Sherpa Track.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam media briefing Sherpa Meeting menyampaikan bahwa penyelenggaraan Presidensi G20 Indonesia akan memasuki tahun ketiga pandemi Covid-19, sehingga diharapkan pertemuan ini dapat menemukan solusi yang lebih konkret untuk bisa keluar dari pandemi Covid-19.

Saat ini pun, kata Airlangga, dunia tengah dihadapkan pada ancaman varian baru Covid-19, yaitu Omicron.

“Varian Omicron ini menunjukkan adanya ketimpangan vaksin antara negara maju dan negara berkembang. Omicron muncul dari Afrika Selatan yang tingkat vaksinasinya baru 24 persen,” kata Airlangga

Dia menambahkan, Presidensi G20 akan menunjukkan kepemimpinan Indonesia di tingkat global dalam menjawab tantangan yang ada. Pemerintah memandang, pemulihan ekonomi harus diselenggarakan secara inklusif, berdaya tahan, dan berkesinambungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Emanuel Berkah Caesario

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.