Tertekan Inflasi, Kinerja Pasar Obligasi 2022 Moderat

Kinerja pasar obligasi pada 2022 bakal moderat akibat tertekan inflasi. Simak penjelasannya.

Pandu Gumilar & Lorenzo Anugrah Mahardhika

7 Jan 2022 - 21.00
A-
A+
Tertekan Inflasi, Kinerja Pasar Obligasi 2022 Moderat

Bisnis, JAKARTA— Pasar obligasi pada 2022 diproyeksi berkinerja moderat akibat tekanan dari inflasi di Amerika Serikat dan global. 

PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) menilai pasar obligasi Indonesia pada 2022 akan bergerak moderat karena tekanan inflasi yang terjadi di Amerika Serikat (AS) maupun global.

 Konsensus ekonom Bloomberg memperkirakan level inflasi AS 2022 akan meningkat ke level 4,4 persen, sedangkan inflasi global berada 3,9 persen. Adapun potensi tingginya inflasi di AS memicu penyesuaian kebijakan moneter Bank Sentral yang lebih cepat di beberapa negara maju.

 Pasalnya level inflasi AS yang melonjak sangat tinggi mendorong The Fed mempercepat laju tapering-nya sehingga menimbulkan spekulasi kenaikan Fed Funds Rate (FFR) hingga tiga kali pada tahun ini. Jumlah kenaikan tersebut sejalan dengan proyeksi para anggota pertemuan Federal Reserve (FOMC) yakni FFR akan berada di level 0,75 persen sampai 1 persen pada 2022.

 Selain itu, PHEI melihat tekanan inflasi diperkirakan berasal dari dalam negeri seiring dengan pemulihan ekonomi yang tercermin dari peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen. 

"Potensi kenaikan inflasi juga bersasal dari inflasi non-inti seiring dengan wacana penghapusan BBM jenis premium dan pertalite, penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen, dan potensi kenaikan cukai beberapa barang konsumsi," tulis PHEI dalam keterangan resmi Jumat (7/1/2022).

 Dengan sejumlah tekanan inflasi tersebut, konsensus ekonom Bloomberg memperkirakan inflasi Indonesia meningkat ke level 2,9 persen. Sejumlah risiko inflasi dan pengetatan moneter AS yang lebih cepat mendorong potensi penyesuaian kebijakan moneter oleh Bank Indonesia. Selain risiko inflasi dan percepatan normalisasi kebijakan moneter AS, risiko perkembangan Covid-19 akibat munculnya varian baru Omicron masih akan terus membayangi pasar.

 PHEI melihat ada beberapa katalis positif pasar yakni penurunan defisit APBN, perbaikan Neraca Perdagangan, dan potensi pemulihan ekonomi domestik. Negara maju (OECD) memperkirakan ekonomi Indonesia pada 2022 akan tumbuh sebesar 4,9 persen secara tahunan atau meningkat dari proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2021 yang sebesar 3,7 persen secara tahunan.

 Institusi bank lokal diperkirakan masih menjadi faktor utama permintaan di pasar obligasi khususnya SBN. Kondisi ini didorong oleh masih relatif rendahnya proyeksi penyaluran kredit perbankan pada 2022 di tengah likuiditas yang terjaga.

 Bank Indonesia memproyeksikan kredit perbankan tumbuh pada kisaran 6 persen—8 persen di tahun 2022. Adapun, penurunan defisit APBN menjadi 4,85 persen terhadap pertumbuhan ekonomi akan mendorong pasokan surat berharga negara (SBN) yang lebih rendah di mana target penerbitan SBN berdasarkan APBN 2022 menurun menjadi sebesar Rp991,3 triliun.

 "Penerbitan obligasi korporasi pada tahun 2022 diperkirakan akan lebih semarak. Prospek pemulihan ekonomi dan besarnya potensi refinancing perusahaan yang tecermin dari peningkatan nilai obligasi yang akan jatuh tempo tahun 2022 yakni sebesar Rp144,67 triliun diperkirakan menjadi faktor utama peningkatan penerbitan obligasi korporasi baru tahun 2022.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Duwi Setiya Ariyanti
Anda belum memiliki akses untuk melihat konten

Untuk melanjutkannya, silahkan Login Di Sini

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.