Tertekan Saham Blue Chip, Prospek ETF Masih Cerah di Akhir Tahun

Prospek pemulihan ekonomi dan kejelasan terhadap isu tapering akan menjadi katalis positif bagi kinerja exchange traded funds (ETF) hingga akhir tahun 2021.

Ika Fatma Ramadhansari & Lorenzo Anugrah Mahardhika

21 Sep 2021 - 20.03
A-
A+
Tertekan Saham Blue Chip, Prospek ETF Masih Cerah di Akhir Tahun

Direktur Pengembangan BEI Hasan Fawzi menjelaskan kebijakan baru dalam perdagangan ETF, Selasa (10/11/2020). Maximum price movement sebelumnya hanya ditetapkan sebanyak 10 tick atau 10 kali fraksi harga ETF dan dengan penyesuaian yang dilakukan kini menjadi tidak terbatas.

Bisnis, JAKARTA — Prospek kinerja instrumen reksa dana yang dapat diperdagangkan atau exchange traded funds (ETF) cukup menjanjikan hingga akhir tahun ini, terutama di tengah peluang pemulihan ekonomi yang terus membaik dan kejelasan isu tapering the Fed.

Produk ETF mengalami peningkatan nilai aktiva bersih (NAB) atau asset under management (AUM) pada Agustus 2021, walaupun belum bisa melewati NAB tertinggi sepanjang tahun ini yang terjadi di bulan Februari 2021.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, NAB atau juga disebut sebagai dana kelolaan reksa dana ETF per akhir Agustus 2021 tercatat sebesar Rp14,89 triliun. Nilai ini setara dengan 2,74% dari total NAB seluruh industri reksa dana.

Jika dibandingkan dengan akhir Juli 2021 yang sebesar Rp14,29 triliun, capaian tersebut naik 4,13%. NAB Juli 2021 itu merupakan dana kelolaan terendah sepanjang tahun ini.

Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yaitu Agustus 2020 yang senilai Rp14,23 triliun, total kelolaan reksa dana ETF pun juga meningkat 4,60%.

Produk ETF dalam 5 tahun terakhir telah mengalami pertumbuhan yang pesat dari Rp5,47 triliun per Agustus 2016 menjadi Rp14,89 triliun per Agustus 2021, yaitu tumbuh 171,91%.

Kendati demikian, capaian tertinggi NAB produk reksa dana ETF sepanjang tahun terjadi pada Februari 2021 yaitu sebanyak Rp15,32 triliun. Setelah itu, dana kelolaan produk ETF mengalami penurunan secara bulanan dan baru mulai kembali naik pada Agustus 2021.

Sepanjang pantauan Bisnis, dana kelolaan produk ETF tertinggi terjadi pada akhir Desember 2020 yaitu sebanyak Rp16,18 triliun yang berkontribusi 2,82% dari total NAB seluruh tipe reksa dana.

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menilai dana kelolaan ETF masih mengalami pertumbuhan dalam 1 tahun terakhir yang menunjukkan minat investor terhadap produk ini masih tinggi.

“Selama ini ETF menjadi alternatif investor terutama institusi untuk masuk ke instrumen berbasis indeks yang memberikan kinerja setara benchmark dengan risiko lebih terukur dan transparan,” ungkap Wawan kepada Bisnis, Selasa (21/9).

Adapun, sebagian indeks utama di Indonesia saat ini memang tertinggal dari indeks harga saham gabungan (IHSG).  Kinerja indeks-indeks itu masih negatif terutama karena eksposur terhadap sektor teknologi dan bank digital sangat minim.

Berdasarkan laporan Bursa Efek Indonesia (BEI) per Agustus 2021, sepanjang tahun berjalan (year-to-date/ytd) indeks LQ45 terpantau masih turun sebanyak 7,32%. Hingga hari ini, Selasa (21/9), LQ45 bahkan sudah turun lebih dalam lagi, yakni -8,89% YtD.

LQ45 merupakan Indeks yang mengukur kinerja harga dari 45 saham yang memiliki likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar besar serta didukung oleh fundamental perusahaan yang baik. Sama seperti LQ45, indeks lain yakni IDX30 juga turun 9,80% YtD hingga Selasa (21/9).

Wawan pun mengungkapkan bahwa kinerja produk ETF searah dengan kinerja sebagian besar indeks utama yang turun tersebut. Oleh karena itu, dia berharap pada kuartal IV/2021 kinerja produk ETF akan lebih baik seiring dengan perbaikan ekonomi.

“Semakin meningkatnya aktivitas ekonomi bisa membuat kinerja emiten membaik, hal ini akan menjadi katalis positif bagi ETF,” ungkap Wawan kepada Bisnis, Selasa (21/9/2021).

Dia pun menyarankan untuk para manajer investasi (MI) untuk bisa mencoba menerbitkan produk yang memiliki eksposur terhadap new economy, yaitu sektor teknologi dan bank digital untuk menyamai pergerakan IHSG.

“Meski hal ini tentu saja memberikan risiko tambahan, tetapi bisa menjadi pilihan diversifikasi untuk investor,” ujar Wawan.

Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menjelaskan kinerja ETF sejauh ini masih terkoreksi seiring dengan kemunculan isu tapering off yang akan dilakukan oleh the Fed. Hal ini akan membuat investor lebih melirik negara-negara maju ketimbang emerging market untuk menaruh dananya pada aset berisiko.

“Di dalam negeri, saat ini juga ada rencana right issue dari BBRI di harga Rp3.400. Hal ini akan membuat harga saham tertahan sementara,” jelasnya saat dihubungi pada Selasa (21/9).

Meski demikian, Rudiyanto meyakini peluang perbaikan kinerja ETF masih sangat terbuka hingga akhir tahun. Hal ini seiring dengan proyeksi perbaikan IHSG yang menurut Rudiyanto akan berada di kisaran 6.700 pada akhir 2021.

Ia memaparkan, outlook positif IHSG salah satunya ditopang oleh laporan keuangan emiten yang mulai membaik. Hal tersebut terlihat dari banyak emiten yang mampu mencatatkan pertumbuhan  pendapatan atau membalikkan rugi menjadi laba pada paruh pertama tahun ini.

Selain itu, pemulihan aktivitas ekonomi di Indonesia turut membantu prospek IHSG dan juga ETF hingga akhir tahun. Sejauh ini, upaya pengendalian penyebaran virus corona di Indonesia mulai menunjukkan hasil yang terlihat dari penurunan level PPKM.

Rudiyanto menambahkan, kepastian pasar terkait isu tapering off juga semakin dekat seiring dengan pertemuan FOMC The Fed pada pekan ini. Ia memprediksi, the Fed akan mengumumkan rencana terkait isu ini yang akan memberi kejelasan kepada pelaku pasar.

Adapun, dalam meracik produk ETF, Rudiyanto mengatakan pihaknya mengacu pada indeks IDX30. “Seluruh strategi dan penyesuaiannya, kami mengikuti anggota-anggota indeks itu,” pungkasnya.

TERTEKAN BLUE CHIP

Direktur Utama Pinnacle Persada Investama Guntur Putra menyebutkan, secara YtD hampir semua ETF yang ada di Indonesia masih mencatatkan kinerja yang negatif pada tahun ini. Hal ini tidak hanya terjadi pada ETF, tetapi termasuk juga reksa dana berbasis indeks.

Ia menjelaskan, salah satu faktor tertekannya reksa dana ETF adalah sebagian besar aset dasar instrumen ini merupakan saham-saham blue chip.

“Di sisi lain, kinerja kinerja saham-saham blue chip di IHSG mengalami penurunan yang disebabkan dari banyak hal juga seperti pandemi, isu tapering, dan lainnya,” jelas Guntur.

Ia melanjutkan, kinerja saham-saham blue chip akan berimbas langsung pada ETF yang berbasis indeks seperti IDX30, LQ45, MSCI Indonesia, FTSE Indonesia, dan lain-lain. ETF tersebut memiliki aset dasar yang mayoritas merupakan saham blue chip.

Guntur mengatakan penurunan kinerja pada saham blue chip juga merupakan bagian dari siklus. Menurutnya, ada beberapa periode tertentu di mana saham-saham tersebut akan mengalami penurunan kinerja bila dibandingkan dengan saham lapis kedua atau ketiga.

Sementara itu, industri ETF di Indonesia saat ini masih terbilang dini. Hal ini membuat masih banyak investor yang belum memahami betul keuntungan instrumen ini.

Guntur memaparkan, potensi dari reksa dana ETF masih sangat baik. Pasalnya instrumen ini menawarkan berbagai keuntungan dan memiliki potensi yang sangat besar jika dikembangkan dengan baik.

Salah satu keuntungan dari instrumen ini adalah transparansi yang terjamin. Guntur mengatakan, investor dapat melihat secara real time isi portofolio reksa dana ETF dan bobotnya.

Kedua, instrumen ETF menawarkan fleksibilitas yang lebih baik. Tidak seperti reksa dana konvensional, reksa dana ETF dapat ditransaksikan secara real time selama jam bursa, dengan harga real time.

“Reksa dana ETF juga sangat cost efficient. Jika dibandingkan dengan reksa dana konvensional, dari sisi biaya, reksa dana ETF cenderung lebih murah, dan efisien,” katanya.

Selanjutnya, reksa dana ETF juga menawarkan keuntungan berupa diversifikasi. Ia mencontohkan, dengan membeli 1 lot reksa dana ETF di bursa, secara tidak langsung investor memiliki 30 portfolio blue chip dengan harga murah dan efisien

Terakhir, mayoritas komponen underlying reksa dana ETF adalah saham-saham blue chip atau berkapitalisasi pasar besar. Saham-saham ini memiliki tingkat likuiditas yang tinggi sehingga dapat menjadi nilai tambah bagi para investor.

“Potensinya masih sangat besar untuk dikembangkan. Oleh karena itu, edukasi dan pemahaman investor terhadap reksa dana ETF ini perlu ditingkatkan,” jelasnya.

Selain itu, kinerja ETF juga cenderung masih lebih baik dibanding instrumen sejenis lainnya. Ia mengatakan, momen ini menjadi peluang yang tepat bagi investor untuk membeli reksa dana ETF karena valuasi dari saham-saham blue chip yang menjadi aset dasar instrumen tengah menurun.

“Seiring dengan kondisi ekonomi yang diharapkan membaik setelah masalah pandemi bisa diatasi, pasti kinerja ETF juga akan tertopang untuk naik,” lanjutnya.

Adapun, untuk untuk produk reksa dana ETF-nya, Guntur mengatakan Pinnacle selalu mengedepankan tingkat likuiditas yang tinggi dan rebalancing strategi yang efisien. Ketentuan ini berlaku baik untuk ETF pasif maupun aktif.

Sementara itu, dari sisi strategi, Pinnacle akan menyesuaikan dengan produk masing-masing. Ia mencontohkan, untuk reksa dana ETF indeks seperti Pinnacle FTSE Indonesia Index, pihaknya akan menyusun bobot emiten sesuai dengan indeks masing-masing.

“Selain itu, Pinnacle juga fokus mengembangkan ETF berbasis ESG  [environment, social, and governance] yang pertama di Indonesia. Untuk kedepannya, variasi dari strategi yang mengedepankan ESG dan sustainability tentu akan menjadi salah satu fokus kami dalam penerapan strategi kami untuk ETF,” pungkasnya.

Presiden Direktur BNP Paribas AM Priyo Santoso mengungkapkan ETF kini makin popular di kalangan investor Indonesia terutama bagi investor institusi. Oleh karena itu, BNP Paribas mulai menerbitkan instrumen ini untuk pertama kalinya pada hari ini, Selasa (21/9).

“Kami menghadirkan Reksa Dana Indeks BNP Paribas IDX Growth30 ETF, sebagai alternatif dan peluang diversifikasi bagi para investor untuk menangkap momentum pertumbuhan dari 30 perusahaan dengan tema “Pertumbuhan”,” kata Priyo dalam keterangan resmi BNP Paribas AM.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Emanuel Berkah Caesario

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.