Top 5 News: Konsumsi BBM, Ekspor Suzuki, Hingga Rumah Subsidi

Apapun langkah dan strategi yang akan diambil pemerintah nantinya untuk mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi, masih menjadi tanda tanya hingga kini.

Ibeth Nurbaiti

13 Jul 2022 - 09.00
A-
A+
Top 5 News: Konsumsi BBM, Ekspor Suzuki, Hingga Rumah Subsidi

Pengendara mengisi bahan bakar di salah satu SPBU di Jakarta. Pemerintah tengah mengkaji penerapan bea cukai untuk komoditas bahan bakar minyak (BBM)./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis, JAKARTA — Masih tingginya proyeksi tingkat konsumsi masyarakat terhadap bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan Solar meskipun pemerintah berencana melakukan sejumlah pembatasan, menjadi kekhawatiran akan makin besarnya beban subsidi dan kompensasi yang harus ditanggung negara.

Apalagi, jika harga minyak mentah dunia terus stabil bertengger di level tinggi, tentu akan berdampak pada alokasi subsidi BBM yang makin besar.

Di sisi lain, pemulihan pandemi Covid-19 yang relatif cepat belakangan ini ikut mengerek aktivitas ekonomi masyarakat pada paruh kedua tahun ini.

PT Pertamina (Persero) memproyeksikan tingkat konsumsi masyarakat untuk kedua jenis BBM murah itu masing-masing mencapai 28,50 juta kiloliter (KL) untuk Pertalite dan 17,21 juta KL untuk Solar hingga akhir 2022. 

Sementara itu, kuota Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite yang disiapkan pemerintah hanya sebesar 23,05 juta KL pada 2022, sedangkan kuota yang dialokasikan Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar hanya sebesar 14,91 juta KL.

Di sisi lain, rencana pembatasan pembelian JBKP Pertalite dan JBT Solar dipastikan hanya mengurangi potensi kelebihan konsumsi atau over kuota relatif kecil dari alokasi kuota yang sudah ditetapkan pada awal tahun ini.

Lantas, bagaimana upaya pemerintah mengantisipasi agar lonjakan konsumsi BBM bersubsidi dapat terkendali dan tidak menambah beban anggaran negara?

Apapun langkah dan strategi yang akan diambil pemerintah nantinya untuk mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi, masih menjadi tanda tanya hingga kini.

Banyak wacana yang telah 'dilemparkan', salah satunya pembatasan pembelian BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar dengan menggunakan aplikasi MyPertamina.

Sejalan dengan itu, pemerintah juga disebut masih menyelesaikan revisi aturan pengguna BBM bersubsidi yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014. Harapannya, dengan revisi perpres tersebut penyaluran Pertalite dan Solar menjadi lebih tepat sasaran.

Ulasan tentang pengendalian konsumsi BBM bersubsidi ini menjadi salah satu pilihan Bisnisindonesia.id, selain beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik tersaji dari meja redaksi Bisnisindonesia.id.

Berikut intisari dari top 5 News Bisnisindonesia.id yang menjadi pilihan editor, Rabu (13/7/2022):

 

1. Menyelisik Misi Sulit Pertamina di Proyek Kilang Minyak

Makin tingginya kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Tanah Air di tengah konsistensi harga minyak mentah di pasar global yang bertengger di level tinggi, semestinya menjadi momentum bagi pemerintah dan PT Pertamina (Persero) untuk mempercepat penyelesaian sejumlah proyek kilang minyak.


Terlebih, dalam beberapa kesempatan kerap kali ditekankan bagaimana pentingnya menambah kapasitas kilang di dalam negeri, agar Indonesia bisa segera terbebas dari ketergantungan impor BBM. Ditambah lagi, Indonesia juga sempat tidak melakukan penambahan kapasitas kilang selama hampir 30 tahun.

Sementara itu, dengan tingkat konsumsi BBM yang diproyeksikan terus meningkat, sedangkan kapasitas produksi kilang nyaris tidak berubah, tidak heran bila Indonesia masih menjadi negara pengimpor minyak terbesar di Asia Tenggara. 

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo beberapa kali menunjukkan kekecewaannya karena realisasi proyek kilang yang tak kunjung memperlihatkan progres.

Kendati tidak mudah untuk menyelesaikan proyek kilang minyak, tetapi bukan berarti Indonesia juga tidak bisa untuk itu. Sayangnya, beberapa kali target penyelesaian kilang oleh Pertamina diubah sehingga pada akhirnya target Pertamina untuk tidak lagi mengimpor BBM juga ikutan molor.

 

2. Menanti Cara Jitu Pengendalian Konsumsi BBM Bersubsidi

Pemerintah diketahui tengah mematangkan rencana pengendalian konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Banyak wacana yang telah 'dilemparkan', salah satunya pembatasan pembelian BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar dengan menggunakan aplikasi MyPertamina.

Sejalan dengan itu, pemerintah juga masih menyelesaikan revisi aturan pengguna BBM bersubsidi yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014. 

Nantinya, revisi itu akan memuat aturan teknis terbaru mengenai ketentuan kelompok masyarakat yang berhak untuk menggunakan Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite.

Pasalnya, selama ini pemerintah hanya mengatur pendistribusian untuk Solar, sedangkan Pertalite dilepas ke mekanisme pasar layaknya BBM nonsubsidi lainnya. Bahkan, hingga kini ditetapkan sebagai BBM penugasan yang mendapatkan subsidi, tetap saja tidak ada aturan yang membatasi penggunaan Pertalite.


Dampaknya, lonjakan konsumsi Pertalite yang sudah terjadi sejak 2017 berpotensi membuat kuota BBM subsidi makin tidak terkendali. Tanpa adanya pembatasan, sudah dapat dipastikan beban anggaran subsidi untuk Pertalite juga makin berat lagi.

 

3. Jalur Lempang Ekspor Suzuki ke Pasar Asean

Suzuki menjadi perusahaan otomotif pertama yang mendapatkan fasilitas Asean AEO MRA. Berbagai kemudahan ekspor ke negara-negara di kawasan Asia Tenggara diharapkan memacu performa pengapalan pabrikan mobil ini.

Sebagai produsen otomotif yang terkenal akan kualitasnya, mobil buatan Suzuki Indonesia tidak hanya dipasarkan di dalam negeri tetapi hingga ke luar negeri. Volume ekspor yang tinggi dan kepatuhan terhadap prosedur ekspor, membawa Suzuki Indonesia mendapatkan fasilitas eksklusif berupa kemudahan proses ekspor dari Bea Cukai Indonesia. 

Kini, kinerja positif tersebut juga membawa Suzuki Indonesia sebagai perusahaan terpilih untuk menjadi bagian dari proses pembentukan Asean AEO MRA.

Asean AEO MRA atau Authorized Economic Operator Mutual Recognition Arrangement merupakan salah satu inisiatif di forum Bea Cukai Asean untuk memfasilitasi perdagangan melalui pemberian pengakuan terhadap program AEO yang dimiliki negara-negara anggota Asean.   

 

4. KPR Bank Jumbo & Siasat Milenial Tepis Anggapan Susah Beli Rumah

Industri perbankan cukup optimistis tren penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) bakal tumbuh sepanjang tahun ini. Strategi untuk mendorong performa tersebut juga disiapkan. Meskipun, tidak menutup kemungkinan sejumlah tantangan siap mengadang.

Apalagi, belum lama ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan generasi muda semakin sullit untuk mendapatkan rumah lantaran daya beli dan harga properti yang tidak seimbang.

Sri Mulyani mengungkapkan bahwa saat ini terdapat backlog perumahan di Indonesia sebesar 12,75 juta. Satu sisi,  Indonesia memiliki demografi yang relatif muda. Artinya, generasi muda akan berumah tangga dan akan membutuhkan hunian.  

Purchasing power mereka [generasi muda] dibandingkan harga rumahnya, lebih tinggi [harga rumahnya], sehingga mereka akhirnya end up dengan either tinggal di rumah mertua atau menyewa. Itu pun kalau mertua punya rumah. Kalau nggak punya rumah, itu jadi masalah lebih besar lagi, jadi menggulung [masalahnya] per generasi,” kata Menkeu Sri dalam webinar Road to G20-Securitization Summit 2022.

Kendati begitu, pemerintah juga telah melakukan berbagai kebijakan agar masyarakat memiliki hunian, seperti pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) hingga fasilitas likuiditas pembiayaan rumah (FLPP) untuk masyarakat berpenghasilan rendah.  

 

5. Jeritan Pengembang Masih Menanti Janji Harga Baru Rumah Subsidi

Para pengembang rumah subsidi tengah pusing tujuh keliling. Pasalnya, janji pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga rumah subsidi pada bulan Juni tahun ini tak kunjung ditepati. 


Sejak awal tahun 2021 telah dilakukan pembicaraan antara Real Estat Indonesia (REI) dengan Kementerian PUPR tentang kenaikan harga rumah subsidi. 

Dalam pembicaraan pada akhir Desember 2021, terjadi kesepakatan antara Kementerian PUPR dan pengembang untuk bisa menaikkan harga rumah subsidi sebesar 7 persen di tahun ini. Padahal, para pengembang rumah subsidi ini meminta kenaikan rumah subsidi sebesar 10 persen. 

Belum ada penyesuaian harga baru rumah subsidi hingga kini memberikan tekanan yang luar biasa bagi cashflow para pengembang rumah subsidi yang notabene merupakan kalangan UMKM, bukan pengembang besar yang crazy rich

Tekanan ini terjadi karena margin keuntungan yang didapat dari membangun rumah subsidi ini kian tipis di tengah terjadinya kenaikan harga bahan bangunan, tanah, dan juga upah pekerja. Pengembang pun bahkan harus gigit jari harus rela tak memperoleh keuntungan dari membangun rumah subsidi karena juga membayar kewajiban bunga dan kredit konstruksi setiap bulannya.

Rumah subsidi memang menjadi salah satu pilihan favorit para pencari hunian Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dengan jumlah penghasilan tertentu. Sesuai dengan namanya, pembeli rumah ini mendapatkan bantuan dari pemerintah sehingga bisa mendapatkan rumah dengan harga miring atau harga yang jauh lebih murah dibandingkan rumah komersial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti
Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.