Uji Coba 100% Sektor Esensial, Solusi Tahan PHK Manufaktur

Kementerian Perindustrian mengusulkan untuk 268 perusahaan kategori esensial untuk mengikuti uji coba pembukaan kembali 100% operasional produksi.

17 Agt 2021 - 19.16
A-
A+
Uji Coba 100% Sektor Esensial, Solusi Tahan PHK Manufaktur

Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Presiden Direktur Mayora Group Andre Atmaja (kedua kanan) meninjau proses pengemasan produk Mayora di sela-sela acara Pelepasan Kontainer Ekspor ke 250.000 ke Filipina, di Bitung, Tangerang, Banten, Senin (18/2/2019)./ANTARA-Muhammad Iqbal

Bisnis, JAKARTA — Uji coba pelonggaran operasional sektor industri esensial dinilai belum aklan efektif membalikkan kinerja manufaktur sepanjang sisa tahun ini, tetapi cukup untuk meminimalisir risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor-sektor padat karya.

Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Indef Andry Satrio Nugroho menilai kebijakan uji coba pelonggaran sektor esensial kali ini memberi ruang bagi pelaku industri untuk tetap eksis berproduksi tanpa mengorbankan tenaga kerja, termasuk PHK atau merumahkan pegawai.

"Dengan ketentuan pelonggaran menggunakan mekanisme skrining pada aplikasi PeduliLindungi ini sudah baik dan langkah yang tepat. Namun, tentunya daya ungkit belum cukup tinggi karena ada faktor pengurang dan penambah di saat yang sama," katanya, Selasa (17/8/2021).

Untuk diketahui, Kementerian Perindustrian menyebut akan melakukan uji coba pembukaan wilayah kerja secara penuh untuk sektor esensial yang sejak  Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hanya diizinkan beroperasi 50% dari kapasitas terpasang.

Hal tersebut sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 34 Tahun 2021 tentang PPKM Level 4, Level 3, dan Level 2 di Wilayah Jawa dan Bali.

"Akan dilakukan uji coba protokol kesehatan pada perusahaan-perusahaan yang memiliki orientasi ekspor dan domestik untuk beroperasi dengan kapasitas 100% staf yang dibagi minimal dalam dua shift dengan ketentuan," tulis poin keenam dari Imendagri tersebut.

Adapun, ketentuan yang dimaksud yakni daftar perusahaan uji coba ditentukan oleh Kementerian Perindustrian. 

Selanjutnya, perusahaan dalam daftar para karyawannya wajib menggunakan aplikasi PeduliLindungi untuk melakukan skrining terhadap orang yang keluar masuk pada fasilitas produksi perusahaan.

Selain itu, seluruh perusahaan yang mengikuti uji coba ini wajib mengikuti acuan protokol kesehatan yang di tentukan oleh Kemenperin dan Kementerian Kesehatan. 

Adapun, Imendagri tersebut juga mengamanahkan Kemenperin dan jajaran pemerintahan daerah melakukan pengawasan atas implementasi uji coba ini.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri mengatakan hingga saat ini belum ada ketetapan perusahaan yang akan mengikuti uji coba ini.

Namun, Kemenperin telah merampungkan peta statistik dan wilayah yang akan mengikuti program uji coba ini.

"Kami baru mengusulkan untuk 268 perusahaan kategori esensial mengikuti uji coba ini, belum ada ketetapannya," katanya kepada Bisnis, Selasa (178/2021).

Febri menyebut secara wilayah nantinya kebanyakan perusahaan yang akan mengikuti uji coba berada di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Banten. Dari seluruh perusahaan tersebut akan mengakomodir sekitar 400.000 tenaga kerja. 

PEMBUKAAN PENUH

Pada perkembangan lain, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) berharap uji coba pembukaan penuh sektor esensial kali ini hanya sebentar untuk selanjutnya mulai dapat dibuka semua.

Selama PPKM, sektor TPT cukup kesulitan dengan kebijakan yang ada. Dari industri hulu hingga hilirnya harus menyesuaikan dengan regulasi yang tidak mengizinkan operasional 100%, bahkan tak sedikit yang lebih memilih melanggar aturan guna memenuhi pesanan.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan belum lama ini Kemenperin sudah membuka penawaran bagi perusahaan yang ingin mengikuti uji coba.

Namun, Redma menyebut hingga saat ini belum ada informasi lanjutan terkait hal tersebut.

"Harapannya tetap semua bisa kembali jalan tidak usah dipilih-pilih lagi perusahaannya karena kapasitas kami juga terbatas nanti malah membatasi gerak ekonomi," katanya, Selasa (17/8/2021).

Menurut Redma, saat ini industri hulu tekstil hanya memiliki 22 pabrikan dengan hanya satu pabrikan yang berada di luar Jawa-Bali.

Selain itu, Redma juga berharap agar pembukaan wilayah kerja secara penuh juga dapat diberikan pada industri pendukung tekstil.

Redma berpendapat akan sulit mengungkit kinerja pada akhir tahun ini kendati mulai dilakukan uji coba pembukaan penuh pabrikan.

Sebab, pemerintah telah memilih fokus penyelamatan kesehatan tetapi dengan melakukan penekanan pada sisi ekonomi yang terlalu jauh.

"Sekarang impor makin longgar bahkan saya merasa jika impor yang tidak tercatat ini bisa dibandingkan dengan kinerja ekspor, sebenarnya kita minus banyak," ujar Redma.

Pabrik garmen/Bisnis

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rakhman sebelumnya menyoroti kebijakan PPKM level 4 membuat pabrikan hanya diperbolehkan menjalanakan satu sif kerja. 

Rizal mengemukakan kondisi pabrikan saat ini, sekitar 30% tenaga kerja harus di rumahkan tanpa gaji. Tak sedikit pula yang lebih memilih berhenti total dengan kebijakan saat ini.

Bahkan, pada industri yang sedang memenuhi permintaan ekspor, saat ini lebih memilih membayar denda pelanggaran sif kerja ketimbang membayar penalti dari keterlambatan pengiriman ekspor. 

Sementara itu, pabrikan juga telah banyak menerapkan aturan ketat seperti denda Rp100.000 bagi karyawan yang kedapatan memakai masker di bawah hidung hingga pengaturan jadwal istirahat dan pulang yang detail.

Rizal menyebut mulai Juli 2021 utilisasi industri pun sudah anjlok ke level 50% dari sebelumnya sempat di level 80%.

"Sudah sangat sulit kondisinya, jadi kami juga tawarkan berbagai hal untuk diizinkan dapat berjalan normal lagi. Seperti wajib vaksin 90% dan fasilitas isolasi mandiri," ujar Rizal.

Terpisah, industri persepatuan juga menaruh harapan besar pada uji coba pelonggaran sektor esensial untuk mendorong kembali kinerja ekspor yang selama ini cukup kesulitan menyesuaikan kegiatan produksi.

Tahun ini target ekspor industri alas kaki tumbuh 12% dari tahun lalu yang sebesar 487 juta pasang sepatu.

Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie mengatakan selama ini sepatu merupakan industri padat karya yang terbiasa beroperasi penuh dan melalui proses produksi dari tangan ke tangan.

Alhasil, sistem sif yang dilakukan selama ini cukup menyulitkan pabrikan dalam melakukan kegiatan produksi.

"Kami tidak terbiasa dengan pola kerja sif, kemarin dicoba dibagi sampai malam hasilnya kualitas berbeda, apalagi sistem distribusi hingga manajemen yang mengawasi juga tidak bisa 24 jam sehingga ketika ada masalah tidak bisa langsung terselesaikan."

Meski demikian, Firman menyebut upaya tetap berproduksi terus dilakukan pabrikan guna menjaga komitmen pada buyer.

Alhasil, meski selama ini tidak diizinkan beroperasi penuh pabrik sepatu tidak ada yang memutuskan untuk menutup total wilayah kerjanya.

Sisi lain, Firman menyoroti saat ini penjualan domestik akan makin sulit dengan kondisi tekanan pada ritel-ritel yang juga belum diizinkan beroperasi penuh.

Bahkan, banyak departemen store yang sudah memutuskan tutup

"Artinya, tempat penyaluran hasil produksi kami semakin berkurang. Padahal dampak tekanan dari pandemi setahun lalu baru hampir membaik pada Mei dan Juni 2021 ini tetapi harus kembali memburuk akibat adanya gelombang kedua," ujar Firman.

Untuk itu, Firman berharap pemerintah dapat memastikan pabrikan sepatu untuk diikutsertakan dalam uji coba sektor esensial mengingat tak sedikit pabrik sepatu yang masih berada di lokasi dengan status PPKM level 4. 

Aktivitas di pabrik sepatu di Tangerang, Banten./Antara/Akbar Nugroho Gumay

Adapun, pelaku industri ban berharap pemerintah memperjelas kriteria sektor kritial dan esensial dalam implementasi selama PPKM yang terus diperpanjang saat ini, alih-alih menyambut baik adanya uji coba pelonggaran sektor esensial.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) Azis Pane mengatakan selama ini asosiasi telah bersurat pada Kementerian Dalam Negeri untuk dapat mengizinkan pabrikan ban dapat berjalan 100%.

Sebab, postur produksi ban tidak dapat dijalankan secara setengah-setengah. Belum lagi, pengaturan pabrikan ban selama ini telah menerapkan prinsip jaga jarak.

"Nyatanya selama ini tergantung aparat jadi kemarin ada pabrik yang sudah bisa beroperasi dan ada yang tidak bisa beroperasi. Kami sudah lelah tinggal menunggu PPKM ini segera selesai saja," katanya, Selasa (17/8/2021).

Adapun Azis menyebut saat ini ekspor ban sedang naik. APBI mencatat kapasitas produksi ban kendaraan roda empat dan lebih nasional mencapai 94,7 juta unit per tahun. 

Sementara, permintaan ekspor berkontribusi hingga 73,1% dari total permintaan ban per 2019 atau sekitar 57,3 juta unit.

Sayangnya, sejak pemberlakuan PPKM darurat ban tidak termasuk pada kategori kritikal yang diizinkan beroperasi 100%. 

Azis mengemukakan proses produksi ban secara umum terdiri dari tiga tahapan. Pertama, karet mentah yang masuk pada pabrik. Kedua, proses pengolahan karet menjadi ban setengah jadi atau green tire.

Ketiga, proses curing ban yakni memanaskan, mendesain, hingga memperkuat struktur untuk menjadi ban siap pakai.

"Untuk itu, jika ada tahapan yang dipotong dan membuat bahan baku utama karet menjadi dingin karena menjadi stok di pabrik, maka pengolahan green tire akan menjadi gagal," ujarnya.

Reporter : Ipak Ayu Nurcaya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.