Untung Rugi PTBA Akuisisi PLTU Pelabuhan Ratu

Meski telah melakukan kesepakatan awal berupa principal framework agreement (PFA) antara PT Bukit Asam Tbk. dengan PT PLN (Persero), kedua perusahaan plat merah itu masih harus melakukan due diligence atau uji tuntas secara komprehensif. Lalu, bagaimana untung rugi akuisisi PLTU Pelabuhan Ratu ini?

Rayful Mudassir

1 Nov 2022 - 08.36
A-
A+
Untung Rugi PTBA Akuisisi PLTU Pelabuhan Ratu

Ilustrasi. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Tanjung, Kalimantan Selatan, Rabu (13/3/2019)./Bisnis-Nurul Hidayat

Bisnis, JAKARTA - Rencana PT Bukit Asam, Tbk. mengambil alih pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Pelabuhan Ratu milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN dibayangi dengan beban keuangan perusahaan hingga potensi terpangkasnya dividen. 

Penjajakan akuisisi telah dilakukan Bukit Asam sejak Oktober lalu. Kedua perusahaan plat merah itu kemudian menandatangani principal framework agreement (PFA) sebagai perjanjian awal kerja sama dalam rangka pelepasan aset pembangkit berbasis batu bara itu.

Setelah perjanjian ini, kedua perusahaan ini akan melakukan due diligence atau uji tuntas secara komprehensif untuk menentukan nilai wajar dan dampak terhadap transaksi yang meliputi aspek keuangan, operasional

"Mengingat hal tersebut masih dalam proses, maka perseroan belum dapat mengungkapkan lebih lanjut dan akan mengungkapkannya apabila sudah terdapat hasil due diligence, dengan memperhatikan perundang-undangan yang berlaku di pasar modal," kata Sekretaris Perusahaan PTBA Apollonius Andwie C dalam keterbukaan informasi pekan lalu.

Kerja sama ini ditujukan untuk mempercepat proses pensiun dini PLTU Pelabuhan Ratu dari masa operasi 24 tahun dipangkas menjadi 15 tahun. Langkah ini dinilai sebagai bagian mendukung target net zero emission 2060 mendatang. 

Baca Juga: Fakta di Balik Akuisisi PLTU PLN Oleh PTBA, Jalan Masih Panjang?

Direktur Utama Bukit Asam Arsal Ismail mengatakan, perseroannya bakal berhati-hati terkait dengan rencana akuisisi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Pelabuhan Ratu milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.

Kendati demikian, Arsal menegaskan bahwa rencana akuisisi itu nantinya tidak akan membebani arus kas perusahaan tambang batu bara pelat tersebut. 

“Kalau dikaitkan dengan kondisi keuangan PTBA, kami sangat berhati-hati, sangat prudence, ini baru principal framework agreement proses ini akan ditindaklanjuti mengikuti aturan baik kami sebagai perusahaan terbuka dan perusahaan internal,” kata Arsal dalam konferensi pers kinerja PTBA Triwulan III secara daring, Kamis (27/10/2022).


Di sisi lain, Direktur Perencanaan Korporat dan Pengembangan Bisnis PT PLN (Persero) Hartanto Wibowo mengatakan, penandatanganan PFA terkait PLTU Pelabuhan Ratu berkapasitas 3x350 megawatt (MW) dengan PTBA merupakan implementasi salah satu skema pensiun dini PLTU milik PLN, yakni spin-off dengan blended financing.

"Dalam kerja sama dengan PTBA ini, kemungkinan proses pensiun dini PLTU akan dilakukan melalui skema spin-off with blended financing dengan komitmen mempersingkat masa pengoperasian PLTU menjadi 15 tahun dari yang sebelumnya 24 tahun," ungkapnya.

Selain itu, Hartanto juga menegaskan bahwa dengan blended financing ini diharapkan akan didapatkan pendanaan dengan bunga yang lebih murah sehingga dapat mempercepat penghentian operasi PLTU batu bara.

“Di sisi lain, melalui spin-off ini, PTBA dapat mengoptimalkan penggunaan batu bara dari tambang miliknya,” imbuhnya.

Dalam operasinya, PLTU Pelabuhan Ratu diestimasi membutuhkan pasokan batu bara sebanyak 4,5 juta ton per tahun atau 67,5 juta ton selama 15 tahun. Selain itu, potensi tambahan pendapatan dari penjualan listrik diperkirakan sebesar Rp6 triliun per tahun.

Namun, banyak pihak yang menyangsikan kerja sama tersebut, terlebih bila bertujuan untuk mempercepat jadwal penghentian operasional PLTU batu bara itu dari 24 tahun menjadi 15 tahun.


Meski begitu, Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan menyebut rencana akuisisi ini berpotensi memberatkan keuangan dari PT Bukit Asam (PTBA) mengingat nilai akuisisi yang ditaksir mencapai US$800 juta atau setara Rp12,4 triliun (kurs Rp15.000 per US$).

"Jumlah tersebut setara dengan 55 persen modal [ekuitas] PTBA yaitu Rp22,7 triliun jika mengacu kepada laporan keuangan semester I/2022. Hal ini akan berdampak terhadap penurunan pembagian dividen PTBA kepada investor sehingga berdampak negatif terhadap harga saham PTBA di bursa," katanya dalam keterangan tertulisnya.


Di samping itu, pembiayaan akuisisi ini juga menjadi tantangan. Pasalnya, secara umum lembaga pembiayaan lebih tertarik untuk memberikan pinjaman kepada pekerjaan yang mengarah kepada energi hijau untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. 


Terlebih manuver ini dikhawatirkan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan tambang itu. Sebab, strategi bisnis ini tidak sejalan dengan core bisnis perusahaan sebagai produsen batu bara, bukan operator pembangkit listrik. (Nyoman Ary Wahyudi, Denis Riantiza 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Rayful Mudassir

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.