Upah Minimum Provinsi, Merumuskan Keseimbangan untuk 2022

Sejumlah variabel penghitung upah minimum provinsi atau UMP 2022 selama satu tahun terakhir berada di posisi yang relatif rendah.

Stepanus I Nyoman A. Wahyudi

3 Nov 2021 - 10.41
A-
A+
Upah Minimum Provinsi, Merumuskan Keseimbangan untuk 2022

Bisnis, JAKARTA — Kebijakan upah minimum provinsi atau UMP periode 2022 akan menjadi ujung tombak pemulihan antara dunia usaha dan pasar kerja. Namun, hingga kini titik keseimbangan antarkedua kepentingan tersebut belum mencapai titik temu.

Dalam hal penetapan UMP 2022, kalangan ekonom dan pengusaha memproyeksikan kenaikan besaran upah minimum relatif kecil dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal mengatakan sejumlah variabel penghitung UMP 2022 selama satu tahun terakhir berada di posisi yang relatif rendah.

Misalnya, tingkat inflasi yang hingga akhir tahun diperkirakan stabil di posisi 1,5 persen. 

“Inflasi relatif rendah kalau dihitung secara tahunan, saya rasa masih 1,5 persen,” kata Faisal saat dihubungi, Selasa (2/11/2021). 

Di sisi lain, sambungnya, produk domestik regional bruto (PDRB) juga tidak menunjukkan tren peningkatan yang signifikan selama satu tahun terakhir. 

“Jadi antarberbagai macam komponennya, kalau dilihat dari strukturnya saja, tambahan upah [minimum 2022]-nya saya pikir tidak terlalu besar,” tuturnya. 

Di tempat terpisah, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta setiap kepala daerah untuk patuh menetapkan besaran upah minimum berdasarkan acuan Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/ 2021 tentang Pengupahan sebagai turunan Undang Undang (UU) No. 11/2020 tentang Cipta Kerja. 

Ketua Umum Apindo Hariyadi B. Sukamdani menyadari adanya tarik menarik soal isu pengupahan itu di tengah masyarakat. Hanya saja, dia berpegang bahwa penetapan upah minimum tahun 2022 sudah diatur secara rigid melalui PP Pengupahan yang baru.

“Kami berharap semua pihak mengikuti peraturan yang ada, harapannya ini membawa keteduhan bagi kita semua bahwa masalah pengupahan ini tidak pas kalau setiap tahun dipermasalahkan,” kata Hariyadi saat mengadakan konferensi pers, Jakarta, Selasa (2/11/2021). 

Hariyadi menambahkan jumlah masyarakat yang masih belum terserap ke dalam dunia kerja relatif besar. Indikatornya, jumlah masyarakat yang mendapat subsidi listrik dan jaminan kesehatan masing-masing hampir menyentuh 100 juta orang. 

“Kami berharap dengan formula penetapan upah yang ada dapat diterima semua pihak dan serikat buruh sehingga ketegangan kita dalam hubungan industrial lebih baik, produktif, dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan lebih luas lagi,” tuturnya. 

PENOLAKAN

Lain sisi, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI menolak penetapan upah minimum provinsi atau UMP 2022 yang mengacu pada amanat PP No. 36/2021 tentang Pengupahan.  

Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan serikatnya tetap berpegang pada rumusan pengupahan yang tertuang dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Iqbal menuturkan UU itu mengamanatkan penghitungan UMP berdasar pada survei komponen hidup layak (KHL) di tengah masyarakat. 

“KSPI minta menggunakan KHL merujuk pada UU No. 13/2003 karena kita sedang menggugat UU Cipta Kerja sehingga PP No. 36/2021 tentang pengupahan juga tidak boleh,” kata Iqbal melalui sambungan telepon, Selasa (2/11/2021). 

UU Cipta Kerja yang tengah digugat itu, kata Iqbal, tidak dapat dijadikan instrumen penghitung kenaikan UMP pada tahun depan. Alasannya, objek hukum yang ada pada UU itu belum memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah. 

Lewat survei KHL itu, dia mengatakan, KSPI mendapatkan nilai kenaikan UMP 2022 sebesar 7—10 persen. Menurutnya, harga sejumlah KHL pekerja seperti sewa rumah, transportasi, dan barang di pasar mengalami kenaikan yang signifikan selama pandemi.

Item-nya yang besar sewa rumah dan transportasi buruh karena Covid-19 jadi tidak bisa naik angkot, sekarang pakai Gojek jadinya mahal,” kata dia. 

Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) Adi Mahfud mengatakan permintaan kenaikan UMP 2022 mencapai 10 persen dari KSPI tidak memiliki dasar perhitungan yang akurat. 

Adi beralasan manuver KSPI untuk menghitung besaran kenaikan UMP 2022 menggunakan beleid pengupahan yang lama, yaitu PP No. 78/2015, justru mengalami penurunan yang signifikan. 

Adapun, Depenas dari perwakilan pengusaha dan pekerja sudah melakukan uji petik di empat pasar yang ada di Ibu Kota untuk menguji proyeksi kenaikan upah sebesar 10 persen lewat skema PP No. 78/2015.

Melalui PP itu, sebanyak 64 standar KHL menjadi salah satu komponen penting penghitung besaran UMP tahun berjalan. 

“Memang ada pernyataan berdasarkan KHL makanya muncul kebutuhan 7 sampai 10 persen, apakah benar hasil survei, kami sudah uji petik di 4 pasar di DKI buat penyeimbang saja betul atau tidak, kurang tepat saya kira,” kata Adi saat mengadakan konferensi pers, Selasa (2/11/2021). 

Empat pasar yang disurvei Depenas di antaranya Pasar Senen, Pasar Cipinang Jaya, Pasar Koja dan Pasar Sukapura.

Survei di Pasar Senen mencatatkan KHL pekerja di angka Rp3.654.386, Pasar Sukapura sebesar Rp3.593.746, Pasar Koja mencapai Rp3.702.995 dan Pasar Cipinang Jaya sebesar Rp3.632.550.

“Jika keempat pasar yang ada di DKI itu kita rata-ratakan kurang lebih kebutuhannya hanya Rp.3.646.919 dengan begitu jenjang kenaikan di tahun berjalan ini kurang lebih kalau dipersentasekan itu 21 persen,” kata dia. 

Dengan demikian, perolehan itu terpaut 21 persen dari UMP 2021 DKI Jakarta yang saat ini sudah sebesar Rp4.416.186 atau mengalami penurunan sebesar Rp770.267. 

Dihubungi secara terpisah, perwakilan Kemenaker mempersilakan sejumlah pemangku kepentingan yang tidak puas terkait dengan mekanisme penetapan upah minimum provinsi atau 2022 menempuh jalur hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 

Kepala Biro Humas Kemenaker Chairul Harahap mengatakan kementeriannya masih menunggu data pertumbuhan ekonomi dan ketenagakerjaan yang disiapkan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menghitung kenaikan UMP 2022. 

Langkah itu sesuai dengan amanat dari PP No. 36/2021 tentang Pengupahan yang menjadi turunan UU Cipta Kerja.

“Bagi para pihak yang tidak puas, mereka bisa menggunakan mekanisme gugatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Chairul, Selasa (2/11/2021). 

Depenas dan LKS Tripnas, tuturnya, telah mengadakan pertemuan pada 21—22 Oktober 2021 di Jakarta. Pertemuan itu bersepakat untuk mendorong penetapan UMP yang sesuai dengan ketentuan PP Pengupahan. 

“Penetapan upah minimum 2022 secara mayoritas diprediksi mengalami kenaikan walau belum bisa memenuhi ekspektasi semua pihak. Hal tersebut harus diapresiasi sebagai langkah maju mengingat kita masih dalam masa pemulihan dari dampak Covid-19,” tuturnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.