Upaya Memacu Ekspor UKM Tak Melulu Soal Biaya Pengiriman

Saat ini tarif pengiriman barang ekspor melalui jalur laut mengalami peningkatan lima hingga sepuluh kali lipat dari sebelumnya. Kini biaya pengapalan mencapai US$10.000 sampai US$20.000 per kontainer.

Iim Fathimah Timorria

3 Okt 2021 - 19.54
A-
A+
Upaya Memacu Ekspor UKM Tak Melulu Soal Biaya Pengiriman

Aktifivas bongkar muat di terminal petikemas Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan. Bisnis/Paulus Tandi Bone

Bisnis, JAKARTA —  Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memperkirakan 15 persen dari capaian ekspor nonmigas pada tahun ini terhambat akibat kelangkaan kontainer sejak semester kedua tahun lalu. Bahkan, kelangkaan kontainer mencapai 5.000 unit setiap bulan.

Tak hanya sampai di situ, kelangkaan kontainer berimbas kepada melonjaknya biaya pengiriman kontainer.

Berdasarkan penjelasan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, saat ini tarif pengiriman barang ekspor melalui jalur laut mengalami peningkatan lima hingga sepuluh kali lipat dari sebelumnya. Kini biaya pengapalan mencapai US$10.000 sampai US$20.000 per kontainer.

“Terkait tarif pengiriman ekspor jalur laut yang meningkat, kami memberi usulan kepada para pelaku UKM, khususnya UKM yang mengekspor produk berukuran kecil atau ringan untuk beralih dari pengiriman jalur laut ke jalur udara. Hal ini mengingat adanya penurunan angka penumpang pesawat yang mengharuskan perusahaan penerbangan untuk tetap terbang dengan membawa muatan kargo,” kata Mendag.

Sementara itu, Center of Economic and Law Studies (Celios) mengharapkan agar pemerintah tetap memperhatikan sejumlah aspek dalam mendorong ekspor UKM, termasuk ketika menerapkan usulan pengiriman barang melalui jalur udara sebagai solusi atas biaya pengapalan yang tinggi.

Direktur Celios Bhima Yudhistira mengatakan bahwa pemangku kepentingan perlu memastikan agregasi pada barang-barang sejenis dilakukan demi mencapai efisiensi pengiriman.

“Jika lewat jalur udara lebih efisien, kenapa tidak diterapkan. Saya harap bisa difasilitasi segera, terutama oleh BUMN yang menyediakan jasa logistik ekspor,” kata Bhima, Minggu (3/10/2021).

Bhima juga menilai pemberian subsidi bisa menjadi solusi jangka pendek jika biaya pengiriman melalui udara justru menyebabkan harga produk menjadi lebih mahal. 

Menurutnya, masih banyak pelaku tetap memilih ekspor lewat jalur udara karena biaya akhir produk yang tetap lebih murah.

“Perlu dipertimbangkan juga soal ekspor produk UKM yang harganya tidak terlalu tinggi, apakah dengan jasa kargo udara harganya tetap kompetitif nanti? Jika tidak justru tidak efisien,” tambahnya.

Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun mengatakan pelaku UKM tetap mempertimbangkan harga akhir produk di destinasi ekspor saat memilih jasa pengiriman.

“Jika memang lewat kargo udara dihitung lebih murah, pelaku akan memanfaatkannya,” kata dia.

Namun, dia menekankan bahwa kendala yang dihadapi UKM untuk menembus pasar ekspor bukanlah sebatas pada biaya pengapalan. Lebih dari itu, banyak keterbatasan UKM yang menghalanginya melakukan aktivitas ekspor.

“Untuk ekspor kendala pertama di legalitas, bagaimana memenuhi standar di negara tujuan. Lalu ada masalah akses pembiayaan, terutama yang produksinya besar tentu memerlukan biaya yang besar pula,” kata Ikhsan.

UKM juga masih terkendala konsistensi produksi dengan skala dan kriteria sesuai dengan kebutuhan pembeli. Pada banyak kasus, kata Ikhsan, UKM tidak bisa memenuhi order karena situasi sumber daya manusia dan kualitas produk yang berubah.

KETERBATASAN RUANG

Sementara itu, meski menyambut positif usulan Kemendag agar UKM bisa memanfaatkan kargo jalur udara sebagai alternatif biaya pengapalan yang tinggi, Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) mengatakan bahwa pengiriman melalui jalur udara tidak bisa digunakan oleh semua jenis produk mebel.

Kendati memiliki keunggulan dari sisi kecepatan pengiriman, Ketua Presidium HIMKI Abdul Sobur mengatakan bahwa pengiriman mebel jalur udara mempunyai keterbatasan ukuran ruang. Ekspor produk mebel Indonesia didominasi barang berukuran besar yang dikirim dalam bentuk bulk.

“Rata-rata pengiriman dari Jawa Timur bisa mencapai 4.000 kontainer per bulan. Sementara satu pesawat setidaknya hanya bisa memuat satu atau dua kontainer dalam sekali penerbangan,” kata Abdul, Minggu (3/10/2021).

Namun, dia meyakini alternatif ini bisa dimanfaatkan untuk pengiriman produk dengan ukuran lebih kecil. Termasuk mebel dengan karakteristik bongkar pasang atau untuk produk UKM lainnya seperti makanan dan minuman.

“Ini ide yang logis, terutama untuk produk-produk berukuran lebih kecil seperti mebel yang knockdown atau makanan dan minuman,” tambahnya.

Kenaikan biaya pengapalan sendiri telah dirasakan industri mebel sejak akhir 2020, terutama untuk pengiriman lintas benua seperti ke Amerika Serikat dan Eropa. Biaya pengapalan kontainer berukuran 40 kaki untuk tujuan Amerika Serikat per Agustus 2021 mencapai US$21.500 menurut data yang dihimpun HIMKI. Biaya tersebut naik 838 persen dibandingkan dengan Agustus 2020 sebesar US$4.000 per kontainer.

“Untuk rute China, negara Asia lain dan Asia Tenggara tidak terlalu signifikan karena perdagangan dua arah masih terjadi. Sementara pengapalan lintas benua naik sampai 900 persen,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Zufrizal

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.