Utak-atik DMO Batu Bara demi Selamatkan Industri Semen

Dari DMO batu bara sepanjang tahun lalu, suplai yang terserap ke industri semen mencapai 4,45 juta ton. Tahun ini kebutuhan batu bara untuk industri semen diperkirakan mencapai 15,02 juta ton.

Reni Lestari

25 Jan 2022 - 17.30
A-
A+
Utak-atik DMO Batu Bara demi Selamatkan Industri Semen

Aktivitas pekerja Semen Indonesia di Packing Plant Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Selasa (11/12/2018)./Bisnis-Peni Widarti

Bisnis, JAKARTA — Kementerian Perindustrian mendesak agar kewajiban pasar domestik perusahaan batu bara dinaikkan dari 30—35 persen dari saat ini 25 persen, seiring dengan masih mahalnya harga komoditas emas hitam yang menekan industri semen dan pupuk. 

Guna mengatasi kenaikan harga batu bara yang tak terkendali, Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Muhammad Khayam meminta penerapan harga khusus untuk industri semen dan pupuk diperpanjang.

Kebijakan itu sebelumnya tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No.206/2021 tentang Harga Jual Batu Bara untuk Pemenuhan Bahan Baku Industri semen dan Pupuk.

Dalam regulasi tersebut, harga batu bara untuk kedua industri tersebut ditetapkan sebesar US$90 per metrik ton free on board. Berlaku sejak 1 November 2021, harga khusus itu ditetapkan berakhir pada 31 Maret 2022.

"Diharapkan Keputusan Menteri ESDM dapat terbit awal Maret 2022 sebelum pabrikan melakukan perpanjangan kontrak pembelian batu bara," kata Khayam dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Selasa (25/11/2021).

(BACA JUGA: Investasi Semen Dimoratorium, 2 Pabrik Baru Justru Muncul)

Dia menerangkan saat ini saja harga khusus batu bara itu belum dirasakan oleh semua pabrikan semen. 

Dalam catatan Kemenperin, beberapa pabrikan yang telah mendapat harga khusus batu bara antara lain Semen Padang, Semen Tonasa, Solusi Bangun Indonesia, Semen Gresik, dan Semen Bosowa.

Sementara itu, perusahaan yang belum mendapatkan harga sesuai skema Kepmen antara lain pabrik Indocement Tunggal Prakasa, Cemindo Gemilang, Sinar Tambang Artha Lestari, Semen Imasco Asiatic, Semen Jawa, dan Juishin.

Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara, Kementerian ESDM, realisasi DMO secara nasional sepanjang tahun lalu mencapai 133 juta ton atau 97 persen dari target 137,5 juta ton.

Dari total produksi batu bara nasional sepanjang 2021 sebesar 640 juta ton, sebanyak 89 persen atau 435 juta ton di antaranya diserap pasar ekspor dengan nilai US$31,6 miliar.

Dari DMO batu bara tersebut, suplai yang terserap ke industri semen mencapai 4,45 juta ton. Tahun ini kebutuhan batu bara untuk industri semen diperkirakan mencapai 15,02 juta ton.


Lain sisi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mempertimbangkan usulan untuk memperpanjang pemberlakuan harga khusus batu bara untuk industri semen dan pupuk yang berlaku sampai 31 Maret 2022.

Kebijakan yang tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No.206/2021 itu menetapkan harga khusus sebesar US$90 per metrik ton free on board untuk dua industri utama pengguna tersebut.

Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan sebelum kebijakan itu berakhir pada akhir Maret 2022kementerian akan mengevaluasi realisasi dan kebutuhan industri sejak diterapkan pada 1 November 2021.

"Kami akan kalkulasi dan akan kami pertimbangkan usulan asosiasi untuk diperpanjang kebijakan yang semula berlaku sampai 31 Maret, kami akan diskusikan dan undang pihak terkait," kata Ridwan.

Ridwan mengatakan untuk memastikan kecukupan pasokan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri terutama bagi industri semen dan pupuk, Kementerian ESDM memantau kepatuhan DMO perusahaan-perusahaan secara bulanan. 

Jika kuota DMO telah terpenuhi, ekspor baru diperbolehkan.  

Selain itu, kewajiban itu dia sebut tidak membebani perusahaan batu bara karena harga US$90 per metrik ton masih di atas harga yang dibayar PLN sebesar US$70 metrik ton.

Ridwan mencatat realisasi DMO secara nasional sepanjang tahun lalu mencapai 133 juta ton atau 97 persen dari target 137,5 juta ton. 

Dari total produksi batu bara nasional sepanjang 2021 sebesar 640 juta ton, 89 persen atau 435 juta ton diantaranya diserap pasar ekspor dengan nilai US$31,6 miliar.

Adapun, dari DMO batu bara tersebut, yang terserap ke industri semen mencapai 4,45 juta ton. Tahun ini diperkirakan kebutuhan batu bara untuk industri semen akan mencapai 15,02 juta ton.


KINERJA EKSPOR

Pada perkembangan lain di industri semen, ekspor sepanjang 2021 tercatat tumbuh 25 persen secara tahunan menjadi 11,6 juta ton dari 2020 sebanyak 9,2 juta ton.

Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mencatat total penjualan semen pada tahun lalu mencapai 77,81 juta ton, dengan 66,21 juta ton diantaranya merupakan konsumsi dalam negeri. 

"Dengan kata lain total penjualan dalam negeri dan ekspor tahun lalu sudah identik dengan total penjualan sebelum pandemi Covid-19," kata Ketua Umum ASI Widodo Santoso.

Total penjualan semen pada 2019 diketahui sebesar 75,50 juta ton, dengan konsumsi dalam negeri 69,99 juta ton, dan 5,51 juta ton ekspor.

Widodo memproyeksikan konsumsi semen dalam negeri akan tumbuh di kisaran 5 persen pada tahun ini. Sementara itu, pertumbuhan ekspor akan sangat bergantung pada perkembangan harga batu bara yang mengalami lonjakan harga dalam satu tahun terakhir.

Widodo mengatakan faktor tersebut dapat mengancam utilitas produksi untuk orientasi ekspor yang berkontribusi sekitar 15 persen dari total penjualan.

Ekspor menjadi solusi utama untuk mengatasi kelebihan suplai industri semen dalam negeri. 

Namun, dengan kenaikan tajam harga batu bara sebagai bahan bakar industri, penanggulangan oversuplai semen akan terganggu karena biaya produksi yang terkerek sekitar 20 persen hingga 25 persen.  Selain harganya yang tinggi, ketersediaan batu bara juga masih terbatas.

Pelarangan ekspor batu bara yang diterapkan pemerintah pada awal bulan ini sedikit membuat pengusaha semen bernapa lega dengan pasokan yang mengendur. Meski demikian, Widodo mengakui ketersediaannya belum sesuai yang diharapkan.

"Suplai masih terbatas dan belum semua perusahaan anggota ASI bisa mendapatkan kontrak harga sebagaimana aturan yang ditetapkan Pemerintah tersebut," ujar Widodo.

Untuk diketahui, kapasitas terpasang industri semen nasional pada tahun lalu berkisar 116 juta ton, dengan penambahan kapasitas sebesar 5 juta ton dari dua pabrik baru di Jember dan Jawa Tengah.

Dengan rata-rata konsumsi dalam negeri yang berkisar 70 juta ton per tahun, ada kelebihan suplai semen sebesar lebih dari 40 juta ton. Menanggulangi hal ini, pemerintah disebut-sebut tengah menjalankan moratorium pabrik semen baru, selain juga menggenjot kinerja ekspor.


Sementara itu, produsen semen PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP) menilai isu surplus suplai semen nasional menjadi masalah menahun yang belum kunjung selesai.

Hal itu berdampak pada stagnannya utilitas produksi perseroan yang berada di angka 55 persen hingga 60 persen pada tahun lalu.

Direktur dan Sekretaris Perusahaan Indocement Oey Marcos mengatakan ketidakseimbangan permintaan dan penawaran menyebabkan persaingan antar pabrikan menjadi ketat.  

"Oversupply juga tetap menjadi kendala utama di mana saat ini tingkat utilisas rata rata pabrikan masih di sekitaran 55—60 persen. Tentunya hal ini menyebabkan persaingan menjadi sangat ketat," kata Oey kepada Bisnis, Selasa (25/1/2022).

Oey melanjutkan, tantangan selanjutnya yang diperkirakan akan menghambat kinerja industri semen pada tahun ini yakni risiko gelombang baru Covid-19 akibat penyebaran varian Omicron. Ada pula risiko naiknya biaya enegeri seperti batu bara yang mungkin dapat terjadi lagi tahun ini.

"Kami sangat menghargai kebijakan pemerintah saat ini untuk mencegah kelangkaan batu bara di dalam negeri. Semoga ke depannya tidak kembali terjadi," jelasnya.

Sepanjang tahun lalu INTA mencatatkan penjualan semen sebesar 17 juta ton naik sekitar 3 persen dibandingkan dengan capaian 2020.

Oey mengatakan tahun ini INTA membidik pertumbuhan yang hampir sama di kisaran 3 persen hingga 4 persen sambil terus mencermati perkembangan yang terjadi.

"Terutama perkembangan dari naiknya Covid Omicron. Jika kembali terjadi pengetatan tentunya dapat berdampak kepada pertumbuhan semua industri," jelas Oey.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike Dita Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.