Bisnis, JAKARTA — Bak simalakama, tuntutan untuk mempercepat pengembangan energi baru dan terbarukan atau EBT oleh PT PLN (Persero) demi mengejar target netral karbon pada 2060 menjadi kebijakan yang dilematik, terlebih investasi yang dibutuhkan masih sangat tinggi.
Di satu sisi, kontribusi perusahaan setrum pelat merah itu dinilai mampu mempercepat penurunan emisi karbon terutama dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
Namun, di sisi lain tuntutan untuk secara perlahan meninggalkan PLTU akan berdampak terhadap keuangan perseroan.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021—2030, pemerintah membidik pengembangan EBT sebesar 20,9 gigawatt (GW) atau 51,6% dari total pembangkit yang direncanakan 40,5 GW.