UU Perlindungan Data Pribadi Disahkan, Akan Jadi Macan Kertas?

DPR telah mengetuk palu, mengesahkan undang-undang yang melindungi data pribadi beberapa hari setelah heboh pembocoran data oleh seseorang beridentitas anonym Bjorka. Namun, muncul kekhawatiran undang-undang tersebut hanya akan menjadi macan kertas.

Saeno

20 Sep 2022 - 15.48
A-
A+
UU Perlindungan Data Pribadi Disahkan, Akan Jadi Macan Kertas?

Ilustrasi - https://bisnisindonesia.id/media-images/1662791097561_71_Tangkapan layar situs breach.to yang menjajakan data pribadi hasil peretasan./Bisnis-Khadijah Shahnaz

Bisnis, JAKARTA – Pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi menjadi Undang-Undang berlangsung hari ini. DPR telah mengetuk palu, mengesahkan undang-undang yang melindungi data pribadi beberapa hari setelah heboh pembocoran data oleh seseorang beridentitas anonym Bjorka.

Dari berbagai respons yang muncul atas pengesahan UU Perlindungan Data Pribadi itu, muncul kekhawatiran undang-undang tersebut hanya akan menjadi macan kertas.

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat atau Elsam dalam pernyataan resminya, Selasa (20/9/2022) mengungkapkan sejumlah kekhawatiran.

Secara umum Elsam menilai substansi materi UU PDP yang disepakati memang telah mengikuti standar dan prinsip umum perlindungan data pribadi yang berlaku secara internasional. 

Hal itu, terutama adanya kejelasan rumusan mengenai definisi data pribadi, jangkauan material yang berlaku mengikat bagi badan publik dan sektor privat, perlindungan khusus bagi data spesifik, adopsi prinsip-prinsip pemrosesan data pribadi, batasan dasar hukum pemrosesan data pribadi, perlindungan hakhak subjek data, serta kewajiban pengendali dan pemroses data. 

Dengan klausul seperti itu, menurut Elsam mestinya legislasi ini dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum yang menyeluruh dalam pemrosesan data pribadi di Indonesia.

“Meski telah mengakomodasi berbagai standar dan memberikan garansi perlindungan bagi subyek data, akan tetapi implementasi dari undang-undang ini berpotensi problematis, hanya menjadi macan kertas, lemah dalam penegakkannya,” ujar Direktur Eksekutif Elsam Wahyudi Djafar, dalam pernyataan resmi.

Menurut Elsam situasi tersebut hampir pasti terjadi akibat ketidaksolidan perumusan pasal-pasal terkait dengan prosedur penegakan hukum.

Hal itu dinilai terjadi sebagai imbas kuatnya kompromi politik, khususnya berkaitan dengan Lembaga Pengawas Pelindungan Data Pribadi.

Menurut Elsam, berdasar praktik di banyak negara, kunci efektivitas implementasi UU PDP berada pada otoritas perlindungan data.

Sebagai lembaga pengawas, otoritas tersebut akan memastikan kepatuhan pengendali dan pemroses data, serta menjamin pemenuhan hak-hak subjek data. 

Apalagi, tekan Elsam, ketika UU PDP berlaku mengikat tidak hanya bagi sektor privat, tetapi juga badan publik (kementerian/lembaga).

Oleh karena itu, independensi otoritas perlindungan data menjadi mutlak. Hal itu diperlukan untuk memastikan ketegasan dan fairness dalam penegakan hukum PDP.

“Sayangnya, meski UU PDP ditegaskan berlaku mengingat baik bagi korporasi maupun pemerintah, undang-undang ini justru mendelegasikan kepada Presiden untuk membentuk Lembaga Pemerintah NonKementerian (LPNK), yang bertanggung jawab kepada Presiden,” ujar Elsam. 

Pendelegasian pembentukan LLPNM kepada Presiden dinilai Elsam membuat otoritas yang akan dibentuk tidak berbeda dengan lembaga pemerintah (eksekutif) lainnya.

“Padahal salah satu mandat utamanya adalah memastikan kepatuhan kementerian/lembaga yang lain terhadap UU PDP, sekaligus memberikan sanksi jika institusi pemerintah tersebut melakukan pelanggaran. Pertanyaan besarnya, apakah mungkin satu institusi pemerintah memberikan sanksi pada institusi pemerintah yang lain?,” ujar Elsam.

Elsam juga menegaskan bahwa UU PDP seperti memberikan cek kosong kepada Presiden. UU PDP tidak secara detail mengatur perihal kedudukan dan struktur kelembagaan otoritas ini.

Dampaknya, otoritas yang dibentuk akan sangat tergantung pada ‘niat baik’ Presiden yang akan merumuskannya.

“Kondisi tersebut makin problematis dengan ‘ketidaksetaraan’ rumusan sanksi yang dapat diterapkan terhadap sektor publik dan sektor privat, ketika melakukan pelanggaran,” tambah Elsam. 

Bila melakukan pelanggaran, sektor publik hanya mungkin dikenakan sanksi administrasi (Pasal 57 ayat 2). Sektor privat selain dapat dikenakan sanksi administrasi, dapat diancam denda administrasi sampai dengan 2 persen dari total pendapatan tahunan (Pasal 57 ayat 3). Bahkan sektor privat dapat dikenakan hukuman pidana denda mengacu pada Pasal 67, 68, 69, 70. 

“Dengan rumusan demikian, meski disebutkan undang-undang ini berlaku mengikat bagi sektor publik dan privat, dalam kapasitas yang sama sebagai pengendali/pemroses data, dalam penerapannya, akan lebih bertaji pada korporasi, tumpul terhadap badan public,” urai Elsam.

Elsam juga menyoroti risiko over-criminalisation  dari berlakunya undang-undang ini, khususnya akibat kelenturan rumusan Pasal 65 ayat (2) jo. Pasal 67 ayat (2).

Pasal tersebut pada intinya mengancam pidana terhadap seseorang (individu atau korporasi), yang mengungkapkan data pribadi bukan miliknya secara melawan hukum. 

Dalam hukum PDP, pemrosesan data pribadi, termasuk pengungkapan, sepanjang tidak memenuhi dasar hukum pemrosesan (persetujuan/konsen, kewajiban hukum, kewajiban kontrak, kepentingan publik, kepentingan vital, dan kepentingan yang sah), maka dapat dikatakan telah melawan hukum. 

“Ketidakjelasan batasan frasa ‘melawan hukum’ dalam pasal tersebut akan berdampak karet dan multitafsir dalam penerapannya, yang berisiko disalahgunakan, untuk tujuan mengkriminalkan orang lain,” tegas Elsam.

Elsam juga menggarisbawahu tantangan yang harus dihadapi dalam implementasi UU PDP. Dalam hal ini Elsam menyebut soal penyiapan dan pembentukan berbagai regulasi pelaksana, mulai dari Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, peraturan lembaga, hingga berbagai panduan teknis lainnya. 

“Detail dan kedalaman dari berbagai peraturan teknis yang dirumuskan, akan sangat menentukan dapat berlaku tidaknya undang-undang ini,”ujar Elsam. 

Hal lain yang disoroti Elsam adalah kekhawatiran terbatasnya tugas, fungsi, dan wewenang yang dimiliki Lembaga Pengawas Perlindungan Data.

Selain itu, lembaga tersebut tidak dilengkapi wewenang penyelesaian sengketa melalui mekanisme ajudikasi non-litigasi, dan kewenangan mengeluarkan putusan mediasi terkait ganti kerugian. 

“Belum lagi problem batasan waktu (timeline) dalam pemenuhan hak subjek data oleh pengendali data, yang diatur secara rigid dan berlaku untuk semua sektor (keseluruhannya dirumuskan 3×24 jam),” tambah Elsam. 

Ketentuan tersebut dinilai akan menjadi kendala bagi pengendali data dari beragam sektor, dengan corak dan model bisnis yang berbeda-beda, termasuk juga sektor publik, untuk dapat memastikan kepatuhan pada UU PDP.

Perincian BAB UU Perlindungan Data Pribadi

Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) disahkan menjadi Undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa, 20 September 2022. UU tersebut terdiri atas 16 BAB dan 76 Pasal.

"Telah terjadi perubahan sistematika RUU dari draft awal yang disampaikan oleh pemerintah yang semula sistematika RUU tentang perlindungan data pribadi terdiri dari 15 BAB dan 72 Pasal menjadi 16 BAB dan 76 Pasal," ujar Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari dalam Rapat Paripurna, Selasa (20/9/2022).

Adapun perincian ke-16 BAB UU PDP tersebut adalah sebagai berikut: 

BAB I Ketentuan Umum, BAB II Asas, BAB III Jenis Data Pribadi, BAB IV Subjek Data Pribadi, BAB V Pemrosesan Data Pribadi, dan BAB VI Kewajiban Pengendali Data Pribadi dan Prosesor Data Pribadi. 

Prosesor Data Pribadi terbagi atas beberapa bagian: 1. Umum, 2. Kewajiban Pengendali Data Pribadi, 3. Kewajiban Prosesor Data Pribadi, 4. Pejabat atau Petugas yang Melaksanakan Fungsi Perlindungan Data Pribadi. 

BAB VII Transfer Data Pribadi, terdiri atas 

  1. Transfer data pribadi dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia
  2. Transfer data pribadi keluar wilayah hukum Negara Republik Indonesia. 

Selanjutnya BAB VIII terkait dengan Sanksi Administratif, BAB IX Kelembagaan, BAB X Kerja Sama Internasional, BAB XI Partisipasi Masyarakat, BAB XII Penyelesaian Sengketa dan Hukum Acara, BAB XIII Larangan dalam Penggunaan Data Pribadi, BAB XIV Ketentuan Pidana, BAB XV Ketentuan Peralihan, BAB XVI Ketentuan Penutup. 

Sebagai informasi, BAB XI Partisipasi Masyarakat dalam UU yang disahkan DPR sebelumnya diatur dalam Bab XII rancangan draft final RUU PDP versi pemerintah. Bab XII versi draf final itu mengatur tentang peran pemerintah dan masyarakat.

Pada pasal 60 draf final versi pemerintah itu tertulis sbb:

1. Masyarakat dapat berperan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung terselenggaranya pelindungan Data pribadi.

2. Pelaksanaan peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, advokasi, dan/atau sosialisasi.

Berikut rancangan draf final UU PDP versi pemerintah dikutip dari web.kominfo.go.id. 


RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN …

TENTANG PELINDUNGAN DATA PRIBADI

 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang       :               

a. bahwa pelindungan data pribadi merupakan salah satu hak asasi manusia yang merupakan bagian dari pelindungan diri pribadi, perlu diberikan landasan hukum yang kuat untuk memberikan keamanan atas data pribadi, berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa pelindungan data pribadi ditujukan untuk menjamin hak warga negara atas pelindungan diri pribadi dan menumbuhkan kesadaran masyarakat serta menjamin pengakuan dan penghormatan atas pentingnya pelindungan data pribadi;

c. bahwa pengaturan data pribadi saat ini terdapat di dalam beberapa peraturan perundang- undangan maka untuk meningkatkan efektivitas dalam pelaksanaan pelindungan data pribadi diperlukan pengaturan mengenai pelindungan data pribadi dalam suatu undang-undang;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pelindungan Data Pribadi;

 

Mengingat          :                

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (4), dan Pasal 28J  Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

Dengan Persetujuan Bersama

 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

MEMUTUSKAN:

 Menetapkan      :               UNDANG-UNDANG TENTANG   PELINDUNGAN DATA PRIBADI.

 

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Data Pribadi adalah setiap data tentang seseorang baik yang teridentifikasi dan/atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik dan/atau nonelektronik.

2. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta, maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik.

3. Pengendali Data Pribadi adalah pihak yang menentukan tujuan dan melakukan kendali pemrosesan Data Pribadi.

4. Prosesor Data Pribadi adalah pihak yang melakukan pemrosesan Data Pribadi atas nama Pengendali Data Pribadi.

5. Pemilik Data Pribadi adalah orang perseorangan selaku subyek data yang memiliki Data Pribadi yang melekat pada dirinya.

6. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau Korporasi.

7. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum sesuai peraturan perundang-undangan.

8. Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi nonpemerintah  sepanjang   sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat dan/atau luar negeri.

9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.

 Pasal 2 

Undang-Undang ini berlaku untuk Setiap Orang, Badan Publik, dan organisasi/institusi yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau bagi Pemilik Data Pribadi Warga Negara Indonesia di luar wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 BAB II

JENIS DATA PRIBADI

Pasal 3

(1) Data Pribadi terdiri atas:

a. Data Pribadi yang bersifat umum; dan 

b. Data Pribadi yang bersifat spesifik.

(2) Data Pribadi yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. nama lengkap;

b.jenis kelamin;

c. kewarganegaraan;

d. agama; dan/atau

e. Data  Pribadi  yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang.

 (3) Data Pribadi yang bersifat spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

 a. data dan informasi kesehatan;

b.    data biometrik; 

c.     data genetika; 

d.    kehidupan/orientasi seksual;

e.    pandangan politik; 

f.     catatan kejahatan; 

g.    data anak; 

h.    data keuangan pribadi; dan/atau 

i.      data lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan

 

BAB III

HAK PEMILIK DATA PRIBADI

Pasal 4

 Pemilik Data Pribadi berhak meminta Informasi tentang kejelasan identitas, dasar kepentingan hukum, tujuan permintaan dan penggunaan Data Pribadi, dan akuntabilitas pihak yang meminta Data Pribadi.

 Pasal 5

Pemilik Data Pribadi berhak melengkapi Data Pribadi miliknya sebelum diproses oleh Pengendali Data Pribadi.

Pasal 6

Pemilik Data Pribadi berhak mengakses Data Pribadi miliknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 7

Pemilik Data Pribadi berhak memperbarui dan/atau memperbaiki kesalahan dan/atau ketidakakuratan Data Pribadi miliknya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 

Pasal 8

Pemilik Data Pribadi berhak untuk mengakhiri pemrosesan, menghapus, dan/atau memusnahkan Data Pribadi miliknya.

Pasal 9

Pemilik Data Pribadi berhak menarik kembali persetujuan pemrosesan Data Pribadi miliknya yang telah diberikan kepada Pengendali Data Pribadi.

Pasal 10

Pemilik Data Pribadi berhak untuk mengajukan keberatan atas tindakan pengambilan keputusan yang hanya didasarkan pada pemrosesan secara otomatis terkait profil seseorang (profiling).

Pasal 11

Pemilik Data Pribadi berhak untuk memilih atau tidak memilih pemrosesan Data Pribadi melalui mekanisme pseudonim untuk tujuan tertentu.

Pasal 12

Pemilik Data Pribadi berhak menunda atau membatasi pemrosesan Data Pribadi secara proporsional sesuai dengan tujuan pemrosesan Data Pribadi.

Pasal 13

Pemilik Data Pribadi berhak menuntut dan menerima ganti rugi atas pelanggaran Data Pribadi miliknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14

(1) Pemilik Data Pribadi berhak mendapatkan dan/atau menggunakan Data Pribadi miliknya dari Pengendali Data Pribadi dalam bentuk yang sesuai dengan struktur dan/atau format yang lazim digunakan atau dapat dibaca oleh sistem elektronik atau perangkat keras yang digunakan dalam interoperabilitas antar sistem elektronik.

(2) Pemilik Data Pribadi berhak menggunakan dan mengirimkan Data Pribadi miliknya ke Pengendali Data Pribadi lainnya, sepanjang sistem tersebut dapat saling berkomunikasi secara aman sesuai dengan prinsip pelindungan Data Pribadi berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 15

Pelaksanaan hak Pemilik Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 10 dan Pasal 12 diajukan melalui permintaan tertulis kepada Pengendali Data Pribadi.

Pasal 16

(1) Hak-hak Pemilik Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 14 tidak berlaku untuk:

a. kepentingan pertahanan dan keamanan nasional; 

b. kepentingan proses penegakan hukum; 

c. kepentingan umum dalam rangka penyelenggaraan negara; 

d. kepentingan pengawasan sektor jasa keuangan, moneter, sistem pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan; atau 

e. agregat data yang pemrosesannya ditujukan guna kepentingan statistik dan penelitian ilmiah dalam rangka penyelenggaraan negara.  

(2) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan hanya dalam rangka pelaksanaan ketentuan Undang-Undang.

 

BAB IV PEMROSESAN DATA PRIBADI

Pasal 17

 (1)  Pemrosesan Data Pribadi meliputi: 

 a.     perolehan dan pengumpulan; 

b.    pengolahan dan penganalisisan; 

c.     penyimpanan; 

d.    perbaikan dan pembaruan; 

e.    penampilan, pengumuman, transfer, penyebarluasan, atau pengungkapan; dan/atau 

f.     penghapusan atau pemusnahan. 

(2)  Pemrosesan Data Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan prinsip pelindungan Data Pribadi meliputi: 

a. pengumpulan Data Pribadi dilakukan secara terbatas dan spesifik, sah secara hukum, patut, dan transparan. 

b.  pemrosesan Data Pribadi dilakukan sesuai dengan tujuannya; 

c.   pemrosesan Data Pribadi dilakukan dengan menjamin hak Pemilik Data Pribadi; 

d.  pemrosesan Data Pribadi dilakukan secara akurat, lengkap, tidak menyesatkan, mutakhir, dan dapat dipertanggungjawabkan; 

e.  pemrosesan Data Pribadi dilakukan dengan melindungi keamanan Data Pribadi dari pengaksesan yang tidak sah, pengungkapan yang tidak sah, pengubahan yang tidak sah, penyalahgunaan, perusakan, dan/atau kehilangan Data Pribadi; 

f.  pemrosesan Data Pribadi dilakukan dengan memberitahukan tujuan dan aktivitas pemrosesan, serta kegagalan pelindungan Data Pribadi; 

g.  Data Pribadi dimusnahkan dan/atau dihapus setelah masa retensi berakhir atau berdasarkan permintaan Pemilik Data Pribadi kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan; dan h. pemrosesan Data Pribadi dilakukan secara bertanggung jawab dengan memenuhi pelaksanaan prinsip pelindungan Data Pribadi dan dapat dibuktikan secara jelas. 

(3)  Ketentuan teknis pelaksanaan pemrosesan Data Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri.

Pasal 18 

(1) Pemrosesan Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 harus memenuhi ketentuan adanya persetujuan yang sah dari Pemilik Data Pribadi untuk satu atau beberapa tujuan tertentu yang telah disampaikan kepada Pemilik Data Pribadi. 

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan dalam hal pemrosesan Data Pribadi untuk: 

a.    pemenuhan kewajiban perjanjian dalam hal Pemilik Data Pribadi merupakan salah satu pihak atau untuk memenuhi permintaan Pemilik Data Pribadi pada saat akan melakukan perjanjian; 

b.    pemenuhan kewajiban hukum dari Pengendali Data Pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 

c.     pemenuhan pelindungan kepentingan yang sah (vital interest) Pemilik Data Pribadi; 

d.    pelaksanaan kewenangan Pengendali Data Pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 

e.    pemenuhan kewajiban Pengendali Data Pribadi dalam pelayanan publik untuk kepentingan umum; dan/atau 

f.     pemenuhan kepentingan yang sah lainnya dengan memperhatikan tujuan, kebutuhan, dan keseimbangan kepentingan Pengendali Data Pribadi dan hak Pemilik Data Pribadi.

Pasal 19

(1) Persetujuan pemrosesan Data Pribadi dilakukan melalui persetujuan tertulis atau lisan terekam.

(2) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara elektronik atau nonelektronik. 

(3) Persetujuan tertulis dan lisan terekam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang sama. 

(4)  Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di dalamnya memuat tujuan lain, permintaan persetujuan harus memenuhi ketentuan: 

a.    dapat dibedakan secara jelas dengan hal lainnya; 

b.    dibuat dengan format yang dapat dipahami dan mudah diakses; dan 

c.     menggunakan bahasa yang sederhana dan jelas. 

(5)  Persetujuan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) dinyatakan batal demi hukum

 Pasal 20

 Klausul perjanjian yang di dalamnya terdapat permintaan Data Pribadi yang tidak memuat persetujuan secara tegas (explicit consent) dari Pemilik Data Pribadi dinyatakan batal demi hukum.

 Pasal 21 

(1)  Dalam melakukan pemrosesan Data Pribadi, Pengendali Data Pribadi wajib menjaga kerahasiaan Data Pribadi. 

(2) Ketentuan mengenai kewajiban menjaga kerahasiaan Data Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam hal: 

a.    Pemilik Data Pribadi telah memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19; 

b.    diperlukan untuk tujuan melaksanakan kewajiban dan/atau hak tertentu dari Pengendali Data Pribadi atau dari Pemilik Data Pribadi di bidang ketenagakerjaan, jaminan sosial, perpajakan, pengawasan sektor termasuk sektor keuangan, penyelenggaraan administrasi kependudukan, dan/atau kesejahteraan sosial yang memberikan pelindungan terhadap hak dasar dan kepentingan Pemilik Data Pribadi; 

c.     diperlukan untuk melindungi kepentingan Pemilik Data Pribadi yang tidak cakap baik secara fisik maupun hukum; dan/atau d. diperlukan untuk kepentingan proses penegakan hukum. 

(3) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 22

(1)  Pemasangan alat pemroses atau pengolah data visual di tempat umum dan/atau pada fasilitas pelayanan publik dilakukan dengan ketentuan: 

a. untuk tujuan keamanan, pencegahan bencana, dan/atau penyelenggaraan lalu lintas atau pengumpulan, analisis dan pengaturan Informasi lalu lintas; 

b.    harus menampilkan Informasi bahwa pada area tersebut telah dipasang alat pemroses atau pengolah data visual; dan 

c.     tidak digunakan untuk mengidentifikasi seseorang. 

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dikecualikan untuk pencegahan tindak pidana dan proses penegakan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

 

BAB V

KEWAJIBAN PENGENDALI DATA PRIBADI DAN PROSESOR DATA PRIBADI DALAM PEMROSESAN DATA PRIBADI

Bagian Kesatu Umum

Pasal 23

 Pengendali Data Pribadi dan Prosesor Data Pribadi meliputi:

a. Setiap Orang;

b. Badan Publik; dan

c. organisasi/institusi.

 

Bagian  Kedua Kewajiban Pengendali Data Pribadi

Pasal 24

 (1) Dalam rangka mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), Pengendali Data Pribadi wajib menyampaikan Informasi mengenai:

a.    legalitas dari pemrosesan Data Pribadi;

b.    tujuan pemrosesan Data Pribadi;

c.     jenis dan relevansi Data Pribadi yang akan diproses;

d.    periode retensi dokumen yang memuat Data Pribadi;

e.    rincian mengenai Informasi yang dikumpulkan;

f.     jangka waktu pemrosesan Data Pribadi; dan

g.    hak Pemilik Data Pribadi.

(2)  Dalam melakukan pemrosesan Data Pribadi, Pengendali Data Pribadi wajib menunjukkan bukti persetujuan yang telah diberikan oleh Pemilik Data Pribadi.

(3)  Dalam hal terdapat perubahan Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengendali Data Pribadi wajib memberitahukan kepada Pemilik Data Pribadi paling lambat 7 x 24 (tujuh kali dua puluh empat) jam setelah terjadi perubahan Informasi. 

Pasal 25

(1)  Pengendali Data Pribadi wajib menghentikan pemrosesan Data Pribadi dalam hal Pemilik Data Pribadi menarik kembali persetujuan pemrosesan Data Pribadi.

(2)  Penghentian pemrosesan Data Pribadi  sebagaimana   dimaksud  pada ayat (1) dilakukan paling lambat 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam terhitung sejak Pengendali Data Pribadi menerima permintaan penarikan kembali persetujuan pemrosesan Data Pribadi.

Pasal 26

(1)  Pengendali Data Pribadi wajib melakukan penundaan dan pembatasan pemrosesan Data Pribadi baik sebagian atau seluruhnya paling lambat 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam terhitung sejak Pengendali Data Pribadi menerima permintaan penundaan dan pembatasan pemrosesan Data Pribadi.

(2) Penundaan dan pembatasan pemrosesan Data Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam hal:

a.   terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak memungkinkan dilakukan penundaan dan pembatasan pemrosesan Data Pribadi;

b.    dapat membahayakan keselamatan pihak lain; dan/atau

c.  Pemilik Data Pribadi terikat perjanjian tertulis dengan Pengendali Data Pribadi yang tidak memungkinkan dilakukan penundaan dan pembatasan pemrosesan Data Pribadi.

Pasal 27

Pengendali Data Pribadi wajib melindungi dan memastikan keamanan Data Pribadi yang diprosesnya, dengan melakukan:

a.    penyusunan dan penerapan langkah teknis operasional untuk melindungi Data Pribadi dari gangguan pemrosesan Data Pribadi yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

b.    penentuan tingkat keamanan Data Pribadi dengan memperhatikan sifat dan risiko dari Data Pribadi yang harus dilindungi dalam pemrosesan Data Pribadi 

Pasal 28

Pengendali Data Pribadi wajib melakukan pengawasan terhadap setiap pihak yang terlibat dalam pemrosesan Data Pribadi di bawah kendali Pengendali Data Pribadi.

Pasal 29

Pengendali Data Pribadi wajib memastikan pelindungan Data Pribadi dari pemrosesan Data Pribadi yang tidak sah.

Pasal 30

(1)  Pengendali Data Pribadi wajib mencegah Data Pribadi diakses secara tidak sah.

(2) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan sistem keamanan terhadap Data Pribadi yang diprosesnya dan/atau memproses Data Pribadi menggunakan sistem elektronik secara andal, aman, dan bertanggung jawab.

(3) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Pasal 31

Pengendali Data Pribadi wajib melakukan perekaman terhadap seluruh kegiatan pemrosesan Data Pribadi.

Pasal 32

 (1)  Pengendali Data Pribadi wajib memberikan akses kepada Pemilik Data Pribadi terhadap Data Pribadi yang diproses beserta rekam jejak pemrosesan Data Pribadi sesuai dengan jangka waktu penyimpanan Data Pribadi.

(2)  Akses   sebagaimana  dimaksud  pada   ayat  (1)  diberikan   paling  lambat 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam terhitung sejak Pengendali Data Pribadi menerima permintaan akses.

Pasal 33

Pengendali Data Pribadi wajib menolak memberikan akses perubahan terhadap Data Pribadi kepada Pemilik Data Pribadi dalam hal diketahui atau sepatutnya diduga:

a.    membahayakan keamanan atau kesehatan fisik atau kesehatan mental Pemilik Data Pribadi dan/atau orang lain;

b.    berdampak pada pengungkapan Data Pribadi milik orang lain; dan/atau

c.     bertentangan dengan kepentingan pertahanan dan keamanan nasional.

Pasal 34

(1)  Pengendali Data Pribadi wajib memperbarui dan/atau memperbaiki kesalahan dan/atau ketidakakuratan Data Pribadi paling lambat 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak Pengendali Data Pribadi menerima permintaan pembaruan dan/atau perbaikan Data Pribadi.

(2)  Pengendali Data Pribadi wajib memberitahukan hasil pembaruan dan/atau perbaikan Data Pribadi kepada Pemilik Data Pribadi.

Pasal 35

(1) Pengendali Data Pribadi wajib menjamin akurasi, kelengkapan, dan konsistensi Data Pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

(2)  Dalam menjamin akurasi, kelengkapan, dan konsistensi Data Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pengendali Data Pribadi wajib melakukan verifikasi.

Pasal 36

Pengendali Data Pribadi wajib melakukan pemrosesan Data Pribadi sesuai dengan tujuan pemrosesan Data Pribadi yang disetujui oleh Pemilik Data Pribadi.

Pasal 37

(1)  Pengendali Data Pribadi wajib mengakhiri pemrosesan Data Pribadi jika:

a.    telah mencapai masa retensi;

b.    tujuan pemrosesan Data Pribadi telah tercapai; atau

c.     terdapat permintaan dari Pemilik Data Pribadi.

(2)  Pengakhiran pemrosesan Data Pribadi  sebagaimana   dimaksud  pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 38

(1)  Pengendali Data Pribadi wajib menghapus Data Pribadi jika:

a.    Data Pribadi   tidak     lagi diperlukan untuk     pencapaian tujuan pemrosesan Data Pribadi;

b.    Pemilik         Data       Pribadi  telah      melakukan          penarikan            kembali persetujuan pemrosesan Data Pribadi; 

c.     terdapat permintaan dari Pemilik Data Pribadi; atau

d.    Data Pribadi diperoleh dan/atau diproses dengan cara melawan hukum.

(2)  Penghapusan Data Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3)  Data Pribadi yang telah dihapus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipulihkan atau ditampilkan kembali secara utuh dalam hal terdapat permintaan tertulis dari Pemilik Data Pribadi.

(4)  Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diajukan dalam hal belum melewati masa retensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 39

(1)  Pengendali Data Pribadi wajib memusnahkan Data Pribadi jika:

a.    tidak memiliki nilai guna lagi;

b.    telah habis masa retensinya dan berketerangan dimusnahkan berdasarkan jadwal retensi arsip;

c.     terdapat permintaan dari Pemilik Data Pribadi; atau

d.    tidak berkaitan dengan penyelesaian proses hukum suatu perkara.

(2) Pemusnahan Data    Pribadi   sebagaimana dimaksud pada ayat   (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 40

(1)  Dalam hal terjadi kegagalan pelindungan Data Pribadi, Pengendali Data Pribadi wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis dalam waktu paling lambat 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam kepada:

a.    Pemilik Data Pribadi; dan

b.    Menteri.

(2)  Pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengenai:

a.    Data Pribadi yang terungkap;

b.    kapan dan bagaimana Data Pribadi terungkap; dan

c.     upaya penanganan dan pemulihan atas terungkapnya Data Pribadi oleh Pengendali Data Pribadi.

(3)  Dalam hal tertentu Pengendali Data Pribadi wajib memberitahukan kepada masyarakat mengenai kegagalan pelindungan Data Pribadi.

Pasal 41

Pengendali Data Pribadi wajib bertanggung jawab atas pemrosesan Data Pribadi dan menunjukkan pertanggungjawabannya dalam pemenuhan kewajiban pelaksanaan prinsip pelindungan Data Pribadi.

Pasal 42

(1)  Kewajiban Pengendali Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, Pasal 34, Pasal 37 Pasal 38 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, Pasal 39 ayat (1) huruf c, dan Pasal 40 ayat (1) huruf a, tidak berlaku untuk: 

a.    kepentingan pertahanan dan keamanan nasional;

b.    kepentingan proses penegakan hukum;

c.     kepentingan umum dalam rangka penyelenggaraan negara;

d.    kepentingan pengawasan sektor jasa keuangan, moneter, sistem pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan; atau

e.    agregat data yang pemrosesannya ditujukan guna kepentingan statistik dan penelitian ilmiah dalam rangka penyelenggaraan negara.

(2)  Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan hanya dalam rangka pelaksanaan ketentuan Undang-Undang.

Bagian Ketiga Kewajiban Prosesor Data Pribadi

Pasal 43

(1)  Dalam hal Pengendali Data Pribadi menunjuk Prosesor Data Pribadi, Prosesor Data Pribadi wajib melakukan pemrosesan Data Pribadi berdasarkan instruksi atau perintah Pengendali Data Pribadi kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)  Pemrosesan  Data    Pribadi   sebagaimana   dimaksud    pada   ayat   (1), dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan pemrosesan Data Pribadi berdasarkan Undang-Undang ini.

 (3) Pemrosesan Data Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk dalam tanggung jawab Pengendali Data Pribadi.

(4)  Dalam hal Prosesor Data Pribadi melakukan pemrosesan Data Pribadi diluar instruksi atau perintah dan tujuan yang ditetapkan Pengendali Data Pribadi, pemrosesan Data Pribadi menjadi tanggung jawab Prosesor Data Pribadi.

Pasal 44

Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 35 berlaku juga terhadap Prosesor Data Pribadi.

Bagian Keempat

Pejabat atau Petugas Yang Melaksanakan Fungsi Pelindungan Data Pribadi

Pasal 45

(1)  Dalam hal tertentu Pengendali Data Pribadi dan Prosesor Data Pribadi wajib menunjuk seorang pejabat atau petugas yang melaksanakan fungsi pelindungan Data Pribadi.

(2)  Dalam hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a.    pemrosesan Data Pribadi untuk kepentingan pelayanan publik;

b.    kegiatan inti Pengendali Data Pribadi memiliki sifat, ruang lingkup, dan/atau tujuan yang memerlukan pemantauan secara teratur dan sistematis atas Data Pribadi dengan skala besar; dan

c.     kegiatan inti Pengendali Data Pribadi terdiri dari pemrosesan Data Pribadi dalam skala besar untuk Data Pribadi yang bersifat spesifik dan/atau Data Pribadi yang berkaitan dengan tindak pidana.

(3)  Pejabat atau petugas yang melaksanakan fungsi pelindungan Data Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditunjuk berdasarkan kualitas profesional, pengetahuan mengenai hukum dan praktik pelindungan Data Pribadi, dan kemampuan untuk memenuhi tugas- tugasnya.

(4)  Pejabat atau petugas yang melaksanakan fungsi pelindungan Data Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berasal dari dalam dan/atau luar Pengendali Data Pribadi atau Prosesor Data Pribadi.

Pasal 46

(1)  Pejabat atau petugas yang melaksanakan fungsi  pelindungan  Data Pribadi memiliki tugas paling sedikit:

a.    menginformasikan dan memberikan saran untuk Pengendali Data Pribadi atau Prosesor Data Pribadi agar mematuhi ketentuan dalam Undang-Undang ini;

b.    memantau dan memastikan kepatuhan terhadap Undang-Undang ini dan kebijakan Pengendali Data Pribadi atau Prosesor Data Pribadi, termasuk penugasan, tanggung jawab, peningkatan kesadaran dan pelatihan pihak yang terlibat dalam pemrosesan Data Pribadi, dan audit terkait;

c.     memberikan saran mengenai penilaian dampak pelindungan Data Pribadi dan memantau kinerja Pengendali Data Pribadi dan Prosesor Data Pribadi; dan

d.    berkoordinasi dan bertindak sebagai narahubung untuk isu yang berkaitan dengan pemrosesan Data Pribadi, termasuk melakukan konsultasi mengenai mitigasi risiko dan/atau hal lainnya.

(2)  Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat atau petugas yang melaksanakan fungsi pelindungan Data Pribadi memperhatikan risiko terkait pemrosesan Data Pribadi, dengan mempertimbangkan sifat, ruang lingkup, konteks, dan tujuan pemrosesan.

(3)  Ketentuan lebih lanjut mengenai pejabat atau petugas yang melaksanakan fungsi pelindungan Data Pribadi diatur dalam Peraturan Pemerintah.


BAB VI TRANSFER DATA PRIBADI

Bagian Kesatu

Transfer Data Pribadi Dalam Wilayah Hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia

Pasal 47

(1)  Pengendali Data Pribadi dapat mentransfer Data Pribadi kepada Pengendali Data Pribadi lainnya dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(2)  Pengendali Data  Pribadi   yang  mentransfer  Data   Pribadi  dan  yang menerima transfer Data Pribadi wajib melakukan pelindungan Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini 

Pasal 48

(1)  Pengendali Data Pribadi berbentuk badan hukum yang melakukan penggabungan, pemisahan, pengambilalihan, atau peleburan badan hukum wajib menyampaikan pemberitahuan pengalihan Data Pribadi kepada Pemilik Data Pribadi.

(2)  Pemberitahuan pengalihan Data Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum dan sesudah penggabungan, pemisahan, pengambilalihan, atau peleburan badan hukum.

(3)  Dalam hal Pengendali Data Pribadi berbentuk badan hukum melakukan pembubaran atau dibubarkan, penyimpanan, transfer, penghapusan, atau pemusnahan Data Pribadi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4)  Penyimpanan, transfer, penghapusan, atau pemusnahan Data Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberitahukan kepada Pemilik Data Pribadi.

Bagian Kedua

Transfer Data Pribadi Ke Luar Wilayah Hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia

Pasal 49

(1)  Pengendali Data Pribadi dapat mentransfer Data Pribadi kepada Pengendali Data Pribadi di luar wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam hal:

a.    negara tempat kedudukan Pengendali Data Pribadi atau organisasi internasional yang menerima transfer Data Pribadi memiliki tingkat pelindungan Data Pribadi yang setara atau lebih tinggi dari yang diatur dalam Undang-Undang ini;

b.    terdapat perjanjian internasional antarnegara;

c.     terdapat kontrak antar Pengendali Data Pribadi yang memiliki standar dan/atau jaminan pelindungan data pribadi sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang ini; dan/atau

d.    mendapat persetujuan Pemilik Data Pribadi.

(1)  Ketentuan lebih lanjut mengenai transfer Data Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

BAB VII 

SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 50

(1)  Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 21 ayat (1), Pasal 24, Pasal 25 ayat (1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30 ayat (1), Pasal 31, Pasal 32 ayat (1), Pasal 33, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37 ayat (1), Pasal 38 ayat (1), Pasal 39 ayat (1), Pasal 40 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 41, Pasal 42 ayat (1), Pasal 43, Pasal 45 ayat (1), Pasal 47 ayat (2), Pasal 48 ayat (1), dan Pasal 49 ayat (1) dikenai sanksi administratif.

(2)  Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a.    peringatan tertulis;

b.    penghentian sementara kegiatan pemrosesan Data Pribadi;

c.     penghapusan atau pemusnahan Data Pribadi;

d.    ganti kerugian; dan/atau

e.    denda administratif.

(3)  Penjatuhan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh Menteri.

(4)  Ketentuan  mengenai            tata        cara        pengenaan         sanksi    administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

 

BAB VIII

LARANGAN DALAM PENGGUNAAN DATA PRIBADI

Pasal 51

(1)  Setiap Orang dilarang memperoleh atau mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dapat mengakibatkan kerugian Pemilik Data Pribadi.

(2)  Setiap Orang dilarang secara melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi yang bukan miliknya.

(3)  Setiap Orang dilarang secara melawan hukum menggunakan Data Pribadi yang bukan miliknya.

Pasal 52

Setiap Orang dilarang secara melawan hukum memasang dan/atau mengoperasikan alat pemroses atau pengolah data visual di tempat umum atau fasilitas pelayanan publik yang dapat mengancam dan/atau melanggar pelindungan Data Pribadi.

Pasal 53

Setiap Orang dilarang secara melawan hukum menggunakan alat pemroses atau pengolah data visual yang dipasang di tempat umum dan/atau fasilitas pelayanan publik yang digunakan untuk mengidentifikasi seseorang.

Pasal 54

(1)  Setiap Orang dilarang memalsukan Data Pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain.

(2)  Setiap Orang dilarang menjual atau membeli Data Pribadi.

 

BAB IX

PEMBENTUKAN PEDOMAN PERILAKU PENGENDALI DATA PRIBADI

Pasal 55

(1)  Asosiasi pelaku usaha dapat membentuk pedoman perilaku Pengendali Data Pribadi.

(2)  Asosiasi pelaku usaha dalam membentuk pedoman perilaku Pengendali Data Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mempertimbangkan:

a.    tujuan pemrosesan Data Pribadi;

b.    prinsip pelindungan Data Pribadi; dan

c.     kepentingan Pemilik Data Pribadi atau asosiasi perwakilannya.

(3)  Pedoman perilaku Pengendali Data Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki tingkat pelindungan yang setara atau lebih tinggi dari Undang-Undang ini.

(4)  Pedoman perilaku Pengendali Data Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang ini.

BAB X

PENYELESAIAN SENGKETA DAN HUKUM ACARA

Pasal 56

(1)  Penyelesaian sengketa pelindungan Data Pribadi dilakukan melalui arbitrase, pengadilan, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)  Hukum acara  yang   berlaku  dalam  penyelesaian   sengketa  dan/atau proses pengadilan pelindungan Data Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan hukum acara yang berlaku sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

(3)  Alat bukti yang sah dalam Undang-Undang ini adalah:

a.    alat bukti sebagaimana dimaksud dalam hukum acara; dan

b.    alat bukti lain berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(4)  Dalam           hal          diperlukan          untuk    melindungi         Data       Pribadi, proses persidangan dilakukan secara tertutup.

 

BAB XI

KERJA SAMA INTERNASIONAL

Pasal 57

(1)  Kerja sama internasional dilakukan oleh Pemerintah dengan pemerintah negara lain atau organisasi internasional terkait dengan pelindungan Data Pribadi.

(2)  Kerja sama internasional dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan prinsip hukum internasional.


BAB XII

PERAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT

Pasal 58

(1)  Pemerintah berperan dalam mewujudkan penyelenggaraan pelindungan Data Pribadi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

(2)  Penyelenggaraan pelindungan Data Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri.

(3)  Ketentuan  mengenai            penyelenggaraan             pelindungan       Data       Pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 59

(1)  Demi kepentingan umum dan/atau kepentingan nasional, kejaksaan selaku pengacara negara berwenang bertindak untuk dan atas nama negara atau pemerintah atas pelanggaran terhadap pelindungan Data Pribadi baik yang dilakukan di dalam negeri maupun di luar negeri.

(2)  Pelaksanaan     kewenangan     sebagaimana     dimaksud     pada      ayat     (1) dilakukan baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Pasal 60

(1)  Masyarakat dapat berperan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung terselenggaranya pelindungan Data pribadi.

(2)  Pelaksanaan peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui pendidikan, pelatihan, advokasi, dan/atau sosialisasi.

 

BAB  XIII KETENTUAN PIDANA

Pasal 61

(1)  Setiap Orang yang dengan sengaja memperoleh atau mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dapat mengakibatkan kerugian Pemilik Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dipidana dengan pidana  penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

(2)  Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).

(3)  Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp70.000.000.000,00 (tujuh puluh miliar rupiah).

Pasal 62

Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memasang dan/atau mengoperasikan alat pemroses atau pengolah data visual di tempat umum atau fasilitas pelayanan publik yang dapat mengancam atau melanggar pelindungan Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 63

Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan alat pemroses atau pengolah data visual yang dipasang di tempat umum dan/atau fasilitas pelayanan publik yang digunakan untuk mengidentifikasi seseorang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 64

(1)  Setiap Orang yang dengan sengaja memalsukan Data Pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).

(2)  Setiap Orang yang dengan sengaja menjual atau membeli Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

Pasal 65

Selain dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 sampai dengan Pasal 64 terhadap terdakwa juga dapat dijatuhi pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh atau hasil dari tindak pidana dan pembayaran ganti kerugian.

Pasal 66

(1)  Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 sampai dengan Pasal 64 dilakukan oleh Korporasi, pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus, pemegang kendali, pemberi perintah, pemilik manfaat, dan/atau Korporasi.

(2)  Pidana yang dapat dijatuhkan terhadap Korporasi hanya pidana denda.

(3)  Pidana denda yang dijatuhkan kepada Korporasi paling banyak 3 (tiga) kali dari maksimal pidana denda yang diancamkan.

(4)  Selain dijatuhi pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:

a.    perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh atau hasil dari tindak pidana;

 b.   pembekuan seluruh atau sebagian usaha Korporasi;

c.     pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu;

d.    penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan Korporasi;

e.    melaksanakan kewajiban yang telah dilalaikan; dan

f.     pembayaran ganti kerugian.

Pasal 67 

(1)  Jika pengadilan menjatuhkan putusan pidana denda, terpidana diberikan jangka waktu 1 (satu) bulan sejak putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk membayar denda tersebut.

(2)  Dalam hal terdapat alasan kuat, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(3)  Jika terpidana tidak membayar pidana denda dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) maka harta kekayaan atau pendapatan terpidana dapat disita dan dilelang oleh Jaksa untuk melunasi pidana denda yang tidak dibayar.

(4)  Jika penyitaan dan pelelangan harta kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak cukup atau tidak memungkinkan untuk dilaksanakan, pidana denda yang tidak dibayar diganti dengan pidana penjara paling lama sebagaimana diancamkan untuk tindak pidana yang bersangkutan.

(5)  Lamanya pidana penjara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang ditentukan oleh hakim, dicantumkan dalam putusan pengadilan.

Pasal 68

(1)  Dalam hal penyitaan dan pelelangan harta kekayaan atau pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (4) dilakukan terhadap terpidana Korporasi dan tidak cukup untuk melunasi pidana denda, Korporasi dikenakan pidana pengganti berupa pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun.

(2)  Lamanya pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang ditentukan oleh hakim, dicantumkan dalam putusan pengadilan.

Pasal 69

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dan Pasal 68 juga berlaku dalam hal terdakwa dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran ganti kerugian.

 

BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 70

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, pihak yang telah melakukan pemrosesan Data Pribadi, wajib menyesuaikan dengan ketentuan pemrosesan Data Pribadi berdasarkan Undang-Undang ini paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

 

BAB XV KETENTUAN PENUTUP

Pasal 71

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelindungan Data Pribadi dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 72

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

Disahkan di Jakarta pada tanggal  

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

  

JOKO WIDODO

 

Diundangkan di Jakarta pada tanggal …

 

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA 

REPUBLIK INDONESIA,

 

 

YASONNA H LAOLY

 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR …

 

RANCANGAN PENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN …

TENTANG PELINDUNGAN DATA PRIBADI

 

I.             UMUM

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang melaju dengan pesat telah menimbulkan berbagai peluang dan tantangan. Teknologi informasi memungkinkan manusia untuk saling terhubung tanpa mengenal batas-batas wilayah negara sehingga merupakan salah satu faktor pendorong globalisasi. Berbagai sektor kehidupan telah memanfaatkan sistem teknologi informasi, seperti penyelenggaraan electronic commerce (e-commerce) dalam sektor perdagangan/bisnis, electronic education (e-education) dalam bidang pendidikan, electronic health (e-health) dalam bidang kesehatan, electronic government (e-government) dalam bidang pemerintahan, serta teknologi informasi yang dimanfaatkan dalam bidang lainnya. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut mengakibatkan Data Pribadi seseorang sangat mudah untuk dikumpulkan dan dipindahkan dari satu pihak ke pihak lain tanpa sepengetahuan Pemilik Data Pribadi, sehingga mengancam hak atas privasi seseorang.

Pelindungan atas Data Pribadi adalah termasuk ke dalam pelindungan hak asasi manusia, dengan demikian, pengaturan menyangkut hak privasi atas data pribadi merupakan manifestasi pengakuan dan pelindungan atas hak-hak dasar manusia. Keberadaan suatu Undang-Undang tentang Pelindungan atas Data Pribadi merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi karena sangat mendesak bagi berbagai kepentingan nasional. Pergaulan internasional Indonesia turut menuntut adanya pelindungan atas Data Pribadi. Pelindungan tersebut dapat memperlancar perdagangan, industri, investasi yang bersifat transnasional.

Undang-Undang tentang Pelindungan Data Pribadi merupakan amanat dari Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa, “Setiap orang berhak atas  perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasaaman dan pelindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.” Persoalan pelindungan terhadap Data Pribadi muncul karena keprihatinan akan pelanggaran terhadap Data Pribadi yang dapat dialami oleh orang dan/atau badan hukum. Pelanggaran tersebut dapat menimbulkan kerugian yang tidak hanya bersifat materiil tetapi juga moril.

Perumusan aturan tentang pelindungan Data Pribadi dapat dipahami karena adanya kebutuhan untuk melindungi hak-hak individual di dalam masyarakat sehubungan dengan pemrosesan Data Pribadi baik yang dilakukan secara elektronik atau manual menggunakan perangkat olah data. Pelindungan yang memadai atas Data Pribadi akan mampu memberikan kepercayaan masyarakat untuk menyediakan Data Pribadi guna berbagai kepentingan masyarakat yang lebih besar tanpa disalahgunakan atau melanggar hak-hak pribadinya. Dengan demikian, pengaturan ini akan menciptakan keseimbangan antara hak-hak individu dan masyarakat yang diwakili kepentingannya oleh negara. Pengaturan tentang pelindungan Data Pribadi ini akan memberikan kontribusi yang besar terhadap terciptanya ketertiban dan kemajuan dalam masyarakat informasi.

Untuk mengurangi tumpang tindih ketentuan tentang pelindungan Data Pribadi maka pada dasarnya ketentuan dalam Undang-Undang ini adalah standar pelindungan Data Pribadi secara umum, baik yang diproses sebagian atau keseluruhan dengan cara elektronik dan manual, dimana masing-masing sektor dapat menerapkan pelindungan Data Pribadi sesuai karakteristik sektor yang bersangkutan, mencakup ketentuan Data Pribadi yang telah diatur dalam ketentuan-ketentuan profesi.

Dasar dari perumusan norma dan pelaksanaan dalam perlindungan Data Pribadi yakni berdasarkan asas pelindungan, asas kepastian hukum, asas kepentingan umum, asas kemanfaatan, asas kehati-hatian, asas keseimbangan, dan asas pertanggungjawaban. Asas pelindungan dimaksudkan untuk memberi pelindungan kepada Pemilik Data Pribadi mengenai Data Pribadinya dan hak-hak  atas Data Pribadi tersebut agar tidak disalahgunakan. Asas kepastian hukum dimaksudkan sebagai landasan  hukum   bagi  pelindungan Data Pribadi serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan. Asas kepentingan umum adalah bahwa dalam menegakkan pelindungan Data Pribadi harus memperhatikan kepentingan umum atau masyarakat secara luas. Kepentingan umum tersebut antara lain kepentingan penyelenggaraan negara dan pertahanan dan keamanan nasional. Asas kemanfaatan adalah bahwa pengaturan pelindungan Data Pribadi harus bermanfaat bagi kepentingan nasional, khususnya dalam mewujudkan cita-cita kesejahteraan umum. Asas kehati-hatian dimaksudkan agar para pihak yang terkait dengan pemrosesan dan pengawasan Data Pribadi harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian. Asas keseimbangan adalah sebagai upaya pelindungan Data Pribadi untuk menyeimbangkan antara hak-hak atas Data Pribadi di satu pihak dengan hak-hak negara yang sah berdasarkan kepentingan umum. Sedangkan asas pertanggungjawaban dimaksudkan agar semua pihak yang terkait dengan pemrosesan dan pengawasan Data Pribadi untuk bertindak secara bertanggung jawab sehingga mampu menjamin keseimbangan hak dan kewajiban para pihak yang terkait termasuk Pemilik Data Pribadi.

Pengaturan pelindungan Data Pribadi bertujuan antara lain melindungi dan menjamin hak dasar warga negara terkait dengan pelindungan diri pribadi, menjamin masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dari pemerintah, Korporasi, pelaku usaha, dan organisasi/institusi lainnya, mendorong pertumbuhan ekonomi digital dan industri teknologi informasi dan komunikasi, dan mendukung peningkatan daya saing industri dalam negeri.

 

II.            PASAL DEMI PASAL

                Pasal 1

Cukup jelas.

                Pasal 2

Cukup jelas.

                Pasal 3

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

 Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Yang dimaksud dengan Data Pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang antara lain nomor telepon seluler.

Ayat (3)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “data dan informasi kesehatan” yaitu catatan atau keterangan individu yang berkaitan dengan:

a. kesehatan fisik;

b. kesehatan mental; dan/atau

c. pelayanan kesehatan. 

 Huruf b

Yang dimaksud dengan “data biometrik” yaitu data yang berkaitan dengan fisik, fisiologis, atau karakteristik perilaku individu yang memungkinkan identifikasi unik terhadap individu, seperti gambar wajah atau data daktiloskopi. Data biometrik juga menjelaskan pada sifat keunikan dan/atau karakteristik seseorang yang harus dijaga dan dirawat, termasuk namun tidak terbatas pada:

a. rekam sidik jari;

b. retina mata; dan

c. sampel DNA. 

Huruf c

Yang dimaksud dengan “data genetika” yaitu semua data jenis apapun mengenai karakteristik suatu individu yang diwariskan atau diperoleh selama perkembangan prenatal awal.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

 Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Yang dimaksud dengan “data keuangan pribadi” yaitu termasuk namun tidak terbatas kepada data jumlah simpanan pada bank termasuk:

a. tabungan;

b. deposito; dan

c. data kartu kredit. 

Huruf i

Cukup jelas.

 Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Yang dimaksud dengan “profil seseorang” adalah termasuk tetapi tidak terbatas pada riwayat pekerjaan, kondisi ekonomi, kesehatan, preferensi pribadi, minat, keandalan, perilaku, lokasi

atau pergerakan Pemilik Data Pribadi secara elektronik.

 Pasal 11

Yang dimaksud dengan “mekanisme pseudonim” adalah pemrosesan Data Pribadi sedemikian rupa sehingga Data Pribadi tidak dapat dikaitkan lagi dengan Pemilik Data Pribadi tanpa menggunakan Informasi tambahan yang diberikan untuk memastikan  bahwa   Data  Pribadi  tidak  dapat  dikaitkan   denganPemilik Data Pribadi yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi.

 Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Yang dimaksud dengan “permintaan tertulis” adalah permohonan tercatat yang disampaikan baik secara elektronik maupun nonelektronik.

Pasal 16

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “kepentingan umum dalam rangka penyelenggaraan negara” antara lain penyelenggaraan administrasi kependudukan, jaminan sosial, perpajakan, kepabeanan, dan pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “sektor jasa keuangan” adalah perbankan, pasar modal, asuransi, lembaga pembiayaan, dana pensiun, dan industri keuangan lainnya yang berada dalam pengawasan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “agregat data” adalah sekumpulan data yang terkait dengan pribadi seseorang yang tidak dapat dan/atau tidak ditujukan untuk mengidentifikasi seseorang baik langsung maupun tidak langsung.

Ayat (2)

Cukup jelas.

 Pasal 17

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “transfer” adalah perpindahan, pengiriman, dan/atau penggandaan Data Pribadi baik secara manual maupun elektronik dari Pengendali Data Pribadi kepada pihak lain.

Huruf f

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 18

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “persetujuan yang sah” adalah persetujuan yang disampaikan secara eksplisit, tidak boleh tersembunyi atau atas dasar kekhilafan, kelalaian, atau paksaan.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud “kepentingan yang sah (vital interest) Pemilik Data Pribadi” adalah kebutuhan/keperluan untuk melindungi hal yang sangat penting bagi Pemilik Data Pribadi misalnya tentang keberadaan seseorang.

 Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “untuk kepentingan proses penegakan hukum” ialah yang dilakukan oleh hakim, jaksa/penuntut umum dan/atau penyidik yang permintaan dan/atau kebijakannya dilakukan oleh atasan yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 22

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “alat pemroses atau pengolah data visual” adalah perangkat kamera video yang digunakan untuk merekam atau mengamati orang perseorangan pada suatu ruang atau tempat tertentu mencakup Closed Circuit Television  (CCTV)    dan/atau   semua   alat    surveillance  and monitoring  yang  terus  berkembang   sesuai  perkembangan teknologi yang akuntabilitas dan keakuratannya terjaga. 

Yang dimaksud dengan “tempat umum” adalah sarana yang diselenggarakan oleh Pemerintah, swasta atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 23

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang      dimaksud            dengan “organisasi/institusi”      termasuk organisasi internasional.

Pasal 24

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Jangka  waktu   pemrosesan       Data       Pribadi  berlaku sepanjang masih ada kepentingan hukum yang sah.

Huruf g

Cukup jelas.

Ayat (2)

Kewajiban untuk menunjukan persetujuan yang telah diberikan oleh Pemilik Data Pribadi dilakukan dalam hal pemenuhan syarat sah pemrosesan Data Pribadi.

Ayat (3)

Cukup jelas.

 Pasal 25

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Penarikan kembali persetujuan pemrosesan Data Pribadi memuat antara lain alasan penarikan dan disertai bukti.

Pasal 26

Ayat (1)

Permintaan penundaan dan pembatasan pemrosesan Data Pribadi yang diajukan oleh Pemilik Data Pribadi memuat antara lain alasan penundaan dan pembatasan pemrosesan Data Pribadi dan disertai bukti.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Huruf a

Yang dimaksud dengan “membahayakan keamanan atau kesehatan fisik atau kesehatan mental Pemilik Data Pribadi dan/atau orang lain” antara lain perubahan data riwayat penyakit yang berpotensi membahayakan keamanan diri sendiri dan/atau orang lain.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “berdampak pada  pengungkapan Data Pribadi milik orang lain” antara lain perubahan Data Pribadi nasabah yang berdampak pada pengungkapan Data Pribadi orang lain.

 Huruf c

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “memusnahkan Data Pribadi” adalah memusnahkan Data Pribadi hingga Data Pribadi seseorang tidak dapat lagi diidentifikasi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 40

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “dalam hal tertentu” antara lain jika kegagalan pelindungan Data Pribadi mengganggu pelayanan publik dan/atau berdampak serius terhadap kepentingan masyarakat.

Pasal 41

Cukup jelas.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

 Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Pada saat Prosesor Data Pribadi bertindak diluar instruksi atau perintah dan tujuan yang ditetapkan Pengendali Data Pribadi maka pada saat itu Prosesor Data Pribadi telah beralih menjadi Pengendali Data Pribadi untuk tujuan lain sehingga menjadi tanggung jawab pihak yang bersangkutan.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “pejabat atau petugas yang melaksanakan fungsi pelindungan Data Pribadi” adalah pejabat atau petugas yang bertanggung jawab untuk memastikan pemenuhan kepatuhan atas prinsip pelindungan Data Pribadi dan mitigasi risiko pelanggaran pelindungan Data Pribadi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan pemberitahuan adalah pemberitahuan kepada pemilik data pribadi atau pemberitahuan secara umum melalui media massa baik elektronik maupun nonelektronik.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

 Ayat (4)

Yang dimaksud dengan pemberitahuan adalah pemberitahuan kepada pemilik data pribadi atau pemberitahuan secara umum melalui media massa baik elektronik maupun nonelektronik.

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Cukup jelas.

Pasal 53

Cukup jelas.

Pasal 54

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud menjual atau membeli Data Pribadi tidak termasuk monetisasi Data Pribadi.

Pasal 55

Cukup jelas.

Pasal 56

Cukup jelas.

Pasal 57

Cukup jelas.

Pasal 58

Cukup jelas.

Pasal 59

Cukup jelas.

Pasal 60

Cukup jelas.

Pasal 61

Cukup jelas.

Pasal 62

Cukup jelas.

Pasal 63

Cukup jelas.

Pasal 64

Cukup jelas.

Pasal 65

Cukup jelas.

Pasal 66

Cukup jelas.

Pasal 67

Cukup jelas.

Pasal 68

Cukup jelas.

Pasal 69

Cukup jelas.

Pasal 70

Cukup jelas.

Pasal 71

Cukup jelas.

Pasal 72

Cukup jelas.

 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR …


 (Rahmi Yati/Saeno)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Saeno

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.