Wait and See Investor & Tantangan Kripto di Indonesia

Transaksi kripto di Indonesia mengalami penurunan sebagai dampak dari sederet faktor kejatuhan aset kripto secara global, dari Terra-Luna dan FTX. Kejadian tersebut membuat Indonesia juga cukup berhati-hati seiring dengan rencana pembentukan bursa kripto.

Asteria Desi Kartikasari

23 Feb 2023 - 19.09
A-
A+
Wait and See Investor & Tantangan Kripto di Indonesia

Ilustrasi aset kripto Bitcoin, Ether, dan Altcoin/Istimewa

Bisnis, JAKARTA— Transaksi kripto di Indonesia mengalami penurunan sebagai dampak dari sederet faktor kejatuhan aset kripto secara global, dari Terra-Luna dan FTX.  Kejadian tersebut membuat Indonesia juga cukup berhati-hati seiring dengan rencana pembentukan bursa kripto.

Ambrolnya bursa kripto global membuat investor menarik diri dari investasi kripto, sehingga bisa dibilang kepercayaan publik mulai memudar. Situasi tersebut menjadi salah satu tantangan investasi kripto, termasuk di Indonesia.

Secara terperinci, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatatkan penurunan transaksi kripto pada Januari 2023 hanya Rp12 triliun. Jumlah ini mengalami penurunan dibandingkan dengan dibandingkan rata-rata transaksi bulanan pada 2022 yang mencapai Rp25 triliun.

Sementara itu, nilai transaksi kripto sepanjang 2022 tercatat sebesar Rp306,4 triliun. Angkanya menurun 64,3 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp858,76 triliun.

Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Pasar, Tirta Karma Senjaya berharap transaksi kripto dapat kembali meningkat pada Februari 2023. Dia berujar, bahwa pihaknya masih mempelajari penyebab penurunan transaksi kripto, meskipun dugaan utama masih mengarah pada kejatuha Terra Luna dan FTX. Mengingat, kejatuhan FTX diketahui merupakan pasar kripto terbesar di dunia. Sehingga, investor kripto saat ini cenderung wait and see.


“Indonesia pun mulai berhati-hati walaupun memang kita menyampaikan meregulasi ini untuk mencegah hal-hal seperti kasus di Amerika (FTX) sehingga supaya tidak ada kejadian di Indonesia. Exchanger di kita diharapkan tidak kejadian seperti di Amerika,” katanya. 

Bappebti juga mencatat, nilai investasi aset kripto anjlok hingga 64,3 persen pada 2022, padahal jumlah investor di mata uang digital ini telah bertumbuh hingga mencapa 17 juta orang. Bappebti yakin pertumbuhan investasi aset kripto akan positif di 2023.

 Plt. Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko mengatakan peminat aset kripto mengalami pertumbuhan namun nilai transaksinya semakin kecil.

Baca Juga: Uji Momentum Aset Kripto Melaju Kencang

Adapun untuk mencegah kejatuhan pasar kripto seperti di Amerika, Bappebti telah memiliki regulasi untuk melindungi konsumen. Pemerintah bersama dengan DPR juga telah mengesahkan Undang-Undang- Undang Pengembangan Peraturan Sektor Keuangan (P2SK).

Dengan perundangan tersebut, nantinya akan ada pergeseran kewenangan, yakni 
 perdagangan Fisik Aset Kripto yang semula ada di dalam pengawasan Bappebti atau Kementerian Perdagangan akan bergeser di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
 
 Pengalihan ini diharapkan dapat memberikan ruang peraturan dan manajemen risiko yang lebih baik, terutama terkait dengan sektor fiskal yang nantinya dapat berpengaruh pada kestabilan sistem keuangan di Indonesia.


Bappebti juga tengah membentuk ekosistem untuk perdagangan aset kripto. Dalam hal ini adalah bursa lembaga kliring, hingga custodian untuk aset kripto.

VP Risk Management & Group Controller Clearing ICH Yudhistira Mercianto mengatakan, bursa, lembaga kliring, dan kustodian akan saling berinteraksi dalam rangka memnatau dan memitigasi risiko yang bisa saja terjadi di industri perdagangan aset kripto. 

“Salah satu yang penting juga untuk suatu lembaga kliring adalah memiliki namanya risik waterfall,” ujar Yudhistira.

Adapun waterfall merupakan suatu mitigasi dalam bentuk pinjaman, penanggulangan gagal bayar, dan pennguangan gagal serah dalam transaksi kripto. Jika terjadi gagal bayar maka dana akan dikembalikan kepada penjual aset kripto.

Baca Juga: Uji Momentum Aset Kripto Melaju Kencang

Kemudian, ketika terjadi pembelian aset dan penjual gagal menyediakan aset, maka uang nasabah akan kembali selaku pembeli. “Lembaga kliring yang akan bertindak sebagai counterparty dari para pihak yang bertransaksi,” katanya.

Sementara kustodian, sebagai pihak yang bersifat independen akan menyimpan aset kripto baik dalam bentuk hot wallet atau cold wallet, maupun dengan kliring bank yang akan bertindak mengamanan dana nasabah. Kustodian akan menempatkan dana nasabah dalam satu rekening khusus yang tidak tercampur dengan rekning dana nasabah maupun lembaga kliring.

Yudhistira menyebut dengan adanya bursa dan kustodian untuk aset kripto akan membuat lembaga kliring dapat melakukan risiko dengan baik. Hal ini akan membuat lembaga kliring dapat mengawasi jumlah aset kripto, dan melakukan pengelolaan aset milik nasabah. (Setyo Aji Nugroho).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Asteria Desi Kartikasari

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.