Wajib PCR Pelaku Perjalanan dan PR yang Belum Selesai

Jika tidak diantisipasi dengan baik, penerapan tes PCR sebagai syarat perjalanan pada semua moda transportasi hanya akan menggeser masalah. Tanpa pengawasan yang rapat, maka pengguna bus AKAP, misalnya, hanya akan bergeser ke angkutan umum ilegal atau kendaraan pribadi demi menghindari tes PCR.

Anitana Widya Puspa & Rahmi Yati

29 Okt 2021 - 19.38
A-
A+
Wajib PCR Pelaku Perjalanan dan PR yang Belum Selesai

Seorang warga mengikuti tes usap Polymerase Chain Reaction (PCR) secara Drive Thru di Terminal 3, Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (26/10/2021). /Antara

Bisnis, JAKARTA – Kekhawatiran tentang gelombang ketiga ledakan kasus Covid-19 akibat libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021 membuat pemerintah berpikir menerapkan kewajiban tes reaksi berantai atau polymerase chain reaction (PCR) pada semua moda transportasi.

Kecemasan itu tidak berlebihan mengingat libur panjang senantiasa diikuti dengan lonjakan penularan virus corona. Trauma gelombang kedua akibat penyebaran cepat varian delta pertengahan tahun ini masih membekas.

Pada saat yang sama, mobilitas manusia terus meningkat selepas Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dilonggarkan. Google mobility report melaporkan mobilitas ke lokasi ritel dan rekreasi selama lima pekan hingga 25 Oktober naik 4%, toko bahan makanan dan apotek 23%, dan taman 2%.

Berdasarkan survei Balitbang Kementerian Perhubungan pun, sekitar 19,9 juta orang di Jawa dan Bali akan melakukan perjalanan pada masa libur Natal dan Tahun Baru (Nataru). Sebanyak 4,45 juta orang di antaranya melakukan perjalanan di Jabodetabek.

Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati tidak membantah beberapa kementerian sedang membahas kemungkinan perluasan kewajiban uji PCR pada pelaku perjalanan darat dan laut, menyusul perjalanan udara Jawa-Bali. Saat ini pelaku perjalanan darat (kendaraan umum dan pribadi serta kereta api) masih diperbolehkan menggunakan tes antigen.

Pembahasan itu dilakukan setelah awal pekan ini Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan penggunaan tes PCR secara bertahap akan diterapkan juga pada transportasi lain di luar pesawat udara untuk mengantisipasi periode Nataru.

Luhut mengatakan, tanpa pengaturan protokol kesehatan yang ketat, peningkatan pergerakan penduduk akan menaikkan risiko penyebaran virus corona.

"Pak Menko Marinves sudah menyatakan hal tersebut [kewajiban PCR untuk semua moda transportasi]. Untuk teknisnya tentu harus dibahas bersama semua Kementerian dan Lembaga terkait dulu. Kita perlu mempersiapkan dengan sebaik-baiknya," kata Adita kepada Bisnis, Kamis (28/10/2021).

Secara terpisah, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan pembatasan mobilitas dan pengawasan protokol kesehatan harus dilakukan pada masa libur Nataru untuk mencegah kenaikan kembali kasus Covid-19 setelah libur Nataru.

“Semua pihak harus belajar dari negara-negara lain, yakni Tiongkok, Inggris, Jerman, dan beberapa negara lainnya yang mengalami gelombang ketiga kasus Covid-19,” ucap Budi. 

Semua tidak menginginkan ledakan kasus Covid-19 terjadi lagi dengan penambahan kasus harian di atas 50.000 seperti pada medio tahun ini.

Namun, jika tidak diantisipasi dengan baik, penerapan tes PCR sebagai syarat perjalanan pada semua moda transportasi hanya akan menggeser masalah. Andai tidak disertai dengan pengawasan yang rapat, maka pengguna bus AKAP, misalnya, hanya akan bergeser ke angkutan umum ilegal atau kendaraan pribadi demi menghindari tes PCR.   

Direktur Utama Perusahaan Otobus Siliwangi Antar Nusa (PO SAN) Kurnia Lesani Adnan mengatakan keterbatasan jumlah aparat kepolisian hanya akan membuat mereka fokus mengawasi angkutan umum. Sebaliknya, kendaraan pribadi dan angkutan ilegal yang mengangkut orang-orang tanpa uji Covid-19 akan lolos dari pengawasan.

“Sementara angkutan massal dikejar-kejar seperti maling, kendaraan pribadi dan angkutan ilegal hanya dilirik seperti koruptor yang hanya saat apesnya saja baru kedapatan,” ujarnya.

Institut Studi Transportasi (Instran) mendukung ide mewajibkan tes PCR bagi seluruh pengguna moda transportasi menjelang libur Nataru untuk membatasi pergerakan dan mencegah gelombang ketiga Covid. Namun, penegakan hukum di lapangan harus dimatangkan dulu.

“Bagaimana bila di moda angkutan jalan [darat] tidak melakukan test PCR? Apa hukumnya dan sanksinya? Karena selama ini moda darat tanpa melakukan tes apapun, tetap boleh [beroperasi]. Apakah virusnya beda?" ucap Direktur Eksekutif Instran Deddy Herlambang.

TRACING LEMAH

Di sisi lain, gagasan wajib tes PCR pada semua moda menguak kenyataan lain. Menurut anggota Komisi V DPR Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama, kemampuan penelusuran atau tracing kontak Covid-19 pemerintah yang lemah dan vaksinasi yang belum menyeluruh membuat pemerintah akhirnya mengandalkan tes PCR.

Dia menyebutkan Indonesia belum mencapai 80% pelacakan kontak. Syarat 80% kasus baru berasal dari pelacakan kontak diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No HK.01.07/Menkes/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Aturan itu menyebutkan 80% merupakan indikator yang menunjukkan rantai penularan Covid-19 telah dapat diidentifikasi dan dilakukan upaya penanggulangan. Adapun di Jawa, khususnya di 49 kabupaten/kota yang telah memiliki program tracing, hanya 69,7% kasus baru yang berasal dari tracing.

Namun, menurut Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia Zubairi Djoerban, kebijakan tes PCR bagi pelaku perjalanan penting. Meskipun tubuh memproduksi antibodi dengan vaksin, hal itu tidak serta-merta mencegah penularan Covid-19.

Dia tak memungkiri jika harga tes PCR yang sudah Rp300.000 masih berat bagi sebagian besar kalangan, apalagi jika diterapkan di seluruh moda transportasi. Lebih-lebih bila satu keluarga beranggotakan 4-5 orang. Menurutnya, kekuatan pasar harus mendorong harga PCR terus turun, didukung pemerintah yang juga menerapkan subsidi.

Dalam kicauannya di Twitter, Selasa (26/10/2021), penemu kasus pertama AIDS pada 1983 ini mengenang harga tes viral load –tes mengukur jumlah virus HIV dalam darah— yang pada 1987 amat mahal, yakni Rp1,7 juta. Tarif itu kemudian turun beberapa kali hingga akhirnya pemerintah meluncurkan program subsidi tes tersebut.

“Kalau tes viral load bisa, kemungkinan tes PCR juga bisa.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Sri Mas Sari

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.