Women in Their 20s dan G20, Kaum Penikmat Jadi Penyedia

Memberdayakan perempuan untuk memulai dan membangun usahanya sudah selayaknya dilakukan, tetapi mengedukasi mereka adalah hal yang paling tepat sebagai langkah awal.

Ivy Sudjana

1 Apr 2022 - 17.24
A-
A+
Women in Their 20s dan G20, Kaum Penikmat Jadi Penyedia

Ketika MotoGP di Mandalika mencuatkan pawang hujan yang notabene perempuan, ada beberapa postingan baik artikel maupun TikTok yang membahas kemunculannya lebih bernilai marketing secara global, dibandingkan dukun lelaki. Bahasa awamnya, perempuan memiliki nilai jual tersendiri sebagai agen pemasaran.

Terlepas dari bias gender, kaum misoginis dan budaya patriarki, kaum perempuan memang terbukti menjadi unsur penting dalam industri periklanan atau dengan kata lain memberi peran ekonomi dalam bidang pemasaran di seluruh belahan dunia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menjadi pembicara utama pada sebuah seminar tahun 2021 lalu pernah mengungkapkan, di Indonesia, peranan perempuan dalam perekonomian menunjukkan peningkatan signifikan. Pada sektor UMKM, 53,76%-nya dimiliki oleh perempuan, dengan 97% karyawannya adalah perempuan, dan kontribusi dalam perekonomian 61%. Di bidang investasi, kontribusi perempuan mencapai 60%.

Sejalan dengan yang dikemukakan Menkeu, ada contoh nyata yang muncul baru-baru ini. Annisa Inawati Siswanto, yang masih taraf mengerjakan skripsi pendidikan S1-nya telah merintis bisnis thrift yang dinamai skirtizen, berawal dari kesenangannya menggunakan rok untuk keseharian.

Mahasiswa Program Studi (Prodi) Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret Surakarta tersebut sukses meraup keuntungan hingga jutaan rupiah dalam sebulan.

Padahal berlatar alasan sederhana kesenangan menggunakan rok yang dipasarkan sendiri, di mana produk thrifting ini lagi-lagi banyak yang berasal dari China dan Korea.

Annisa memang belum menjadi produsen dan mengalami jatuh bangun seperti Nurhayati Subakat, pendiri utama merek kosmetik Wardah yang juga mengelola Make Over, Emina, dan perawatan rambut Putri.

Keberhasilan Nurhayati yang dimulai dengan menawarkan produk Putri sejak tahun 1985 dari rumah ke rumah, membuatnya diperhitungkan sebagai salah satu dari 25 perempuan dunia yang berpengaruh di bidang bisnis, oleh majalah Forbes tahun 2018.

Anissa dan Nurhayati menjadi contoh bahwa perempuan pada dasarnya mampu berperan lebih sebagai produsen dalam perputaran ekonomi. Tak selalu hanya berada di posisi model produk, tim pemasaran, baik agen, reseller maupun dropshipper, apalagi berhenti hanya di posisi konsumen.

Tak bisa dipungkiri bahwa pekerjaan rumah kita masih banyak untuk mengubah kedudukan perempuan, yang dari sekedar konsumen menjadi produsen, dalam perekonomian Indonesia yang tahun ini dipercaya untuk menjadi tuan rumah G20.

Kata Data pernah melakukan survey, bagaimana perempuan melakukan transaksi e-commerce (sebanyak kurang lebih) 26 kali dalam setahun dibandingkan pria yang hanya 14 kali, meski nilai transaksinya tak berbanding sama. Apalagi semasa pandemi Covid-19 mulai melanda Indonesia.

Populix juga pernah melakukan survei pada akhir 2020 tentang rentang usia pembelanja e-commerce.

Sebanyak 6.285 responden di seluruh Indonesia, usia 18-21 tahun dan 22-28 tahun memiliki angka tertinggi dalam aktivitas belanja online, yang lagi-lagi didominasi oleh kaum perempuan sebagai konsumen.

Ditilik dari sisi psikologis, dari kedua temuan survey tersebut dapat disimpulkan bahwa kurang lebih mayoritas perempuan berusia 20-an masih menempati posisi sebagai konsumen. Lalu bagaimana kita mampu mempersiapkan diri dalam menghadapi situasi ekonomi Global dengan area market yang lebih luas, di mana para konsumen tak dibatasi oleh ruang mapun waktu dan persaingan antar produk makin kompetitif, bila kondisi ini terus berlangsung.

Ada yang meng-klaim bahwa adalah hal yang wajar apabila perempuan seusia ini hanya berperan sebagai konsumen semata, karena mereka sedang berada dalam fase pendewasaan diri dari remaja menjadi wanita dewasa dengan kebebasan mutlak untuk mengatur keuangan mereka sendiri. Meski tidak semuanya sudah mulai mencicipi kebebasan finansial dengan menjadi pekerja penuh waktu, misalnya. 

Mungkin Korean Waves yang juga berimbas besar bagi perempuan usia 20-an ini, bisa dijadikan pelajaran yang sangat baik.

Lihatlah fanatisme para penggemar yang rela mengumpulkan uang untuk membeli merchandise bias kesayangan, maupun menonton konser online yang tak terbilang murah.

Pelajarilah bagaimana pengemasan drama Korea yang sekaligus optimal memasarkan produk-produk yang digunakan dalam film tersebut. Tak heran roti lapis ala Drakor seperti ramyeon, tteokbokki, minuman, wardrobe (pakaian, tas, ransel, sepatu), dsbnya menjadi hal yang memiliki daya jual.

Amatilah, bahwa produk yang ‘diiklankan’ tak semata endorse-an saja, tetapi justru sengaja diperkenalkan dalam acara tersebut. Ini belum termasuk penggunaan layanan streaming video on demand (VoD) yang ikut mendongkrak perekonomian Korea Selatan selama pandemi covid-19 berlangsung.

Walau Menkeu Sri Mulyani menegaskan dalam acara G-20 Women's Empowerment Kick-Off Meeting pada Desember 2021 lalu, bahwa pemberdayaan perempuan dalam ekonomi dan kesetaraan gender adalah hal yang fundamental bagi pemulihan ekonomi global; pemaparan saya tentang mengubah posisi perempuan usia 20-an dari konsumen menjadi produsen adalah awal dari tindakan pemberdayaan itu sendiri.

Mengubah pandangan dunia yang cenderung bias gender, misoginis dan patriarki untuk mengakui bahwa perempuan memiliki kesempatan dan pengakuan kompetensi sebagai pelaku ekonomi yang setara, tidaklah semudah menarik minat masyarakat untuk beralih berbelanja melalui e-commerce misalnya.

Mungkin yang disampaikan Sri Mulyani tentang pembangunan satelit, fiber optic, agar setiap pelosok Indonesia bisa terkoneksi internet untuk mendukung promosi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), di mana banyak perempuan yang bekerja maupun berwirausaha di sektor ini; bisa menjadi langkah awal yang efektif.

Dengan jaringan internet yang semakin baik, teman-teman perempuan muda di berbagai pelosok diharapkan juga makin teredukasi, berdaya dan mengoptimalisasi kekuatan naturalnya sebagai perempuan.

Kemampuan otak manusia yang menurut para ahli neuroscience mampu membaca dan peduli terhadap situasi, diasumsikan dapat memudahkan kaum perempuan untuk mengenali trend, di mana kemampuan berkomunikasi yang lebih lancar tentu akan mendorong kemunculan berbagai bentuk kreatifitas dalam memasarkan produk.

Apalagi kemampuan multitasking yang dimiliki oleh hampir semua kaum perempuan yang pada akhirnya memampukan ia untuk tidak hanya memproduksi sendiri, tetapi juga menilai kualitas sekaligus memasarkannya.

Mengakhiri tulisan ini, saya mengutip pernyataan Ndidi Nwuneli, peraih penghargaan Global Fund For Women; Memberdayakan perempuan untuk memulai dan membangun usahanya sudah selayaknya dilakukan, tetapi mengedukasi mereka adalah hal yang paling tepat sebagai langkah awal. Ya, mengedukasi lebih banyak lagi perempuan usia 20-an untuk mengubah pemikirannya sebagai penikmat untuk mulai beralih menjadi penyedia, seperti Anissa.

Ivy Sudjana adalah ibu dua anak kelahiran Jakarta. Saat ini membersamai anak-anak melanjutkan pendidikan di Yogyakarta; sebelumnya guru di Denpasar, Bali, pada 1999-2009. Lulusan IKIP Jakarta program studi Bimbingan Konseling. Suka membaca, menulis, dan travelling.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Tim Redaksi

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.