Sistem Mitigasi Kebencanaan BNPB Bakal Dikembangkan ala Startup

Pengembangan aplikasi inaRISK ke depan akan diarahkan untuk masuk ke dalam sistem aplikasi para startup, terutama superapp. Langkah tersebut mengikuti PeduliLindungi yang telah masuk di beberapa sistem aplikasi.

Redaksi

14 Des 2021 - 15.04
A-
A+
Sistem Mitigasi Kebencanaan BNPB Bakal Dikembangkan ala Startup

Aplikasi inaRISK yang dikembangkan BNPB/istimewa

Bisnis, JAKARTA — Platform mitigasi kebencanaan yang dikembangkan BNPB bakal didorong untuk masuk ke sistem aplikasi startup, mengikuti strategi yang digunakan untuk pengembangan PeduliLindungi.

Perencana Ahli Madya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Robi Amri menyebut saat ini hampir semua informasi terkait dengan mitigasi kebencanaan bisa diakses melalui ponsel pintar.

Aplikasi tersebut adalah inaRISK Personal, info BMKG, dan Magma Indonesia.

"Mitigasi kebencanaan harus mengikuti perkembangan teknologi dan perubahan masyarakat," ujarnya, Senin (13/12/2021).

Menurut Robi, aplikasi-aplikasi tersebut memang tidak secara langsung terlihat mengurangi dampak fatal dari bencana.

Akan tetapi, pemahaman masyarakat dan pengguna aplikasi terhadap potensi bencana dan strategi antisipasinya sudah mulai meningkat.

Dia mengatakan aplikasi inaRISK saat ini masih dalam proses pengembangan. Saat ini fokus utama kampanye penggunaan inaRISK adalah di wilayah rawan bencana yang memiliki tingkat kepadatan penduduk cukup tinggi. 

Secara bertahap, dia melanjutkan, pengembangan inaRISK terus dilakukan untuk memberikan kemudahan akses kepada seluruh pengguna dalam berbagai kondisi. Beberapa fitur inaRISK saat ini sudah dapat digunakan tanpa akses jaringan internet.

Menurutnya pengembangan aplikasi inaRISK ke depan akan diarahkan untuk masuk ke dalam sistem aplikasi para startup, terutama aplikasi super (superapp). Langkah tersebut mengikuti PeduliLindungi yang telah masuk di beberapa sistem aplikasi.

Aplikasi kebencanaan akan terus berkembang menyesuaikan perkembangan IoT, kebutuhan masyarakat pengguna, perkembangan teknologi termasuk penggunaan realitas tertambah atau augmented reality (AR).

Pemerintah pasti akan memberikan dukungan penuh untuk pengembangan aplikasi mitigasi, apalagi yang menyangkut keselamatan masyarakat luas dalam kebencanaan.

Atas langkah kolaborasi dalam sistem aplikasi startup oleh BNPB, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Bima Laga menyebut tiap platform memiliki kebijakan masing-masing untuk membuka akses ke aplikasi luar, termasuk pemerintah.

"Untuk hal yang berkaitan dengan kepentingan  dan pelayanan publik, transparansi informasi dari pemerintah ke masyarakat, tiap platform anggota kami tentunya punya intensi yang sama dalam mendukung program pemerintah," ujarnya. 

Namun, menurutnya, perlu dibuat standar khusus untuk keamanan data dari masing-masing platform saat integrasi dilakukan. Dengan demikian, data dari masing-masing aplikasi tetap terjaga.

PeduliLindungi/Antara Foto-Zabur Kururu

KURANG MEMADAI

Adapun, aplikasi dan teknologi kebencanaan yang dimiliki oleh pemerintah dinilai kurang mumpuni karena masih banyak korban akibat bencana alam yang seharusnya dapat diminimalisir dengan sistem peringatan dini.

Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (Idiec) M. Tesar Sandikapura menyebut keberadaan aplikasi dan teknologi digital untuk mitigasi bencana seharusnya sudah dipersiapkan sejak lama. Indonesia dinilainya terlambat dalam adopsi teknologi di kebencanaan.

"Menurut saya kejadian di Semeru kemarin tidak seharusnya memakan korban jika ada sistem peringatan dini yang memadai,” ujarnya.

Menurut Tesar, peringatan dini merupakan hak masyarakat dan harus dapat diakses oleh semua kalangan di berbagai daerah rawan bencana.

Dia mengatakan aplikasi kebencanaan tidak harus ada di setiap ponsel pintar warga, tetapi harus dipastikan aksesnya mudah.

Aplikasi atau sistem pemantau kebencanaan setidaknya harus ada di setiap desa dan dioperatori oleh perangkat setempat. Dengan demikian, ketika ada ancaman, warga dapat segera dikoordinasi.

Terkait dengan pengembangan teknologi kebencanaan, Tesar berpendapat upaya tersebut selama ini telah banyak dilakukan oleh akademisi dan peneliti di perguruan tinggi maupun badan pemerintah. Namun, ekskusi dan penerapannya tidak berjalan dengan lancar.

Tesar sepakat bahwa aplikasi kebencanaan seperti inaRISK Personal milik BNPB harus segera mengikuti langkah PeduliLindungi yang terintegrasi ke sistem aplikasi startaup-startup besar.

Menurut survei pemanfaatan inaRISK 2021 yang dilakukan oleh BNPB, sebanyak 52 persen pengguna aplikasi tersebut merupakan aparatur sipil negara (ASN). Hal itu menunjukkan pengguna aplikasi belum merata ke semua kalangan.

Survei tersebut juga menunjukkan masyarakat kurang mengenal aplikasi inaRISK. Terdapat 48,7 persen responden yang mengaku baru mengetahui keberadaan aplikasi tersebut dari seminar maupun seminar daring.

Menurut data unduhan di Google Play Store, aplikasi inaRISK sudah diunduh lebih dari 100.000 unduhan. Jumlah tersebut terhitung sedikit bila dibandingkan dengan keseluruhan jumlah penduduk Indonesia.

Dikutip dari laman resmi BNPB, pada 2021, sampai saat ini tercatat telah terjadi2.853 bencana alam yang telah menelan 650 korban jiwa. Mayoritas didominasi oleh banjir (1.108 kejadian) dan tanah longsor (731). 

"Banjir dan tanah longsor, dua bencana yang seharusnya dapat diminimalisir dampaknya oleh sistem peringatan dini," ucap Tesar. (Thovan Sugandi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.