Tiga Hal untuk Mengetahui Air Dalam Kemasan Layak Konsumsi

Secara umum, produk pangan olahan (termasuk air minum dalam kemasan) yang beredar di Indonesia diseleksi sangat ketat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan sebelum dijual.

Zufrizal

10 Des 2021 - 19.56
A-
A+
Tiga Hal untuk Mengetahui Air Dalam Kemasan Layak Konsumsi

Ilustrasi: Air minum dalam kemasan.-Istimewa

Bisnis, JAKARTA — Ketua Umum Asosiasi Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin) Rachmat Hidayat menyampaikan cara untuk mengetahui air minum dalam kemasan yang layak untuk dikonsumsi.

Secara umum, katanya, produk pangan olahan (termasuk air minum dalam kemasan/AMDK) yang beredar di Indonesia diseleksi sangat ketat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebelum dijual.

“Jadi, perhatikan di kemasannya, adakah tertulis yang namanya izin edar BPOM. Untuk kodenya ada huruf awal MD [makanan dalam], kemudian ada angka,” kata Rachmat seperti dikutip dari Antara, Kamis (9/12/2021).

Kedua, terdapat label Standar Nasional Indonesia (SNI) yang memang diwajibkan dalam produk AMDK, dan kemudian label halal.

Jika salah satu dari ketiga label tersebut tidak ada, dia meminta agar para konsumen tak membeli.

“Sebaliknya, kalau jelas-jelas yang tiga itu ada lalu, misalkan, ada informasi menyatakan bahwa produk tersebut berbahaya, jangan percaya. Silakan cek langsung ke website BPOM,” ujar Rachmat.

Seandainya terdapat produk AMDK yang tak memiliki label keamanan pangan, maka disarankan agar produk tersebut dilaporkan kepada otoritas berwenang karena telah melanggar aturan sehingga nantinya penjual dikenakan hukuman pidana karena menjual barang tanpa sertifikat, yakni ancaman lima tahun penjara.

Dalam kesempatan yang sama, dia mengatakan rencana kebijakan BPOM memberlakukan pelabelan risiko Bisphenol-A (BPA) akan menjadi pukulan bagi industri AMDK.

“Kenapa? Karena kesan konsumen akan berubah, karena ada Bisphenol-A atau suatu zat yang dapat menjadi cemaran, padahal, tidak ada satupun kemasan yang tidak mengandung cemaran,” kata Rachmat.

Kebijakan tersebut telah digulirkan oleh BPOM sejak awal 2021 dan wacana tersebut kembali berkembang beberapa waktu terakhir.

Dia mengaku telah menyampaikan secara resmi kepada BPOM agar rencana itu tak dilanjutkan pembahasannya, juga berkomunikasi kepada para pemangku kepentingan lainnya karena kebijakan pelabelan risiko BPA akan berefek ke sektor ekonomi, lingkungan hidup, sosial, psikologi masyarakat, dan hukum.

Peraturan ini dianggap sangat diskriminatif karena hanya diberlakukan kepada industri AMDK. Padahal, di sektor makanan juga mengandung cemaran namun BPOM tak mewajibkan pelabelan risiko BPA terhadap sektor tersebut.

Oleh karena itu, pihaknya mengirim surat kepada Kementerian Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Kementerian PPN/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam rangka penolakan terkait dengan rencana BPOM.

“Kami juga kirim surat secara resmi kepada Presiden Joko Widodo. Kami punya harapan positif pemerintah akan memberikan pertimbangan permohonan kami,” sebut Rachmat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Zufrizal

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.