Tipisnya Harapan pada Saham-Saham Sektor Properti

Kinerja saham-saham properti terus melemah tahun ini, bahkan menjadi yang terburuk di pasar, padahal sudah banyak stimulus untuk sektor ini. Meskipun demikian, masih ada harapan kinerjanya bakal membaik.

31 Mei 2021 - 13.16
A-
A+
Tipisnya Harapan pada Saham-Saham Sektor Properti

Grand Kamala Lagoon, proyek mixed use besutan PT PP Properti Tbk. Proyek yang berlokasi di Bekasi ini menjadi salah satu proyek properti andalan PP Properti./grandkamala.com

Bisnis, JAKARTA — Kinerja saham-saham di sektor properti menjadi yang terlemah di antara saham-saham lain di Bursa Efek Indonesia. Meskipun demikian, sektor ini belum kehilangan harapan untuk bangkit, terutama jika beragam stimulus pemerintah mulai efektif pengaruhnya pada paruh kedua tahun ini.

Pemerintah telah memberikan banyak stimulus untuk sektor ini sepanjang tahun ini. Namun, kenyataannya investor masih pesimistis terhadap prospek saham-saham properti.  

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, kinerja indeks IDX Sektor Properti & Real Estat (IDXPROPERT) menjadi yang terburuk secara sektoral dengan koreksi 14,91% hingga perdagangan Jumat (28/5/2021).

Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio menuturkan, kinerja lesu sektor properti dan real estat bukan hanya terjadi tahun ini, melainkan memang tengah masa downtrend setidaknya 5 tahun belakangan.

Menurutnya, hal tersebut diawali dengan adanya indikasi potensi property bubble di Indonesia sekitar 5 tahun sebelumnya. Kala itu harga properti naik drastis membuat para pengembang terus menerus membangun properti dan menjual di harga premium.

 

Kinerja indeks-indeks sektoral di Bursa Efek Indonesia per Jumat, 28 Mei 2021.

“Jadi, yang terjadi adalah over supply dengan daya beli masyarakat yang sudah mulai berkurang di sektor ini,” kata Frankie kepada Bisnis, akhir pekan lalu.

Lebih lanjut, Frankie menilai lesunya ekonomi global pascaperang dagang AS—China beberapa tahun belakangan, yang membuat banyak perusahaan besar global menunda untuk ekspansi, juga turut menekan kinerja sektor ini.

“Investor asing tidak banyak yang membangun perusahaan di Indonesia, hal ini yang sebenarnya cukup penting untuk pendapatan penjualan landbank, perumahan dan sarana pendukung lainnya, dari warga asing,” katanya.

Belum juga sempat bangkit, pandemi ikut memukul sektor properti dan real estat. Kebijakan seperti pembatasan sosial berskala besar (PSBB), misalnya, menekan kinerja emiten yang memiliki lini bisnis berpendapatan berulang (recurring income) dari sewa propertinya, seperti mal dan perkantoran.

“Jadi, sentimen yang terakumulasi ini cukup menekan sektor properti dan real estate sampai tahun ini. Seperti yang diketahui sektor ini sebenarnya memiliki kaitan erat dengan sektor lainnya seperti semen, dan infrastruktur, juga sektor padat karya,” jelas Frankie.

Namun, lanjutnya, masih ada ruang untuk bertumbuh di tahun ini, seiring dengan harga properti yang mulai kompetitif akibat adanya suplai berlebih selama bertahun-tahun.

Sementara itu, untuk rekomendasi saham, Frankie menyarankan investor dapat melirik saham-saham pengembang properti dan real estat yang memiliki lini penjualan dari rumah tapak.

Sebab, menurutnya, untuk kontribusi penjualan dari lini high rise building seperti kondominium dan apartemen saat ini sudah sangat over supply, sedangkan di saat yang sama kebutuhan untuk kepemilikan rumah tapak masih besar.

Top pick versi Frankie antara lain CTRA, JRPT, DILD dan BSDE. Ketiga emiten tersebut dinilai memiliki fundamental yang cukup solid, dengan kinerja yang masih berimbang jika disandingkan dengan tahun-tahun sebelum pandemi.

Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan masih ada harapan untuk sektor properti, mengingat ada sejumlah insentif yang diberikan untuk sektor ini, seperti pemangkasan pajak pertambahan nilai (PPN) dari pemerintah sebesar 50% untuk rumah dengan harga maksimal Rp5 miliar.

Kemudian Bank Indonesia juga ikut memberi stimulus berupa regulasi yang memungkinkan perbankan dengan non-performing loan (NPL) di bawah 5% untuk memberi kredit pemilikan rumah (KPR) dengan uang muka atau down payment (DP) sebesar 0%.

Stimulus ini terutama untuk emiten yang memiliki ready stock cukup banyak karena batas waktu dari stimulus tersebut terbilang cukup singkat yakni hingga periode Agustus 2021 saja.

“Kita berharap dorongan PPN dan DP 0% bisa mendorong ada kenaikan, biarpun kita nggak lihat akan naik kencang sekali, karena ekonomi juga belum terlalu bullish. Jadi, demand memang masih terbatas,” kata Hans.

Senada, Analis Phillip Sekuritas Anugerah Zamzami Nasr menilai masih ada kemungkinan untuk sektor properti bangkit di tahun ini. Apalagi, menurutnya, properti biasanya positif ketika suku bunga sedang rendah.

“Mungkin juga harus disertai pemulihan dari konsumsi masyarakat juga. Kalau dari segi valuasi banyak emiten sudah terdiskon banyak dari RNAV-nya, teapi mungkin tunggu sentimen baik. Mungkin dapat diperhatikan dari data marketing sales or indeks harga properti ke depan,” tuturnya.

Menurutnya, beberapa saham-saham properti dan real estat yang masih layak dikoleksi investor a.l. CTRA dengan target harga Rp1.340, SMRA Rp1.060, dan BSDE Rp1.470. (Reporter: Dhiany Nadya Utami & M. Taufikul Basari)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.