Free

Pakai Dana SBSN, Pemerintah Akan Bangun Pabrik Fitofarmaka

Pemerintah akan membangun fasilitas produksi fitofarmaka di Balai Besar Kimia dan Kemasan pada 2022, untuk mendukung program substitusi impor. Kebutuhan investasi pabrik ini akan didanai melalui sumber Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Fatkhul Maskur

30 Des 2021 - 20.30
A-
A+
Pakai Dana SBSN, Pemerintah Akan Bangun Pabrik Fitofarmaka

Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK) Kementerian Perindustrian, Jl. Balai Kimia No.1, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur. - Foto Kemenperin

Bisnis, JAKARTA - Pemerintah akan membangun unit fasilitas produksi fitofarmaka di Balai Besar Kimia dan Kemasan yang mendukung program substitusi impor. Kebutuhan investasi pabrik ini akan didanai melalui sumber Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan fasilitas produksi yang akan dibangun itu meliputi Ruang yang akan dibangun adalah miniplant for phytopharmaca production, smart laboratory, centre of essential oil, soft computing room, dan satelite 4.0 for phytopharmaca.

"Pada tahun 2022 akan dibangun fasilitas produksi fitofarmaka sebanyak 1 unit di Balai Besar Kimia dan Kemasan yang mendukung program substitusi impor," ujar Menperin pada acara Jumpa Pers Akhir Tahun 2021 Kementerian Perindustrian di Jakarta, Rabu (29/12/2021).

Balai Besar Kimia dan Kemasan (BBKK) Jakarta dinilai memiliki kompetensi dan pengalaman di bidang pengembangan obat tradisional menjadi obat modern asli Indonesia (OMAI) berupa Obat Herbal Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka, termasuk untuk mengembangkan fasilitas produksi guna mendorong pertumbuhan industri OMAI.

Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik serta bahan baku dan produk jadinya distandardisasi.

BBKK Jakarta telah mulai merancang pembangunan fasilitas House of Wellness, yang akan dilengkapi dengan mini plant bersertifikasi Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), Smart Laboratory (R&D serta QC), Centre of Essential Oils (Learning Factory, dan Laboratorium Essential Oils Authentication) dan soft computing room

Program tersebut termuat dalam roadmap pengembangan fitofarmaka BBKK 2021-2026. Pada 2021, direncanakan pembangunan prasarana gedung dan penunjangnya, dengan mengikuti standar CPOTB. Dilanjutkan 2022, membangun instalasi peralatan dan sertifikasi CPOTB. 

Pada 2023, nantinya sudah dapat memproduksi ekstrak bahan alam serta mengembangkan smart laboratory. OHT diharapkan sudah dapat diproduksi pada 2024, dan pada 2026 fasilitasnya sudah dapat menghasilkan fitofarmaka. 

INSENTIF

Menteri Koordinasi Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan bahwa industri farmasi di Indonesia itu cukup besar, akan tetapi industri sediaan farmasi masih cenderung kurang sehingga mengimpor bahan kimia anorganik lebih dari US$1,5 miliar pada 2020. 

“Kita memahami farmasi merupakan industri yang sulit dimasuki, butuh SDM yang mumpuni, teknologi terkini, serta standar ketat mengingat berhubungan dengan kesehatan manusia sehingga pemerintah pun menyiapkan berbagai insentif untuk perusahaan sediaan farmasi investasi di Indonesia,” ujar Menko pada Forum Nasional Kemandirian dan Ketahanan Industri Sediaan Farmasi, 8-9 November 2021.

Ia mengungkapkan ada 24 bahan baku obat yang telah diproduksi di Indonesia atau yang dalam proses pengembangan, ambang batas TKDN juga sedang diupayakan untuk ditingkatkan. 

Pemerintah juga menyiapkan supertax deduction untuk RnD, mengingat RnD industri farmasi yang cenderung lebih sedikit dibanding peers negara berkembang. RnD paling tinggi industri farmasi Indonesia hanya 1,1% dari seluruh penjualan, sementara di India RnD industri farmasi bisa mencapai 8% total penjualan. 

Secara umum, industri farmasi Indonesia masih mengimpor 95 persen bahan baku obat (BBO), baik untuk BBO aktif atau active pharmaceutical ingredients/API sekitar 851 jenis maupun bahan pembantu (excipient) sejumlah 441 bahan. 

Dengan kata lain, industri farmasi hanya memproduksi tahap akhir dari bahan baku obat, sedangkan semua bahan baku antara (intermediate) berasal dari luar negeri, terutama China (60%), India (30%), dan sisanya dari AS, Eropa, Korea dan Jepang.

Harapannya dengan berbagai insentif tersebut, investasi dan RnD untuk industri farmasi dan sediaan farmasi Indonesia akan meningkat.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Fatkhul Maskur

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.