Impor LPG Disorot, Jokowi Minta Proyek DME Bukit Asam Maju Terus

Pemerintah pun terus berupaya agar Indonesia bisa lepas dari belenggu impor LPG, salah satunya dengan mendorong proyek gasifikasi batu bara menjadi dymethil ether (DME).

Aprianus Doni Tolok & Muhammad Ridwan

24 Jan 2022 - 15.30
A-
A+
Impor LPG Disorot, Jokowi Minta Proyek DME Bukit Asam Maju Terus

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan sambutan dalam acara Groundbreaking Proyek Hilirisasi Batu Bara Menjadi Dimetil Eter (DME), di Muara Enim, Sumsel, 24 Januari 2022 - BPMI Setpres

Bisnis, JAKARTA — Makin tingginya kebutuhan gas alam cair (liquefied petroleum gas/LPG) di dalam negeri membuat Indonesia kian sulit lepas dari ketergantungan impor, mengingat 75%—78% konsumsi LPG dipenuhi dari impor.

Sejalan dengan itu, subsidi LPG juga terus membengkak setiap tahunnya. Setidaknya, pemerintah harus menyiapkan dana sekitar Rp60—Rp80 triliun dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk menyubsidi kebutuhan LPG di dalam negeri.

Tak tinggal diam, pemerintah pun terus berupaya agar Indonesia bisa lepas dari belenggu impor LPG, salah satunya dengan mendorong proyek gasifikasi batu bara menjadi dymethil ether (DME).

Proyek yang dikembangkan dan dilaksanakan bersama antara PT Bukit Asam Tbk. (PTBA), PT Pertamina (Persero), dan Air Products and Chemicals Inc., diharapkan bisa menjadi alternatif pengganti LPG.

Hari ini, Senin (24/1/2022), Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan groundbreaking proyek DME di Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan.

“Alhamdullilah, hari ini bisa dimulai groundbreaking proyek hilirisasi batu bara menjadi DME. Impor kita LPG itu gede banget, mungkin Rp80-an triliun dari kebutuhan Rp100-an triliun, itu pun juga harus disubsidi hingga sampai masyarakat,” kata Jokowi dikutip dari YouTube Setpres, Senin (24/1/2022).

Menurutnya, subsidi yang diberikan tersebut mencapai Rp60 triliun—Rp80 triliun, padahal Indonesia memiliki bahan bakunya yaitu batu bara yang diubah menjadi DME. “Saya tadi sudah lihat api dari LPG maupun DME untuk memasak itu sama aja,” tuturnya.

Jokowi menyampaikan apabila proyek penghiliran batu bara menjadi DME di Bukit Asam yang bekerja sama dengan Pertamina dan Air Products di Sumatra Selatan sudah berproduksi, maka bisa mengurangi subsidi APBN hingga Rp7 triliun.

Sementara itu, jika semua LPG disetop dan digantikan dengan DME, maka bisa mengurangi subsidi dari APBN hingga Rp70 triliun.

Jokowi mengatakan bahwa perintah untuk memulai hilirisasi batu bara sebenarnya telah disampaikan sejak 6 tahun lalu. Namun, program itu baru terealisasi pada tahun ini. Menurutnya, Indonesia sudah berpuluh-puluh tahun nyaman dengan kondisi bergantung dengan impor LPG.

"Pada nyaman dengan impor, memang duduk di zona nyaman itu paling enak. Rutinitas impor terus, ngga berpikir bahwa Indonesia dirugikan, rakyat dirugikan karena tidak terbuka lapangan pekerjaan," ujarnya.

Dengan adanya penghiliran batu bara, kata Jokowi, akan membuka lapangan pekerjaan hingga 12.000 di proyek tersebut.

“Kalau ada lima investasi seperti ini bisa 70.000 lapangan pekerjaan, ini langsung. Yang tidak langsung bisa 2—3 kali lipat,” imbuhnya.

Jokowi kemudian meminta proyek DME Bukit Asam dapat diselesaikan dalam 30 bulan sesuai dengan kesepakatan. Selain itu, Jokowi juga berharap agar proyek yang sama bisa dimulai di daerah lain, mengingat produksi DME di proyek di Muara Enim hanya bisa menyuplai 6 juta kepala keluarga di kawasan Sumatra Selatan dan sekitarnya. “30 bulan [harus selesai], jangan ada mundur-mundur lagi,” ujar Jokowi.

Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2020 yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 17 November 2020, pabrik gasifikasi batu bara yang berlokasi di Tanjung Enim, Sumatra Selatan kini ditetapkan menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN).

PT Pertamina (Persero), PT Bukit Asam Tbk., dan Air Products and Chemicals Inc. telah resmi menyepakati dan meneguhkan komitmennya dalam proyek tersebut pada Kamis (10/12/2020) malam.

Adapun, kesepakatan kerja sama dilakukan oleh Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, dan CEO Air Products and Chemical Inc Seifi Ghasemi, dan disaksikan langsung oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif.

Arifin sebelumnya mengatakan bahwa berdasarkan kajian gran strategi nasional yang disusun oleh Kementerian ESDM dan Dewan Energi Nasional (DEN), pemanfaatan DME dan methanol dari program penghiliran batu bara akan berpengaruh signifikan terhadap upaya pengurangan impor LPG.

"Melalui subtitusi LPG dengan DME, impor LPG yang sebesar 6 juta ton pada 2020 akan berkurang menjadi 1,4 juta ton pada 2025," ujar Arifin.

Pada 2030, kebutuhan LPG diperkirakan akan mencapai 9,7 juta ton, yang akan dipenuhi dari produksi LPG eksisting sebesar 1,2 juta ton, LPG dari kilang 1,8 juta ton, dan DME sebesar 4,5 juta ton setara LPG.

Menurut Arifin, saat ini ada dua perusahaan swasta yang akan mengembangkan proyek gasifikasi batu bara menjadi methanol, yakni PT Arutmin Indonesia dan  PT Kaltim Prima Coal.  Produk methanol yang dihasilkan nantinya dapat dikonversi menjadi DME, sehingga optimalisasi produksi methanol menjadi DME ini dapat memenuhi kebutuhan subtitusi LPG di dalam negeri.

“Apabila terdapat kelebihan produksi methanol juga dapat dialihkan untuk substitusi produk lainnya, seperti gasolin, olefin, dan untuk kebutuhan industri lainnya,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.