Karpet Merah Bagi Warga Asing Bisa Mudah Punya Properti Hunian

Pemerintah dan stakeholder di sektor properti tengah mempermudah upaya kepemilikan properti hunian bagi warga negara asing (WNA) di Indonesia. Hal ini sebagai upaya mendorong pertumbuhan sektor properti yang tentu akan berimbas pada perekonomian Indonesia.

Yanita Petriella

3 Agt 2023 - 21.53
A-
A+
Karpet Merah Bagi Warga Asing Bisa Mudah Punya Properti Hunian

Gambaran properti di Jakarta

Bisnis, JAKARTA – Kemudahan agar Warga Negara Asing (WNA) untuk dapat membeli properti di Indonesia terus dilakukan. Selama ini, orang asing yang hanya diperbolehkan memiliki hunian yang hanya yang berada di atas tanah hak pakai dan wajib memiliki Kartu Izin Tinggal Tetap (Kitap) dan Kartu Izin Tinggal Terbatas (Kitas). 

Namun nantinya, orang asing bisa memiliki hunian dengan cukup melampirkan dokumen keimigrasian berupa visa, paspor, atau izin tinggal. Orang asing ini diberikan hak kepemilikan satuan rumah susun (sarusun/apartemen) yang berdiri di atas hak guna bangunan selain hak pakai sebagaimana diatur sebelumnya. Sarusun di atas tanah HGB dibangun di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, kawasan industri, dan kawasan ekonomi lainnya. 

Adapun aturan terkait kepemilikan hunian orang asing itu diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah dan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah. Selain itu, regulasi lainnya yang telah diterbitkan adalah Keputusan Menteri ATR/KBPN No.1241 /SK-HK.02/IX/2022 Tahun 2022 Perolehan dan Harga Rumah Tinggal/Hunian Orang Asing. 

Beleid mengenai hunian orang asing sebelumnya diatur dalam PP No. 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 29 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan, atau Pengalihan Hak Atas Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.

Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Suyus Windayana mengatakan dibukanya pintu orang asing memiliki hunian di Indonesia dalam rangka upaya Pemerintah untuk meningkatkan investasi dan mendorong peningkatan perekonomian Indonesia. Sejumlah terobosan dilakukan pemerintah untuk mendukung program Indonesia sebagai negara second home visa bagi orang asing dan keluarganya.

Menurutnya, saat ini Indonesia masih sangat tertinggal realisasi hunian bagi warga asing jika dibandingkan dengan negara lain di Asean seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. 

“Amerika membuka kembali pasar properti untuk warga negara China. Kita harus mulai untuk mendorong kepemilikan properti WNA. Kita mulai agresif lagi beberapa aturan nanti yang dulu, ini bisa jalan dulu,” ujarnya, Kamis (3/8/2023). 

Baca Juga: Pesona Properti Hunian di Jakarta, Bali, dan Batam Dilirik WNA

Menurutnya, Indonesia merupakan pasar pangsa asing terutama menarik ada 3 destinasi utama Jakarta, Bali dan Batam. Dia menilai dengan membuka pasar seluas-luasnya, terutama kepada investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Hal ini tentunya membuka peluang penciptaan lapangan kerja dan multiplier effect bagi peningkatan perekonomian nasional.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah bagaimana melakukan perubahan atau reformasi regulasi melalui UU Cipta Kerja sebagai instrumen untuk mendorong pemulihan dan transformasi ekonomi.

“Kementerian ATR/BPN yang memiliki tugas di bidang agraria dan pertanahan mendukung upaya pemerintah dalam memberikan kemudahan kepemilikan hunian bagi warga negara asing, baik hunian yang bersifat tapak maupun hunian vertikal,” katanya. 

Adapun WNA yang berhak memiliki hunian di Indonesia harus memiliki dokumen keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudahan syarat pemilikan rumah tempat tinggal/hunian cukup dibuktikan dengan dokumen keimigrasian seperti visa, paspor, atau izin tinggal.

“Melalui ketentuan ini cukup dengan paspor atau visa maka orang asing dapat memiliki properti di Indonesia. hal ini berbeda dengan regulasi sebelumnya di mana kita meminta juga Kitas dan Kitap terlebih dahulu, namun sekarang terkait kepemilikan hunian bagi orang asing maka Kitas dan Kitap-nya nanti diberikan setelah orang asing itu membeli atau mendapatkan properti di Indonesia,” tutur Suyus. 

Warga asing yang dapat memiliki hunian untuk rumah tapak diberikan hak pakai dengan total jangka waktu 80 tahun (pemberian, perpanjangan dan pembaruan). Adapun kategori rumah mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, satu bidang tanah per orang/keluarga, atau tanahnya paling luas 2.000 meter persegi. Namun tak menutup kemungkinan dapat diberikan lebih dari 1 bidang tanah luasannya lebih dari 2.000 meter persegi dengan izin menteri.

Untuk kriteria rumah susun yang dapat dimiliki oleh warga asing merupakan hunian komersial. Rumah susun diberikan hak milik atas satuan rumah susun di atas tanah hak pakai atau hak guna bangunan atas tanah negara, tanah HPL, atau hak milik.

Pemerintah pun memberikan batasan minimal untuk harga rumah tapak berada direntang harga Rp1 miliar hingga Rp5 miliar, sedangkan untuk apartemen berada direntang Rp1 miliar hingga Rp3 miliar. 

Batasan harga ini mengalami penurunan jika dibandingkan sebelum adanya UUCK dimana untuk rumah tapak diatur harganya berada direntang Rp1 miliar hingga Rp10 miliar, sedangkan untuk rusun dikenakan harga Rp750 juta hingga Rp3 miliar. 

“Harga hunian pun sudah kami ubah, sekarang jauh lebih murah menyesuaikan daya beli orang asing. Karena pasarnya belum bagus, nanti kalo pasarnya bagus nanti kita lihat, harganya disesuaikan lagi, oh harganya kemurahan, berarti dinaikkan. Juga melihat daya beli masyarakat Indonesia, kalau kemampuan WNI naik, maka batasan hunian asing akan naik. Makanya aturan harga berupa Kepmen sehingga mudah untuk dilakukan adjustment,” terangnya. 

Suyus menjamin meskipun saat ini pemerintah membuka pintu lebar orang asing membeli hunian di Indonesia, namun hal ini tak akan membuat Warga Negara Indonesia (WNI) kesulitan memiliki rumah. Pasalnya, hunian yang dibeli oleh warga negara asing ini memiliki batasan harga, lokasi yang hanya di kota besar, dan tidak menyentuh tanah yang nantinya diperuntukkan untuk rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) maupun Masyarakat Berpenghasilan Tanggung (MBT). 

“Ini tidak akan menambah backlog karena ada batasan harga, lokasinya pun tertentu hanya di kota besar dan tidak dibangun di atas lahan MBR. Jadi tidak kan menambah angka backlog,” ujarnya. 

Pemerintah juga akan membatasi kepemilikan warga asing dalam satu kawasan rumah susun hanya sekitar 30 persen hingga 40 persen. Aturan kemudahan kepemilikan orang asing ini akan ditinjau secara berkala sebagai kontrol kepemilikan hunian warga asing. 

“Kami juga akan mengawasi agar warga asing ini harus menghuni dan tidak boleh disewakan. Akan ada aturan lanjutan terkait kepemilikan WNA dalam satu kawasan, jangan sampai 1 kawasan diisi oleh orang asing,” ucap Suyus.

Baca Juga: Menerka Minat Warga Asing Beli Properti Residensial Tanah Air 



Kendala Hunian Asing

Wakil Ketua Umum Bidang Perundang-Undangan dan Regulasi Properti Real Estat Indonesia (REI) Ignesjz Kemalawarta mengungkapkan terdapat urgensi beleid kemudahan warga asing dalam membeli properti hunian.

Indonesia sangat ketinggalan dalam merealisasikan kepemilikan hunian bagi WNA dibandingkan dengan negara negara lain seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan lain-lain. Namun, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam menarik pangsa WNA seperti pasar yang besar, alam yang menarik, terutama di 3 daerah destinasi utama yaitu Jakarta, Bali, Batam. 

Proses menuju kepemilikan hunian untuk WNA sudah di mulai penjajakan sejak beberapa dekade yang lalu. Dengan berbagai upaya pada akhirnya UUCK mengeluarkan ketentuan berupa PP No.18 tahun 2021 dan Permen No.18 tahun 2021. 

“Pada dasarnya dengan persyaratan WNA memiliki paspor, visa, atau izin tinggal namun sejak 2021 realisasi kepemilikan hunian ini belum terlaksana. Jadi memang ada penafsiran izin tinggal, Kitas/Kitap ini sebagai syarat oleh beberapa pihak untuk WNA beli properti asing di Indonesia,” katanya. 

Dia memaparkan terdapat kendala dalam merealisasikan kepemilikan hunian oleh WNA yakni pembukaan rekening oleh WNA yang selama ini disyaratkan memiliki Kitas. Kemudian, terdapat syarat validasi untuk pembayaran BPHTB Pemda masih mensyaratkan bahwa WNA subjek pajak luar negeri harus memiliki NPWP. 

“Sudah ada surat Dirjen Pajak yang menetapkan untuk WNA subjek pajak luar negeri (SPLN) cukup memberikan nomor paspor yang berlaku dan tidak memerlukan NPWP WNA SPLN tidak perlu melaporkan pajaknya ke Pemerintah Indonesia,” ucapnya. 

Kendala lainnya yakni pemegang HPL belum bersedia untuk memberikan rekomendasi transaksi untuk WNA. Mengacu kepada Permen No.18 tahun 2021 pasal 13 dan 71, maka seharusnya tidak ada masalah bagi pemegang HPL untuk memberikan rekomendasi transaksi untuk WNI dan WNA. 

Kemudian kendala lainnya yakni pembayaran PBB untuk satuan rumah susun yang dibeli WNA. Menurutnya, pembayaran PBB untuk satuan rumah susun yang dibeli oleh WNA adalah seluas sebagaimana NPP satuan rumah susun tersebut

Selanjutnya, masih banyaknya nominiee dalam transaksi WNA terutama di Bali dan Lombok yang merugikan negara. Dia menilai semua perjanjian nominee seharusnya dibatalkan dan digantikan sesuai dengan PP dan Permen Nomer 18 Tahun 2021.

“Masalah terbesar yakni syarat validasi untuk pembayaran BPHTB Pemda masih mensyaratkan bahwa WNA subjek pajak luar negeri harus memiliki NPWP dan pemegang HPL belum bersedia untuk memberikan rekomendasi transaksi untuk WNA. Masalah ini telah secara bertahap dibahas bersama Kemendagri Ditjen Keuangan Daerah, Ditjen Bangda, dan kementeran ATR BPN dengan Pemda Jabotabek difasilitasi oleh Kementerian PUPR yang akan dikuti dengan sosialisasi dengan pemda pemda lainnya seperti Bali, Jawa Timur, Lombok, dan lain-lain terutama untuk menyamakan persepsi terkait validasi BPHTB dan tanah HPL,” terangnya. 

Menurutnya, masih ada penyempurnaan ketentuan di daerah untuk mengatasi kendala-kendala dalam kepemilikan properti asing. Hal ini sebagai upaya agar dapat meningkatkan realisasi kepemilikan hunian warga asing. Lebih lanjut, Ignesjz menuturkan kepemilikan hunian asing di Batam sudah berjalan di mana dari lebih 150 Perjanjian Peningkatan Jual Beli (PPJB) terdapat 40 sertifikat yang dalam proses penerbitan. 

“Ini akan ada potensi penambahan perpajakan dari kepemilikan properti oleh warga negara asing sebesar 20 persen di luar pajak atas penjualan barang mewah (PPnBm),” ujarnya. 

Dia juga menjamin pemerintah akan tetap mengatur harga properti hunian yang dapat dibeli oleh warga asing sehingga tidak mengganggu pasar hunian menengah ke bawah dan kalangan MBR. 

“Ini batasan harga terus dievaluasi sehingga tidak boleh hunian secondary di bawah batasan harga. Kalau peminatnya banyak dan harga rumah jadi tinggi tentu akan kami awasi dan akan ada aturan baru. Ini fleksibel aturannya akan ditinjau berkala. Ini bisa digas rem harganya, tapi saat ini memang harga segini dulu untuk orang asing,” kata Ignesjz 

Baca Juga: Pelonggaran Beleid Kepemilikan Hunian Asing Pacu Properti Pulih 

 

Butuh Harmonisasi 

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Real Estat Indonesia (REI) Bidang Hubungan Luar Negeri Rusmin Lawin mengatakan penjualan properti untuk WNA bisa membantu meningkatkan penjualan produk eksisting yang belum terserap pasar seperti rumah tapak, apartemen, maupun perkantoran. 

“Justru ini bantu banyak karena banyak yang hanging unit (properti eksisting yang belum terserap pasar), itu kan bisa terserap,” ujarnya. 

Menurutnya, regulasi kemudahan WNA dalam membeli properti asing ini memiliki potensi nilai penjualan mencapai sekitar Rp20 triliun. Hal ini merupakan angka minimal dengan perhitungan berbasis harga hunian terendah.

“Dulu kita hitung potensi masuknya minimal bisa Rp200 triliun dengan asumsi 100.000 ekspatriat di Jabodetabek [pembelian]. Misal dari 100.000 orang itu beli unit dengan batas harga Rp2 miliar minimal,” katanya. 

Rusmin menilai penjualan properti untuk WNA merupakan salah satu upaya guna mewujudkan visi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam percepatan pertumbuhan ekonomi melalui foreign direct investment (FDI). Padahal, banyak daerah di Indonesia yang memiliki potensi pengembangan properti besar karena jumlah kunjungan dan menjadi sasaran WNA dalam membeli properti, seperti greater Jakarta, Batam, Bali, Bintan, Medan, Batam, dan lainnya. 

Kendati demikian, masih terdapat kendala dalam implementasi beleid kemudahan WNA dalam membeli properti asing. Kendala tersebut yakni aturan ditjen keimigrasian yang masih mewajibkan pembelian properti dengan Kitas/Kitap. Terlebih, Ditjen Keimigrasian masih menunggu aturan Permen sendiri terkait kepemilikan properti WNA.   Namun, lewat terbitnya UU Cipta Kerja, aturan syarat Kitas/Kitap seharusnya tak lagi diberlakukan. 

“Padahal, kita kalau buka properti orang asing kita bukan menjual negara, kita menjual potensi ekonomi negara. Bayangkan ada berapa potensi pembukaan lapangan kerja,” ucapnya. 

Dia berharap WNA yang bisa membeli properti di Indonesia hanya dengan modal paspor saja bukan Kitas/Kitap. 

“Mendengar suara-suara dari orang luar yang saya keliling-keliling dunia itu, inginnya mereka hanya dengan paspor sih bisa beli, enggak usah ribet, tuturnya. 

Saat ini, lanjutnya, merupakan waktu yang tepat untuk Indonesia menggencarkan pembelian properti bagi WNA di Indonesia. Pasalnya, negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand pun semakin agresif. Dia mencontohkan batasan pembelian properti WNA di negara lain, Singapura memberikan batasan kepemilikan properti WNA sebesar 30 persen, sedangkan Malaysia dibatasi 5 persen. 

“Kita paling tidak lebih dari 5 persen,” ujarnya. 

Oleh karena itu, dibutuhkan harmonisasi peraturan dan kesamaan visi berbagai kementerian dan lembaga, yang dalam hal ini mencakup Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, hingga Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi. 

“Semangat dari para kementerian dan lembaga terkait kemudahan pembelian properti oleh WNA masih kurang terasa,” kata Rusmin. 

Baca Juga: Indonesia Buka Pintu Lebar Kepemilikan Properti Hunian Asing 



Harga Properti WNA

Terpisah, Head of Research Colliers Indonesia Ferry Salanto berpendapat harga yang telah ditetapkan pada dasarnya dinilai telah sesuai. Menurutnya, harga hunian untuk warga asing memang seyogyanya jangan dipatok terlalu murah. Terlebih, angka backlog hunian masyarakat dinilai masih tinggi yakni mencapai 12,75 juta sehingga perlu untuk diprioritaskan.

Kalau harga Rp1 miliar itu agak sensi. Jadi gini, karena kalau masyarakat kita banyak yang belum punya properti, jadi kalau terlalu murah nanti saingannya sama orang kita,” ucapnya.  

Menurutnya, keterjangkauan harga hunian masyarakat Indonesia dinilai berada pada kisaran di level Rp1 miliar hingga Rp2 miliar.

Affordability [masyarakat kita] kan ada di Rp2 miliar, kalau asing masuk di harga segitu juga kasian masyarakat kita karena backlog-nya masih tinggi. Jadi ini batas yang di permen udah oke untuk Jakarta Rp3 miliar,” katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Yanita Petriella

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.