Manufaktur Tetap Solid Meski Terusik PPKM Level 3 Nataru

Industri manufaktur diyakini tetap sanggup tumbuh 4 persen tahun ini dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 18 persen.

Reni Lestari

24 Nov 2021 - 17.04
A-
A+
Manufaktur Tetap Solid Meski Terusik PPKM Level 3 Nataru

Seorang pekerja melakukan proses produksi minuman kemasan Nu Green Tea Royal Jasmine di pabrik PT ABC President Indonesia, Karawang, Jawa Barat, Rabu (16/4/2014). /Antara Foto-Wahyu Putro A.

Bisnis, JAKARTA — Pelaku industri manufaktur percaya diri Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Level 3 pada momentum Natal dan Tahun Baru tidak akan memukul kinerja sektor pengolahan nonmigas.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Bobby Gafur Umar mengatakan kinerja manufaktur selama PPKM Level 3 pada 24 Desember 2021—2 Januari 2022 tertolong oleh Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) yang memungkinkan pabrikan beroperasi 100 persen.

Lagipula, lanjutnya, masa pemberlakuan PPKM Level 3 yang hanya seminggu dinilai tak akan signifikan dampaknya terhadap kinerja manufaktur.

"Mungkin ada adjustment karena yang lainnya tumbuh, secara overall saya pikir [pertumbuhan industri manufaktur] tetap in line," kata Bobby saat dihubungi, Rabu (24/11/2021).

Namun, dia menggarisbawahi sejumlah sektor yang akan terdampak langsung kebijakan ini antara lain makanan dan minuman, serta pariwisata dan perhotelan. Tingkat konsumsi diperkirakan bisa turun, meski pada level yang bisa diwaspadai.

Di sisi lain, sektor konstruksi dan yang terkait dengan infrastruktur tengah gencar menyerap anggaran untuk merampungkan target penyelesaian proyek akhir tahun.

Sektor ini dapat mengkompensasi potensi penurunan kinerja makanan dan minuman, serta pendukung pariwisata selama PPKM Level 3.

Salah satu fasilitas produksi industri makanan. Istimewa/ Kemenperin

Bagaimanapun, pelaku industri makanan dan minuman (mamin) yakin sektornya tidak akan banyak terpengaruh PPKM Level 3 Nataru.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan kinerja industri saat ini sedang dalam kondisi optimal meski sejumlah sektor pangan sempat terkontraksi.

Penerapan PPKM Level 3 yang hanya berlangsung satu minggu diharap tak mengganggu kinerja secara akumulasi sepanjang tahun ini. Adapun, pertumbuhan industri mamin ditargetkan menembus angka 5 persen untuk tahun ini.

"Sekarang ini sebenarnya kondisi industri mamin sedang bagus-bagusnya. Kalau [PPKM] sampai level 3 pasti ada pengaruh, tetapi karena hanya seminggu saya harapkan tidak terlalu banyak pengaruhnya," kata Adhi.

Sebelumnya, sektor industri yang masih mencatatkan kontraksi antara lain minuman, jus, susu kental manis, dan air minum dalam kemasan.

Sebaliknya, sektor-sektor seperti minyak goreng, bumbu-bumbuan, susu bubuk, kopi, dan cokelat, pertumbuhannya positif sehingga dapat menopang kinerja industri secara keseluruhan.

Pada kuartal III/2021 industri mamin diketahui menjadi salah satu penyumbang pertumbuhan terbesar di manufaktur, yakni sebesar 3,49 persen secara year-on-year dan 4,78 persen secara quarter to quarter (QtQ).

Sementara itu, Kementerian Perindustrian mencatat rata-rata utilisasi industri makanan sepanjang tahun ini sebesar 78,27 persen dan industri minuman sebesar 77,83 persen.

Pada tahun depan, Adhi memperkirakan pertumbuhan industri mamin bisa di atas capaian sepanjang tahun ini.

Hal itu mengingat proyeksi pertumbuhan ekonomi yang ditarget tumbuh 5—5,5 persen. Namun, meski ekonomi diproyeksi bertumbuh dan konsumsi stabil, hal yang perlu diwaspadai adalah inflasi yang dipicu kenaikan harga bahan baku dan pajak penjualan (PPn).

"Tahun depan kami belum perhitungkan, tetapi harusnya bisa lebih bagus [dari tahun ini]," ujar Adhi.

KONTRIBUSI PDB

Kementerian Perindustrian sebelumnya menyatakan industri manufaktur akan tumbuh 4 persen tahun ini dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 18 persen.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan selain menargetkan kontribusi terhadap PDB sebesar 18 persen, sumbangan ke ekspor nasional juga dipatok 75 persen.

Agus meyakini, seiring pulihnya perekonomian nasional, kinerja sektor industri manufaktur juga diproyeksi meningkat pada 2022.

"Ada beberapa indikator kunci sektor industri pada triwulan III/2021 yang memperlihatkan kemajuan cukup signifikan," ujar Agus dalam keterangannya, Selasa (23/11/2021).

Indikator itu di antaranya pertumbuhan sektor industri yang tercatat sebesar 4,12 persen atau lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 3,51 persen.

Berikutnya, kontribusi sektor industri pengolahan nonmigas terhadap PDB nasional mencapai 17,33 persen atau lebih tinggi dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya.

"Selain itu, nilai investasi sektor industri pada Januari-September 2021 tercatat sebesar Rp236,79 triliun. Indikator lainnya adalah PMI Manufaktur Indonesia yang mencapai 57,2 pada Oktober 2021. Nilai ini adalah tertinggi dalam sejarah bagi Indonesia,” papar Agus.

Bahkan, sektor industri konsisten menjadi kontributor terbesar bagi pencapaian nilai ekspor nasional.

Nilai kontribusi ekspor sektor industri terus meningkat sejak 2015 dengan angka di kisaran 75 persen dari total ekspor nasional. Nilai ini lebih besar dari periode sebelumnya yang hanya menyentuh angka di bawah 70 persen.

Dia pun menyebutkan, kontribusi ekspor dari sektor industri manufaktur pada 2020 mengalami kenaikan sebesar US$131,1 miliar, meskipun di tengah himpitan pandemi Covid-19.

"Nilai ekspor manufaktur ini merepresentasikan 80,3% ekspor nasional pada 2020. Sementara pada Januari-Oktober 2021, kontribusi ekspor sektor industri tercatat sebesar 77,16 persen atau senilai US$143,76 miliar dari total ekspor nasional USD186,31 miliar,” ungkapnya.

Kebijakan dan target substitusi impor 35 persen pada tahun depan diyakini memiliki korelasi positif pada pertumbuhan ekspor ke depan meski merupakan dua konsep yang berbeda.

Kebijakan substitusi impor, lanjutnya, merupakan salah satu instrumen pengendalian sehingga memberikan kesempatan bagi industri dalam negeri untuk tumbuh berkembang dan meningkatkan daya saing.

Substitusi impor juga mendorong peningkatan utilisasi industri domestik, investasi, dan akselerasi program penghiliran.

"Untuk bisa berorientasi pada ekspor, industri harus tumbuh dengan baik dan berkembang dalam lingkungan ekonomi yang sehat," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.