Putusan MK Soal UU Cipta Kerja, Iklim Investasi Terdampak?

Seluruh ketentuan dan aturan turunan dari UU Cipta Kerja yang sudah ditetapkan masih berlaku sembari tenggat revisi dipenuhi hingga 2 tahun ke depan.

Stepanus I Nyoman A. Wahyudi

25 Nov 2021 - 20.22
A-
A+
Putusan MK Soal UU Cipta Kerja, Iklim Investasi Terdampak?

Ketua Umum Apindo Hariyadi B. Sukamdani. /Bisnis

Bisnis, JAKARTA — Kalangan pengusaha memastikan putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan uji materi UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja tidak akan berdampak langsung terhadap iklim investasi dan pasar kerja.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani mengatakan putusan MK itu menyasar pada muatan formal yang berkaitan dengan UU No. 12/2012tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 

“Namun, terhadap materi tidak ada keberatan, tidak ada keputusan yang mencabut. UU Ciptaker ini direvisi 2 tahun untuk membereskan yang dianggap mungkin kurang tepat itu yang harus diperbaiki tetapi tidak mengubah substansi,” kata Hariyadi, Kamis (25/11/2021). 

Dengan demikian, Hariyadi menegaskan, seluruh ketentuan dan aturan turunan dari UU Cipta Kerja yang sudah ditetapkan masih berlaku sembari tenggat revisi dipenuhi hingga 2 tahun ke depan.

Termasuk mengenai ketetapan Peraturan Pemerintah (PP) No. 36/2021 tentang Pengupahan, yang dipastikan tetap berlaku. 

“Dampaknya untuk kepastian hukum dan iklim investasi di Indonesia rasanya tidak ada, belum ada dampak yang serius karena ini memang diminta untuk direvisi dan tidak dibatalkan materinya,” tuturnya. 

Untuk diketahui, MK menyatakan pembentukan UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai "tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan”. 

MK juga menyatakan UU No.11/2020 tentang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan. 

"Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 [dua] tahun sejak putusan ini diucapkan. Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen," tutur Ketua MK Anwar Usman dalam pembacaan amar putusan, Kamis (25/11/2021). 

Selanjutnya, amar putusan menyatakan apabila dalam tenggang waktu dua tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan undang-undang, maka undang-undang atau pasal-lasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja, harus dinyatakan berlaku kembali. 

Amar putusan uji formil dan materiil juga menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.

SERAPAN PEKERJA

Pada perkembangan lain terkait dengan pasar kerja, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan serapan tenaga kerja berangsur membaik seiring dengan pelandaian kurva pandemi di Tanah Air hingga akhir tahun ini.

Indikatornya, tingkat pengangguran terbuka (TPT) hingga Agustus 2021 berada di posisi 6,49 persen atau turun dari periode yang sama pada tahun lalu yang berada di angka 7,07 persen. 

Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan Nurma Midayanti mengatakan turunnya TPT menunjukkan tren serapan tenaga kerja yang mulai membaik seiring dengan momentum pemulihan ekonomi nasional.

“Dampak pandemi Covid-19 hingga Agustus 2021 tidak seburuk yang diperkirakan, ke depan tergantung dari kebijakan [mobilitas] pemerintah,” kata Nurma saat ditemui di Le Meriden Hotel, Jakarta, Kamis (25/11/2021). 

BPS melaporkan besaran TPT pada tahun 2019 berada di posisi 5,23 persen. Artinya, tren serapan tenaga kerja hingga akhir tahun ini relatif mendekati situasi normal sebelum pandemi.

Dia menambahkan sektor perdagangan dan industri olahan tercatat menyerap sekitar 2,26 juta tenaga  selama satu tahun terakhir. 

“Ada penurunan untuk pertanian mencapai 1,1 juta orang, untuk jasa lainnya juga mengalami penurunan seperti real estate, transportasi dan pergudangan. Sebaliknya untuk industri pengolahan, perdagangan, akomodasi, jasa dan makan minum mengalami peningkatan selama satu tahun terakhir,” tuturnya. 

Adapun, laporan BPS menunjukkan 21,32 juta orang atau 10,32 persen penduduk usia terdampak pandemi Covid-19 hingga Agustus 2021.

Perinciannya terdiri dari pengangguran karena Covid-19 sebanyak 1,82 juta orang, bukan angkatan kerja (BAK) karena Covid-19 sebanyak 700.000 orang, sementara tidak bekerja sebanyak 1,39 juta orang dan penduduk yang mengalami pengurangan jam kerja mencapai 17,41 juta orang. 

Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Adi Mahfudz penyerapan tenaga kerja masih terbatas pada sektor-sektor yang memperlihatkan perbaikan kinerja.

“Penyerapan tenaga kerja sampai dengan saat ini masih belum signifikan, yang mana masih proses pemulihan di masing-masing sektor usaha,” kata Adi.

Meski demikian, Adi meyakini penyerapan tenaga kerja akan membaik seiring dengan penanganan Covid-19. Tingkat pengangguran tercatat turun dari 9,77 juta pada Agustus 2020 menjadi 9,10 juta pada Agustus 2021.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.