SCI Dorong Efisiensi Logistik Untuk Redam Inflasi

Supply Chain Indonesia (SCI) mendorong sinergi kalangan industri untuk meningkatkan efisiensi sektor logistik. Langkah ini diperlukan untuk meredam dampak kenaikan inflasi.

Rayful Mudassir

15 Sep 2022 - 18.31
A-
A+
SCI Dorong Efisiensi Logistik Untuk Redam Inflasi

Bisnis, JAKARTA - Supply Chain Indonesia (SCI) mendorong sinergi kalangan industri untuk meningkatkan efisiensi sektor logistik sebagai upaya meredam inflasi imbas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Chairman SCI Setijadi menuturkan perlu dilakukan antisipasi menanggapi dampak kenaikan BBM terhadap biaya transportasi logistik. Perubahan harga bahan bakar per 3 September lalu berdampak langsung terhadap beban operasional yang harus ditanggung pengusaha.  

Baca Juga: BBM Merangkak, Biaya Transportasi Siap Menanjak 

Biaya transportasi berkontribusi sekitar 70 persen dari biaya logistik. Biaya logistik itu secara keseluruhan diperkirakan berkontribusi rata-rata sebesar 15 persen – 20 persen dari penjualan perusahaan manufaktur.

Setijadi mendorong sinergi para pihak untuk meningkatkan efisiensi sektor logistik dalam upaya meredam inflasi tersebut. Sinergi diperlukan karena kenaikan harga produk dan komoditas sebagai pemicu inflasi sangat dipengaruhi kinerja sektor logistik yang multisektoral.


“Secara nasional, Pemerintah perlu segera merevisi Sislognas [Perpres 26/2012] untuk menyesuaikannya dengan berbagai perkembangan dalam 10 tahun terakhir. Dalam revisi itu, berbagai program kementerian terkait sektor logistik harus diintegrasikan secara sinergis,” ujarnya, Selasa (13/9/2022).

Di tingkat daerah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota perlu mengembangkan sistem logistik daerah (sislogda) yang akan mendorong efisiensi logistik wilayah. Sinergi antara sislognas dan sislogda diperlukan untuk mendorong peningkatan ketersediaan produk dan komoditas dengan biaya logistik yang efisien.

Selain itu, sinergi antara pemerintah daerah dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) maupun Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) juga diperlukan dengan pemetaan rantai pasok di masing-masing wilayah. Pasalnya, barang atau komoditas penyebab inflasi di tiap daerah tidak sama.

Perbaikan penanganan logistik pangan harus dilakukan pada setiap tahapan dalam rantai pasok dari proses produksi, panen, pascapanen, pengolahan, pengemasan, penyimpanan, distribusi, dan pemasaran. 


SCI memandang bahwa pemerintah pusat dan daerah perlu bersinergi termasuk dalam penyiapan infrastruktur untuk menunjang konektivitas antar wilayah. Hal ini perlu disiapkan dengan berbasis komoditas guna memacu daya saing komoditas setiap wilayah. 

Selain dengan merancang sistem hub & spoke yang tepat, pemerintah daerah perlu mengaktifkan dan mengoptimalkan berbagai fasilitas logistik seperti subterminal agribisnis di wilayahnya masing-masing.

Adapun, Presiden Jokowi meminta pemerintah daerah untuk mengintervensi transportasi pangan di wilayahnya masing-masing untuk meredam inflasi (12/9/2022). Hal ini disampaikan Presiden saat memimpin Rapat Pembahasan Pengendalian Inflasi di Istana Negara, Jakarta.

Semua kepala daerah diinstruksikan untuk segera menggunakan 2 persen dari dana transfer umum dalam menangkal inflasi. Selain dalam bentuk subsidi langsung lewat bansos, dana transfer umum dapat digunakan dalam bentuk subsidi untuk barang dan jasa. Dana itu bisa untuk menutup biaya transportasi logistik khususnya pada sektor pangan.

Pada 3 September lalu, pemerintah juga telah menaikkan antara lain harga BBM bersubsidi jenis Bio Solar sebesar 32 persen, yaitu dari Rp5.150 menjadi Rp6.800.


Dampak Langsung BBM 

Tidak perlu menunggu waktu lama, perusahaan logistik langsung bereaksi dengan menaikkan tarif layanan angkutan seiring dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi maupun nonsubsidi akhir pekan lalu.

Kenaikan BBM subsidi sejatinya berefek pada seluruh kegiatan transportasi dan logistik yang melibatkan angkutan darat dan laut. Terutama logistik darat pengguna bahan bakar subsidi seperti solar. Namun, peningkatan ini bakal berdampak pada berbagai sektor lain.

Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi memahami adanya potensi kenaikan cost logistik terutama terkait aktivitas truk barang dan logistik.

Terlebih, selama ini mayoritas pelaku logistik nasional termasuk operator truk pengangkut barang dan logistik menggunakan BBM subsidi. Alhasil, kenaikan harga bahan bakar berdampak langsung pada industri tersebut. 

“Namun berapa persen besaran idealnya kenaikan tarif angkutan barang itu mesti dinegosiasikan secara bersama," ujarnya, Senin (5/8/2022).

Dia menjelaskan efek langsung terhadap komponen BBM dalam formula hitungan biaya angkutan darat atau trucking berkontribusi sekitar 35-40 persen. "Sehingga berapapun koefisien kenaikan BBM akan berdampak besar," ujarnya. (Anitana Widya Puspa & Dany Saputra)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Rayful Mudassir

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.