Serapan Pekerja Makin Timpang dari Realisasi Investasi

Biaya investasi saat ini makin tinggi, tetapi daya saing Indonesia terkait dengan penyerapan modal yang masuk relatif lemah. Hal itu bisa dilihat dari tingginya ICOR dalam negeri, yang menjadi salah satu parameter untuk menunjukkan tingkat efisien investasi di suatu negara.  

Stepanus I Nyoman A. Wahyudi

26 Nov 2021 - 17.04
A-
A+
Serapan Pekerja Makin Timpang dari Realisasi Investasi

Pencari kerja mendaftar di salah satu stan perusahaan pada Job Market Fair 2018 di Klaten, Jawa Tengah./ANTARA-Aloysius Jarot Nugroho

Bisnis, JAKARTA — Penyerapan tenaga kerja di Indonesia menyusut hingga 70 persen per tahun, berbanding terbalik dengan kencangnya laju peningkatan investasi dalam 6 tahun terkahir.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan fenomena tersebut menunjukkan kenaikan investasi di Indonesia makin didominasi oleh sektor padat modal dan mengarah pada digitalisasi industri padat karya. 

“Investasi naik dua kali lipat, tetapi jumlah penyerapannya menyusut 70 persen. Dengan demikian, incremental capital output ratio (ICOR) Indonesia tidak efisien. Banyak investasi yang masuk itu hanya dinikmati oleh sedikit orang,” ujarnya, Kamis (25/11/2021). 

(BACA JUGA: Putusan MK Soal UU Cipta Kerja, Iklim Investasi Terdampak?)

Dia tak menampik biaya investasi saat ini makin tinggi, tetapi daya saing Indonesia terkait dengan penyerapan modal yang masuk relatif lemah. Hal itu bisa dilihat dari tingginya ICOR dalam negeri. ICOR menjadi salah satu parameter untuk menunjukkan tingkat efisien investasi di suatu negara.  

“Pada era 2015 hingga 2019, rerata ICOR Indonesia tercatat sebesar 6,5 persen atau lebih besar dari periode sebelumnya yang berada di kisaran 4,3 persen,” kata Hariyadi.

Dia menambahkan ICOR Indonesia pada tahun 2019 berada di posisi 6,77 persen atau naik dari capaian 2018 sebesar 6,44 persen. ICOR itu relatif tinggi dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam yang mendekati kisaran angka ideal sebesar 3 persen. 

Selain itu, kondisi ketenagakerjaan Indonesia belum menunjukkan tren perbaikan.

Hariyadi menjabarkan penciptaan lapangan kerja relatif berat di tengah pandemi Covid-19. Pada 2013, setiap Rp1 triliun investasi dapat menyerap mencapai 4.594 tenaga kerja. Akan tetapi, investasi setiap Rp1 triliun pada tahun 2019 hanya menyerap 1.438 orang. 

“Dikarenakan investasi lebih bersifat padat modal dan penggunaan teknologi yang menggantikan tenaga kerja di sektor manufaktur,” tuturnya. 

Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yuliot Tanjung membenarkan susutnya serapan tenaga kerja di tengah kenaikan nilai investasi lantaran adanya pergeseran fokus penanaman kapital ke arah padat modal.

“Tadinya kan investasi padat karya karena adanya keterbatasan sekarang sehingga investasi beralih pada padat modal, realisasi di pergudangan, perumahan itu kan relatif padat modal,” kata Yuliot. 

Dia menambahkan tren investasi sudah bergeser pada industri yang beralih pada ekosistem digital. Konsekuensinya, serapan tenaga kerja tidak optimal kendati nilai investasi yang masuk setiap tahunnya meningkat signifikan. 

“Kebijakan kita ke depan tetap mendorong industri-industri padat karya, kita masih tetap mengupayakan nilai tambah di dalam negeri itu berarti meningkatkan lapangan kerja,” tuturnya. 

Suasana sidang putusan gugatan UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja yang diajukan kelompok buruh di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (25/11/2021)./Antara

TERDAMPAK PANDEMI

Lain perspektif, Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan serapan tenaga kerja tidak optimal lantaran sektor industri padat karya terdampak pandemi Covid-19 hingga akhir tahun ini.

Rendahnya serapan tenaga kerja itu turut menaikan angka pengangguran secara nasional.

“Populasi ini didominasi oleh penduduk usia muda yaitu generasi Z dan generasi milenial yang merupakan penyusun utama komponen penduduk usia kerja pada populasi," paparnya.

Anwar mengatakan kementeriannya telah meluncurkan sejumlah program peningkatan kesempatan kerja berupa pelatihan vokasi dengan metode blended training yang mencapai 121.000 orang, pelatihan peningkatan produktivitas bagi 11.000 tenaga kerja, serta sertifikasi kompetensi yang hampir mencapai 750.000 orang. 

Kemenaker juga melakukan jejaring kerja sama penempatan tenaga kerja dengan menempatkan 948.000 tenaga kerja di dalam dan di luar negeri. Program lainnya terkait perluasan kesempatan kerja seperti program wirausaha, padat karya, dan inkubasi bisnis yang mencapai 322.000 orang. 

"Terhadap program-program tersebut Kemnaker berkomitmen untuk tetap melanjutkan pada tahun 2021 sebagai wujud keseriusan menanggulangi dampak dari pandemi," kata dia.

Dari perspektif ekonom, Direktur Riset Center of Reform Economic (CORE) Piter Abdullah menuturkan menyusutnya serapan tenaga kerja di tengah kenaikan investasi dipicu kompleksitas isu ketenagakerjaan di Tanah Air. 

“Salah satu hambatan investasi yang dihindari investor adalah kompleksnya isu ketenagakerjaan di Indonesia,” kata Piter. 

Dengan demikian, kata Piter, investor cenderung menghindari investasi yang banyak berhubungan dengan pekerja atau industri padat karya. 

“Permasalahan ini kemudian yang dicoba diatasi dengan UU Cipta Kerja yang baru saja diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi untuk harus dilakukan perubahan,” kata dia.

Dari kalangan pekerja, Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) mempertanyakan efektivitas UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja untuk memastikan serapan tenaga kerja terjamin di tengah kenaikan investasi. 

Sekretaris Jenderal OPSI Timboel Siregar mengatakan kalangan buruh belum melihat realisasi serapan tenaga kerja setelah implementasi undang-undang sapu jagat itu.

UU Cipta Kerja, padahal, diharapkan dapat meningkatkan investasi sembari memperluas kesempatan lapangan kerja di dalam negeri. 

“Sampai saat ini belum terealisasi karena kita dihadapi Covid-19 itu yang menjadi alasan pemerintah, memang ini harus diuji lagi saat pandemi mulai menurun,” kata Timboel. 

Timboel meminta pemerintah untuk konsisten menjalan seluruh ketentuan yang ada di dalam UU Cipta Kerja. Timboel mengatkaan UU Cipta Kerja itu sudah memberi komitmen untuk mempermudah investasi di dalam negeri untuk mengoptimalkan serapan kerja. 

“Kalau gagal juga untuk membuka lapangan kerja, angkatan kerja tetap defisit berarti undang-undangnya ada tetapi pemerintah tidak menjalankan undang-undang, ini yang harus dievaluasi,” kata dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.