Agar Negara Berkembang Tak Terdampak Normalisasi Negara Maju

Agar normalisasi kebijakan negara baru tidak berdampak buruk pada perekonomian negara berkembang diperlukan adanya kalibrasi, perencanaan, dan komunikasi yang baik.

Saeno

19 Feb 2022 - 13.49
A-
A+
Agar Negara Berkembang Tak Terdampak Normalisasi Negara Maju

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo/Dok. Bank Indonesia

Bisnis, JAKARTA – Negara maju akan mulai melakukan normalisasi kebijakan untuk membangun perekonomiannya. Langkah negara maju tersebut dapat berpengaruh pada pemulihan negara berkembang. Oleh karena itu, agar normalisasi kebijakan negara baru tidak berdampak buruk pada perekonomian negara berkembang diperlukan adanya kalibrasi, perencanaan, dan komunikasi yang baik. 

Dengan begitu, dampak dari rencana normalisasi kebijakan negara maju dapat diperhitungkan oleh pasar dan negara berkembang ke dalam pembuatan kebijakan moneter masing-masing negara.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan langkah normalisasi kebijakan yang dilakukan oleh negara maju harus melalui komunikasi, perencanaan dan kalibrasi yang baik agar tidak menimbulkan risiko terhadap pemulihan negara berkembang.

“Di negara maju yang mulai menormalisasi harus mengedepankan kata well calibrated, well planned dan well communicated,” katanya dalam G20 High Level Discussion bertema Recover Together: Synergy on Safeguarding The Momentum, di Jakarta, Sabtu (19/2/2022).

Perry mencontohkan, rencana normalisasi kebijakan yang perlu dikalibrasi, direncanakan dan dikomunikasikan dengan baik adalah kenaikan suku bunga The Fed.

Rencana normalisasi kebijakan moneter tersebut perlu dikalibrasi, direncanakan dan dikomunikasikan dengan baik agar pasar dapat menyiapkan langkah-langkah untuk mengantisipasi risiko bawaannya.

Perry menegaskan hal itu penting agar dampak dari rencana normalisasi kebijakan dapat diperhitungkan oleh pasar dan negara berkembang ke dalam pembuatan kebijakan moneter masing-masing negara.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (tengah) saat menjadi pembicara pada rangkaian kegiatan G20, Sabtu 19 Februari 2022./g20

Selain itu, dari sisi negara berkembang, Perry menuturkan perlu memperkuat ketangguhan fiskalnya untuk menahan dampak limpahan global dari rencana normalisasi negara-negara maju.

Perry menyebutkan terdapat beberapa langkah yang diimplementasikan Indonesia untuk memperkuat ketahanan dari sisi eksternal. 

Pertama, dengan memiliki ekonomi makro yang sehat baik stabilitas keuangan fiskal dan moneter.

Kedua, kebijakan moneter di Indonesia bersifat pre-emptive, forward looking dan extraordinary serta mendukung pertumbuhan ekonomi dengan koordinasi fiskal.

“Bagaimana kita melakukannya? Indonesia mengkalibrasi tiga instrumen kebijakan moneter yaitu stabilitas nilai tukar, likuiditas, dan kebijakan suku bunga,” tegas Perry.

Sebelumnya, pada 17 Februari 2022 Perry mengatakan proses normalisasi kebijakan yang terkalibrasi, terencana, dan dikomunikasikan dengan baik perlu dilakukan oleh seluruh negara, baik negara maju maupun berkembang.

"Maka dari itu, anggota G20 secara bersama merumuskan kebijakan normalisasi dari negara-negara maju dan bagaimana negara berkembang bisa mempersiapkan dengan baik dalam mengatasinya," kata Perry dalam Side Event Presidensi G20 Indonesia di Jakarta, Kamis (17 Februari 2022) seperti dikutip Antara.

Menurut Perry ekonomi global akan terus pulih dan tumbuh 4,4 persen pada 2022, tak hanya dari Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, tetapi juga Eropa, Jepang, India, dan negara lain yang terus meningkat pemulihannya.

Dengan demikian, beberapa bank sentral seperti Bank Sentral AS, The Fed mulai melakukan normalisasi dan menaikkan suku bunga kebijakannya guna keluar dari lonjakan inflasi yang melanda negaranya, sehingga akan memberikan risiko tersendiri bagi global.

BI memperkirakan Fed akan menaikkan suku bunga kebijakan sebanyak empat kali, sementara pasar memproyeksikan sebanyak lima kali.

Di sisi lain, masih terdapat pula risiko peningkatan kasus Covid-19 akibat varian Omicron, serta gangguan pasokan dan energi.

Perry menyebutkan setidaknya terdapat tiga hal yang perlu dilakukan dalam mengatasi berbagai risiko tersebut, yakni pertama perlunya proses normalisasi kebijakan khususnya dari negara maju dilakukan dengan kalibrasi yang tepat, direncanakan dengan baik, dan dikomunikasikan dengan baik.

"Kita melihat normalisasi Fed hingga rencana kenaikan suku bunga kebijakan. Dalam hal ini, pasar bisa memahami dan sebelum bunga Fed naik kita melihat kenaikan suku bunga obligasi AS, karenanya direfleksikan dalam suku bunga dunia, termasuk obligasi Indonesia dan perkembangan nilai tukar rupiah," tuturnya.

Gedung Federal Reserve/Antara

Perry menambahkan hal kedua yang perlu dilakukan adalah memperkuat daya tahan negara-negara emerging market, termasuk Indonesia agar dampak proses normalisasi proses dari negara maju tetap bisa mendukung pemulihan ekonomi domestik dan stabilitas.

Oleh karena itu, diperlukan bauran kebijakan nasional maupun bauran kebijakan dari bank sentral dalam menghadapi kondisi tersebut.

Langkah ketiga yang bisa dilakukan yaitu kerja sama antara bank sentra dunia, termasuk melalui bilateral currency swap agreement alias fasilitas pertukaran mata uang bilateral serta penggunaan lebih banyak bilateral transactions using local currencies atau transaksi bilateral menggunakan mata uang lokal untuk promosi perdagangan dan investasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Saeno

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.