BI Sebut Rupiah Terkendali Meskipun Terus Melemah

Penurunan nilai tukar rupiah lebih banyak disebabkan oleh faktor eksternal, terutama dari spekulasi pelaku pasar terhadap kebijakan the Fed.

Maria Elena & Ika Fatma Ramadhansari

6 Des 2021 - 19.11
A-
A+
BI Sebut Rupiah Terkendali Meskipun Terus Melemah

Karyawati menghitung uang rupiah dan dollar AS di salah satu bank di Jakarta, Kamis (10/9/2020). Bisnis - Arief Hermawan P

Bisnis, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terus melemah dalam dua pekan terakhir. Bahkan mata uang garuda jatuh di bawah level Rp 14.500 terhadap dolar Amerika Serikat (AS). 

Berdasarkan data Bloomberg yang dikutip dari bisnis.com, mata uang Garuda ditutup melemah 0,16 persen atau 22,5 poin ke posisi Rp14.442 per dolar AS. Laju rupiah yang lesu awal pekan ini melanjutkan pelemahan 22 poin atau 0,15 persen ke level Rp14.419 per dolar AS pada perdagangan Jumat (3/12/2021).

Sementara indeks dolar AS terpantau menguat 0,20 persen ke level 96,31 pada pukul 15.20 WIB. Sejalan dengan melemahnya rupiah, mata uang lain di kawasan Asia yang juga terpantau terkoreksi terhadap dolar AS, diantaranya mata uang yen Jepang turun 0,33 persen, rupee India turun 0,28 persen, dan won Korea Selatan turun 0,22 persen terhadap dolar AS.

Meski begitu, Bank Indonesia tidak khawatir terhadap pelemahan rupiah yang telah terjadi dalam dua pekan terakhir. Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menyebut depresiasi nilai tukar rupiah masih dalam level yang terkendali.

“Kita selama ini selalu menunjukkan kepada pasar bahwa kita bisa menstabilkan nilai tukar. Jangan bicara level ya, hari ini Rp13.000, besok Rp13.400, tapi lihat volatilitasnya,” katanya dalam Webinar Presidensi G20-Manfaat bagi Indonesia dan Dunia, Senin (6/12/2021).

Dody mengatakan, di antara negara Emerging Market di Asia, rupiah termasuk salah satu dari 4 mata uang yang tetap terjaga stabil. Hal itu tercermin dari depresiasi nilai tukar rupiah yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan mata uang di Thailand, Malaysia, dan singapura.

“Thailand, Malaysia, Singapura depresiasinya sampai belasan persen, sementara kita di kisaran 1,3-1,6 persen,” jelasnya.

Dody pun meyebut BI akan terus memantau perkembangan global dan berupaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui bauran kebijakan bank sentral.

Terjerat Spekulasi Tapering

Di sisi lain, analis pasar uang Ariston Tjendra menyebut sentimen utama pelemahan rupiah yaitu isu percepatan tapering oleh bank sentral AS, The Federal Reserve, yang dapat mendorong kenaikan suku bunga acuan AS yang lebih cepat.

Isu lainnya yang juga menurutnya mendorong pelemahan rupiah adalah kekhawatiran pasar terhadap penyebaran varian baru Covid-19 Omicron yang bisa memicu gelombang pandemi baru. "Dari dalam negeri, kisruh UU Cipta Kerja kemungkinan memberikan sentimen negatif ke rupiah," ucapnya saat dihubungi Jumat (3/12/2021).

Selain itu, kata dia, pasar memantau acara rilis data tenaga kerja AS versi pemerintah. Apabila data menunjukkan hasil yang lebih bagus dari prediksi, lanjut Ariston, dolar AS bisa kembali menguat dan rupiah bisa tertekan.

Data Average Hourly Earnings periode November 2021 sebesar 0,3 persen lebih rendah dari ekspektasi 0,4 persen. Data Non-Farm Employment Change 210.000, lebih rendah dari ekspektasi 553.000.

Adapun, Unemployment Rate 4,2 persen lebih rendah dari ekspektasi 4,5 persen. Ariston menyampaikan rupiah berpotensi kembali melemah ke Rp14.550, dengan level support Rp14.350.

"Potensi pelemahan rupiah ke Rp14.550 masih terbuka. Sementara support di kisaran Rp14.350 pekan ini," kata Ariston.

Sementara itu, Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengungkapkan ketidakpastian seputar varian omicron Covid-19 dan ekspektasi data inflasi AS yang lebih panas meningkatkan tekanan pada suku bunga. Dia menyebut pasar treasury juga bergejolak dalam beberapa sesi terakhir, dengan kurva imbal hasil AS mendatar tajam di atas ekspektasi bahwa Federal Reserve AS akan bergerak terlalu cepat untuk mengekang inflasi.

"Pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang,” jelas Ibrahim dalam riset hariannya, Senin (6/12/2021).

Ibrahim melanjutkan, hasil laporan pekerjaan AS pada Jumat lalu yang beragam, memperkuat pandangan tentang pengurangan aset The Fed yang cepat. Di mana Non-Farm Payrolls berada di 210.000 pada November, lebih rendah dari posisi 550.000 dalam perkiraan yang disiapkan oleh Investing.com dan level 546.000 bulan sebelumnya. Lalu tingkat pengangguran turun menjadi 4,2 persen, terendah dalam 21 bulan.

Menurut Ibrahim, pelemahan rupiah saat ini murni dipengaruhi oleh faktor global, khususnya penyebaran varian baru Covid-19 omicron dan kebijakan bank sentral AS. Meski demikian, pelemahan nilai tukar rupiah masih terjaga dibandingkan dengan negara berkembang lainnya,” ujarnya.

Dia menyampaikan bahwa Bank Indonesia (BI) terus berada di pasar dan menjamin ketersediaan valuta asing untuk mencukupi kebutuhan investor, sehingga nilai tukar rupiah akan dijaga sesuai level fundamental. Berdasarkan sentimen tersebut, Ibrahim pun memprediksi pergerakan rupiah esok hari, Selasa (7/12/2021) akan dibuka fluktuatif dan kembali ditutup melemah.

“Mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp14.430 - Rp.14.480 per dolar AS,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Febrina Ratna Iskana

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.