Harga Acuan Nikel November Turun Menjadi US$18.951,82 Per Ton

Berdasarkan draf penetapan harga mineral acuan nikel November yang diterima Bisnis, seluruh spesifikasi kadar nikel mengalami penurunan harga. 

Rayful Mudassir

12 Nov 2021 - 16.30
A-
A+
Harga Acuan Nikel November Turun Menjadi US$18.951,82 Per Ton

Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan harga mineral acuan nikel pada November turun menjadi US$18.951,82 per ton kering. Harga ini turun dibandingkan dengan harga acuan Oktober yakni US$19.499,70 per ton kering. 

Berdasarkan draf penetapan harga mineral acuan nikel November yang diterima Bisnis, seluruh spesifikasi kadar nikel mengalami penurunan harga. Kondisi ini ditentukan berdasarkan harga rata-rata bursa London Metal Exchange periode 19 September—19 Oktober. 

Bulan ini, harga nikel kadar 1,7 persen untuk free on board (FoB) dihargai US$40,59 per wet ton. Kemudian kadar 1,8 persen mencapai US$45,37 per ton basah. 

Kemudian kadar 1,9 persen dihargai US$50,41 per ton basah dan kadar 2 persen untuk FoB ditetapkan seharga US$55,72 per ton. Harga tersebut ditetapkan berdasarkan kandungan air atau moisture content (MC) 30 persen. 

Sumber: Kementerian ESDM

Sementara itu, harga MC 35 persen FoB untuk kadar nikel 1,7 persen senilai US$37,70 per ton basah, kadar 1,8 persen dihargai US$42,13 per ton basah, kadar nikel 1,9 persen seharga US$46,81 per ton basah, serta kadar nikel 2 persen ditetapkan US$51,74 per ton basah. 

Sementara itu di pasar global, harga komoditas ini terus mengalami kenaikan harga. Tercatat hingga Kamis (11/11/2021), nikel naik sekitar 3 poin dari hari sebelumnya menjadi US$19.883 per ton. 

Secara bulanan, angka ini melonjak 4,68 persen dan dalam tahunan, komoditas nikel mengalami peningkatan cukup besar yakni 25,11 persen. 

Sebelumnya, Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mengeluhkan transaksi penjualan bijih nikel ke smelter masih belum mengikuti harga patokan mineral (HPM) yang ditetapkan meski telah diregulasi. 

Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey mengatakan bahwa tata kelola nikel domestik harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Pasalnya hal ini berkaitan dengan perdagangan nikel hingga pendapatan negara. 

Jika mengacu pada Permen ESDM No. 11/2020, pemegang izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi mineral dan IUPK (khusus) operasi produksi mineral logam yang memproduksi bijih nikel, wajib mengacu pada harga patokan mineral logam dalam melakukan penjualan bijih nikel.

APNI menyinggung pihak smelter belum membeli nikel ore dari pemegang izin usaha pertambangan sesuai dengan reulasi yang ditetapkan berdasarkan FoB. Perusahaan smelter malah membeli dengan sistem cost insurance and freight (CIF).

“Dalam pelaksanaanya, para penambang banyak menanggung ongkos kirim. Artinya dengan invoice yang diajukan menjadi tidak sesuai peraturan,” katanya kepada Bisnis, Kamis (11/11/2021). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Zufrizal

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.