Memantik Harapan Sektor Properti : Hati-hati FOMO

Tahun ini disebut-sebut sebagai waktu yang tepat membeli properti. Salah satu alasannya adalah Pemerintah memperpanjang insentif pajak pertambahan nilai (PPN) pembelian propertimenjadi hingga akhir tahun ini.

Dika Irawan

26 Sep 2021 - 08.00
A-
A+
Memantik Harapan Sektor Properti : Hati-hati FOMO

Bisnis, JAKARTA - Tahun ini disebut-sebut sebagai waktu yang tepat membeli properti. Salah satu alasannya adalah Pemerintah memperpanjang insentif pajak pertambahan nilai (PPN) pembelian properti menjadi hingga akhir tahun ini.

Ketentuan perpanjangan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No.13/PMK/010/2021 menggantikan PMK No.21/PMK.010/2021. Dengan adanya stimulus ini, konsumen tak perlu lagi membayar komponen PPN saat membeli rumah. 

Sekadar informasi, biaya ini cukup menguras tabungan, karena konsumen biasanya harus mem-bayar PPN sebesar 10% dari harga jual. Dalam aturan itu dijelaskan, diskon PPN 50% dikenakan untuk hunian seharga maksimal Rp5 miliar. Selanjutnya diskon 100% untuk rumah tapak dan rumah susun di bawah Rp2 miliar. 

Langkah Pemerintah memperpanjang peraturan ini tak lain adalah untuk menggairahkan sektor properti, yang terdampak pandemi Covid-19. Bak gayung bersambut, keputusan ini mendapat respons positif dari pasar. 

Masyarakat memanfaatkan betul peluang ini untuk memiliki hunian baru. Menurut data   Rumah.com Indonesia Property Market Index (RIPMI) Q3 2021, stimulus tersebut berhasil meningkatkan penjualan properti pada segmen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebesar 10%, masyarakat menengah sebesar 20%, dan masyarakat atas sebesar 10%.

Selain  insentif tersebut, kebijakan lain juga diperkirakan turut memperbaiki situasi ini.

Dalam hal ini, Bank Indonesia yang memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan (BI 7 Days Reverse Repo Rate) sebesar 3,5% pada Juni tahun ini. Selain itu BI juga merelaksasi loan to value/financing to value untuk kredit/pembiayaan menjadi paling tinggi 100% atau uang muka 0% untuk semua jenis properti, juga kendaraan bermotor hingga akhir 2021. 

Di samping ragam stimulus itu, tahun ini juga dianggap momentum yang pas untuk beli rumah sebagai investasi. Alih-alih  berinvestasi pada aset berisiko  seperti saham, investasi  pada sektor properti dinilai lebih menjanjikan karena harganya dianggap berada pada level rendah.

Dengan demikian diproyeksikan harganya akan mendapatkan return ketika situasi sudah normal. Meski begitu, sebaiknya masyarakat tidak perlu terburu-buru pergi ke galeri pemasaran. Namun perlu dipertanyakan kembali keputusan membeli rumah pada masa pandemi, serta mewaspadai fear of missing out (FOMO) memiliki hunian. 

FOMO adalah rasa ketakutan ketinggalan yang merujuk pada perasaan atau persepsi bahwa  orang lain bersenang-senang, memiliki kehidupan lebih baik dibandingkan dengan diri sendiri. Fenomena ini makin terasa berkat media sosial, saat sebagian orang gemar memamerkan kesuksesan atau capaian mereka.

Perilaku ini juga dianggap sering menyerang generasi milenial, yang kesehariannya lekat dengan medsos. Dalam urusan membeli rumah, kita bisa saja terjebak ke dalam perilaku ini karena berbagai faktor. Mulai dari iming-iming promo kredit pemilikan rumah yang ditawarkan oleh bank, media sosial, hingga ketakutan bahwa milenial tidak memiliki hunian pada masa depan.

FOMO untuk urusan properti tentu dapat merugikan, karena kita membeli rumah bukan karena kebutuhan, melainkan karena berbagai keinginan atau dorongan eksternal, yang dapat merugikan kita sendiri.

Seperti kita tahu, dalam mendapatkan hunian ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Umpamanya, kemampuan membayar cicilan, lokasi, dan kualitas pengembang. Hal ini seringkali luput bila kita berada dalam situasi FOMO. 

Jangan sampai nasi sudah jadi bubur. Artinya menyesal pada kemudian hari, karena mendapatkan rumah dengan berbagai kekurangan seperti lokasi tidak strategis, kualitas bangunan buruk, dan pengembang nakal.

Kita juga mesti tahu bahwa rumah bukanlah benda yang mudah diperjualbelikan, atau masuk dalam aset tidak likuid. Butuh waktu yang tak sebentar agar rumah kita dapat dijual. Hal itu pun bergantung pada lokasi. 

BIJAKSANA

Oleh  karena  itu, sebagai konsumen kita mesti bijaksana ketika mencari hunian. Terlebih di masa pandemi. 

Membeli rumah di masa ini mesti merupakan keputusan yang tidak mudah. Mengingat ketidakpastian masih menjadi ancaman. Pandemi Covid-19 belum sepenuhnya reda, meski vaksinasi sedang berjalan. Pandemi diperkirakan baru reda pada 2022. 

Dengan demikian, ke depan situasinya masih belum jelas. Bisa saja hari ini kita mendapatkan penghasilan, tetapi bulan berikutnya nihil. Sementara itu, saat kita memutuskan untuk membeli rumah di kala pandemi, artinya sudah dipertimbangkan dengan cermat.

Asumsinya, fundamental keuangan sudah kokoh, ketersediaan dana darurat sudah terjamin, dan memiliki kemampuan dalam mencicil. Jika demikian, maka sudah sepatutnya untuk memiliki rumah pada saat ini. Baik itu untuk keperluan investasi atau sebagai  tempat tinggal. 

Apalagi Pemerintah memiliki sejumlah kebijakan yang memudahkan atau meringankan konsumen untuk mendapatkan properti impian mereka. Kemudian, perhatikan lokasi rumah dan reputasi pengembang ketika hendak mendapatkan hunian. Penting bagi calon pembeli meriset kedua hal tersebut. 

Pastinya rumah di posisi strategis memiliki harga yang lebih tinggi, sehingga kita bisa memilih rumah-rumah di area yang potensial dengan harga belum terlalu tinggi. Di samping itu, pengembang yang bereputasi umumnya memiliki track record yang baik. Hal itu bisa kita lihat dari proyek-proyek mereka sebelumnya.

Waspadai pengembang-pengembang nakal yang dapat merugikan kita!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Fatkhul Maskur

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.