Bisnis, JAKARTA — Ketidakpastian pasokan gas karena adanya masalah penurunan produksi di sejumlah wilayah kerja membayangi performa Kilang Bontang di Kalimantan Timur.
Dampaknya, pengiriman kargo gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) ke sejumlah pelanggan pada tahun ini juga terancam batal.
Berdasarkan riset yang dirilis oleh Wood Mackenzi menyebutkan bahwa kilang Bontang tengah mengalami ketidakpastian pasokan gas karena adanya masalah penurunan produksi di sejumlah wilayah kerja yakni Eni Merakes, Pertamina Offshore Mahakam, Pertamina Kalimantan Timur untuk lapangan Attaka, dan juga wilayah kerja Sanga-sanga.
“Pelanggan sudah diminta untuk [bersiap dengan] adanya penangguhan atau pembatalan kargo tahun ini,” Vice Chairman Energy-Asia Pasific Wood Mackenzie Gavin Thompson dalam risetnya yang dikutip pada Kamis (27/1/2022).
Menurut dia, untuk mengatasi ketidakpastian pasokan gas di kilang Botang, salah satu harapannya adalah dengan segera dituntaskannya proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) oleh Chevron. Pelepasan saham Chevron yang sejak 2019 telah ditawarkan harus bisa segera diselesaikan.
“Kesepakatan yang realistis diperlukan tahun ini untuk gas IDD agar menggantikan penurunan produksi di Bontang sebelum akhir dekade ini. Masih banyak yang harus dilakukan, termasuk kesepakatan harga, persetujuan pemerintah untuk perpanjangan PSC, dan otorisasi,” jelasnya.
Berdasarkan proyeksi Wood Mackenzie, negara Asia akan mendominasi permintaan LNG secara global sampai dengan 2050 mendatang. Tren permintaan LNG di kawasan Asia diproyeksikan terus meningkat sejak tahun lalu.
Pada 2020, mayoritas permintaan LNG berada di kawasan Asia dengan permintaan sekitar 250 juta metrik ton (million metric tonne per annum/mmtpa) dan diproyesikan meningkat menjadi sekitar 350 mmtpa.
Pada 2050, Wood Mackenzie memproyeksikan permintaan LNG secara global akan mencapai sekitar 800 mmtpa dan 600 mmtpa di antaranya merupakan permintaan untuk kawasan Asia.
Gavin menuturkan pertumbuhan permintaan itu didorong oleh pertumbuhan ekonomi, kebijakan penggunaan gas pada masa transisi dan dekarbonisasi.
Namun, proyeksi pertumbuhan permintaan tersebut tidak diikuti dengan kemampuan untuk pengembangan sumber daya gas yang ada.
“Dengan harga LNG pada tingkat rekor tertingginya dan pembeli Asia yang haus akan kontrak baru, maka untuk memenuhi permintaan yang melonjak, mengapa proyek LNG di kawasan ini tidak menjadi yang pertama untuk investasi?” ucap Gavin.
Terkait dengan nasib proyek IDD, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto pernah mengungkapkan bahwa pada awalnya alihkelola proyek IDD oleh Chevron dijanjikan bakal selesai pada kuartal I/2021, tetapi penyelesaiannya meleset dari yang ditargetkan.
Menurut dia, Chevron sebagai operator proyek IDD tengah berdiskusi dengan pihak ENI sebagai mitra potensial yang bakal melanjut proyek tersebut.
“Memang sekarang masih sedang pembahasan intens dengan Chevron dengan ENI, untuk melanjutkan proyek itu,” kata Dwi.
Tidak jauh berbeda, Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman mengatakan ENI dan Chevron tengah membahas satu poin terakhir yaitu terkait dengan abandonment and site restoration (ASR), yang akan menjadi salah satu penentu untuk ENI agar nantinya bisa melanjutkan proyek IDD.
“Kebetulan dengan naik harga minyak memberikan sweetener untuk investor untuk melakukan deal-deal bisnis, harapan kita seperti itu,” jelasnya.
Sampai dengan kuartal III/2021, progres proyek IDD per September 2021 tengah mengurus proses pengalihan interest wilayah kerja Rapak Ganal.
Sementara itu, untuk calon investor baru dalam proyel lapangan Abadi Masela, Fatar mengatakan proses pencarian mitra baru pengganti Shell di proyek lapangan Abadi Masela sampai saat ini masih terus berlangsung.
Shell, lanjutnya, sempat mengalami kendala dalam proses pencarian calon mitra yang akan menggantikan pada proyek tersebut karena disebabkan oleh merosotnya harga minyak dunia yang mempengaruhi nilai rencana pengembangan lapangan tersebut tidak menarik bagi calon mitra.
Di samping itu, dalam proyek Abadi Masela terdapat adanya target emisi nol dengan menambah proyek CCUS yang meningkatkan pengeluaran dalam proyek itu di tengah penurunan harga minyak dunia.
"Mudah-mudahan dengan perbaikan [harga minyak] ini Shell cepat mendapatkan penggantinya," katanya, Selasa (19/10/2021).
PENURUNAN PRODUKSI GAS
Di sisi lain, terkait dengan masalah penurunan produksi gas di sejumlah lapangan, pemerintah sebenarnya telah memberikan insentif fiskal pada tahun lalu seperti untuk Offshore Mahakam.
Dengan adanya kenaikan harga komoditas LNG dan pemberian insentif, menurut Vice Chairman Energy-Asia Pasific Wood Mackenzie Gavin Thompson, seharusnya Pertamina dapat meningkatkan jumlah pengeboran untuk menahan penurunan produksi yang cukup besar di Mahakam.
Sementara itu, masalah produksi gas di Merakes juga memberikan pengaruh terhadap rencana Eni untuk meningkatkan pasokannya ke Bontang pada 2023.
Menurut Gavin, jika kondisi tersebut terus berlanjut maka Eni harus memilih antara infill drilling di Jangkrik untuk menahan penurunan produksi atau bahkan meningkatkan kinerja ke depannya.