Bisnis, JAKARTA—Prospek pengembangan sorgum di Indonesia kian menjanjikan karena tidak hanya dapat dikembangkan sebagai bahan pangan yang mampu menggantikan beras dan gandum, tetapi juga bisa dijadikan sebagai bahan pakan dan bioetanol.
Apalagi, sorgum yang merupakan tanaman serelia tersebut bisa dengan mudah dikembangkan di lahan kering, baik di Pulau Jawa maupun luar Jawa. Dengan risiko kegagalan yang kecil, sorgum dapat dipanen dua kali per tahun.
Tak heran bila Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemudian meminta jajarannya untuk membuat peta jalan (roadmap) terkait dengan produksi dan penghiliran sorgum hingga 2024, meskipun produksinya terbilang rendah hingga saat ini.
Baca juga: Krisis Global, Indonesia Ingatkan Adanya Ancaman Nontradisional
Terlebih, sejumlah negara telah mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor gandum, di antaranya Kazakhstan, India, Afganistan, Serbia, dan Ukraina. Buntut dari perang Rusia-Ukraina. Jokowi meyakini target 154.000 hektare lahan sorgum dapat terwujud hingga akhir masa jabatannya pada 2024.
Dalam beberapa kesempatan, Jokowi juga menyebutkan bahwa dengan adanya ancaman krisis pangan global, Indonesia harus memiliki rencana besar. Ada banyak pilihan bahan pangan yang bisa dikembangkan di Indonesia untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras, salah satunya sorgum.
Berkaca pada pengembangan sorgum di Sumba Timur, prospek pengembangan sorgum di Indonesia sangat menjanjikan karena dalam satu hektare lahan sorgum per tahun bisa menghasilkan sekitar 50 ton atau 4 ton per bulan.

“Ini sudah kelihatan, harga-harga pangan dunia semuanya naik. Oleh sebab itu, harus ada rencana besar, harus ada plan negara kita menghadapi ancaman krisi pangan itu,” katanya usai melakukan kegiatan menanam bibit dan meninjau panen sorgum di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (2/6/2022), dikutip dari YouTube Setpres, Senin (8/8/2022).
Keseriusan untuk mengembangkan sorgum, kembali diungkapkan Jokowi saat menggelar rapat internal dengan jajaran kementerian di Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis (4/8/2022).
“Bapak Presiden minta agar dibuatkan roadmap sampai tahun 2024,” ujarnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dikutip melalui rilis BPMI Setwapres.
Baca juga: Dunia Harus Sudahi Proteksionisme Pangan
Saat ini, realisasi pengembangan sorgum masih sekitar 4.355 hektare yang tersebar di enam provinsi dengan hasil produksi mencapai 15.243 ton atau sekitar 3,36 ton per hektare.
Adapun, target musim sasaran tanam sorgum pada 2022 sebesar 15.000 hektare. Selain itu, pemerintah juga akan melakukan pengembangan sasaran tanam sorgum hingga 154.000 hektare pada 2024.
“Presiden [Jokowi] minta diprioritaskan untuk daerah Nusa Tenggara Timur, di Kabupaten Waingapu yang kemarin sudah dilihat oleh Bapak Presiden. Dan, di tahun 2023 dipersiapkan lahan sejumlah 115.000 hektare, dan tahun 2024 sebesar 154.000 hektare,” ungkapnya.

Selain bahan pangan, Airlangga menjelaskan bahwa sorgum mampu menjadi komoditas pengganti tanaman lainnya, seperti penganti jagung dalam bahan baku pembuatan pakan ternak dan juga dijadikan bioetanol. Saat ini, industri pakan ternak menggunakan bahan baku 50 persen jagung dan 50 persen protein lain.
Tak hanya itu, sorgum memiliki manfaat lain dari sisi pembiayaan. Airlangga menyebut harga sorgum saat ini berada di angka Rp3.500 dan produksinya saat ini mencapai 4 ton per hektare. “Itu menghasilkan sekitar 12,5 juta dimana biaya produksinya adalah Rp8,4 juta. Nah kalau dibuat menjadi biji kering sosoh itu di 9,2 juta per hektare harganya Rp25.000 dan itu memberikan keuntungan Rp28 juta per panen,” paparnya.
Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi sebelumnya menyebutkan bahwa penanaman sorgum di Waingapu, Sumba Timur, NTT dapat menjadi contoh langkah pengembangan sumber alternatif pangan.
Baca juga: Industri CPO RI Terdongkrak Permintaan Tinggi China
Pemerintah Kabupaten Waingapu sendiri berencana mengembangan sorgum di lahan seluas 3.200 hektare, di mana saat ini telah menggarap 60 hektare lahan dan menanam sorgum di 20 hektare. Sorgum dinilai memiliki tingkat produktivitas sekitar 5 ton per hektare per musim.
Baca juga: Negara Penghasil Gandum Terbesar Dunia Bukan Ukraina dan Rusia
Sementara itu, pengembangan sorgum menggunakan mekanisasi pertanian alsin, seperti traktor roda empat, bulldozer, dan traktor plan seeder alat tanam jagung.
Dengan demikian, tidak tertutup kemungkinan jika pengembangan sorgum dilakukan dengan serius, dapat mengurangi volume impor gandum sekaligus bisa memenuhi kebutuhan tepung di dalam negeri.

Tanaman sorgum. Wikipedia
Hanya saja perlu keseriusan pemerintah agar pengembangan sorgum bisa berjalan dengan baik, terutama menyangkut ketersediaan bibit yang berkualitas. Selain itu, kesulitan dalam menjual hasil produksinya membuat banyak petani yang masih belum tertarik untuk menanam sorgum serta lebih memilih padi dan jagung.
Seperti yang terjadi di sejumlah daerah di Jawa Barat, tanaman padi masih menjadi andalan petani karena lebih memberikan kepastian pasar, berbeda halnya dengan tanaman sorgum yang hanya memungkinkan dijual ke perusahaan produsen pakan ternak. (Akbar Evandio/Aprianus Doni Tolok)
Bisnis, JAKARTA—Prospek pengembangan sorgum di Indonesia kian menjanjikan karena tidak hanya dapat dikembangkan sebagai bahan pangan yang mampu menggantikan beras dan gandum, tetapi juga bisa dijadikan sebagai bahan pakan dan bioetanol.
Apalagi, sorgum yang merupakan tanaman serelia tersebut bisa dengan mudah dikembangkan di lahan kering, baik di Pulau Jawa maupun luar Jawa. Dengan risiko kegagalan yang kecil, sorgum dapat dipanen dua kali per tahun.
Tak heran bila Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemudian meminta jajarannya untuk membuat peta jalan (roadmap) terkait dengan produksi dan penghiliran sorgum hingga 2024, meskipun produksinya terbilang rendah hingga saat ini.
Baca juga: Krisis Global, Indonesia Ingatkan Adanya Ancaman Nontradisional
Terlebih, sejumlah negara telah mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor gandum, di antaranya Kazakhstan, India, Afganistan, Serbia, dan Ukraina. Buntut dari perang Rusia-Ukraina. Jokowi meyakini target 154.000 hektare lahan sorgum dapat terwujud hingga akhir masa jabatannya pada 2024.
Dalam beberapa kesempatan, Jokowi juga menyebutkan bahwa dengan adanya ancaman krisis pangan global, Indonesia harus memiliki rencana besar. Ada banyak pilihan bahan pangan yang bisa dikembangkan di Indonesia untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras, salah satunya sorgum.
Berkaca pada pengembangan sorgum di Sumba Timur, prospek pengembangan sorgum di Indonesia sangat menjanjikan karena dalam satu hektare lahan sorgum per tahun bisa menghasilkan sekitar 50 ton atau 4 ton per bulan.

“Ini sudah kelihatan, harga-harga pangan dunia semuanya naik. Oleh sebab itu, harus ada rencana besar, harus ada plan negara kita menghadapi ancaman krisi pangan itu,” katanya usai melakukan kegiatan menanam bibit dan meninjau panen sorgum di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (2/6/2022), dikutip dari YouTube Setpres, Senin (8/8/2022).
Keseriusan untuk mengembangkan sorgum, kembali diungkapkan Jokowi saat menggelar rapat internal dengan jajaran kementerian di Istana Merdeka, Jakarta, pada Kamis (4/8/2022).
“Bapak Presiden minta agar dibuatkan roadmap sampai tahun 2024,” ujarnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dikutip melalui rilis BPMI Setwapres.
Baca juga: Dunia Harus Sudahi Proteksionisme Pangan
Saat ini, realisasi pengembangan sorgum masih sekitar 4.355 hektare yang tersebar di enam provinsi dengan hasil produksi mencapai 15.243 ton atau sekitar 3,36 ton per hektare.
Adapun, target musim sasaran tanam sorgum pada 2022 sebesar 15.000 hektare. Selain itu, pemerintah juga akan melakukan pengembangan sasaran tanam sorgum hingga 154.000 hektare pada 2024.
“Presiden [Jokowi] minta diprioritaskan untuk daerah Nusa Tenggara Timur, di Kabupaten Waingapu yang kemarin sudah dilihat oleh Bapak Presiden. Dan, di tahun 2023 dipersiapkan lahan sejumlah 115.000 hektare, dan tahun 2024 sebesar 154.000 hektare,” ungkapnya.

Selain bahan pangan, Airlangga menjelaskan bahwa sorgum mampu menjadi komoditas pengganti tanaman lainnya, seperti penganti jagung dalam bahan baku pembuatan pakan ternak dan juga dijadikan bioetanol. Saat ini, industri pakan ternak menggunakan bahan baku 50 persen jagung dan 50 persen protein lain.
Tak hanya itu, sorgum memiliki manfaat lain dari sisi pembiayaan. Airlangga menyebut harga sorgum saat ini berada di angka Rp3.500 dan produksinya saat ini mencapai 4 ton per hektare. “Itu menghasilkan sekitar 12,5 juta dimana biaya produksinya adalah Rp8,4 juta. Nah kalau dibuat menjadi biji kering sosoh itu di 9,2 juta per hektare harganya Rp25.000 dan itu memberikan keuntungan Rp28 juta per panen,” paparnya.
Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi sebelumnya menyebutkan bahwa penanaman sorgum di Waingapu, Sumba Timur, NTT dapat menjadi contoh langkah pengembangan sumber alternatif pangan.
Baca juga: Industri CPO RI Terdongkrak Permintaan Tinggi China
Pemerintah Kabupaten Waingapu sendiri berencana mengembangan sorgum di lahan seluas 3.200 hektare, di mana saat ini telah menggarap 60 hektare lahan dan menanam sorgum di 20 hektare. Sorgum dinilai memiliki tingkat produktivitas sekitar 5 ton per hektare per musim.
Baca juga: Negara Penghasil Gandum Terbesar Dunia Bukan Ukraina dan Rusia
Sementara itu, pengembangan sorgum menggunakan mekanisasi pertanian alsin, seperti traktor roda empat, bulldozer, dan traktor plan seeder alat tanam jagung.
Dengan demikian, tidak tertutup kemungkinan jika pengembangan sorgum dilakukan dengan serius, dapat mengurangi volume impor gandum sekaligus bisa memenuhi kebutuhan tepung di dalam negeri.

Tanaman sorgum. Wikipedia
Hanya saja perlu keseriusan pemerintah agar pengembangan sorgum bisa berjalan dengan baik, terutama menyangkut ketersediaan bibit yang berkualitas. Selain itu, kesulitan dalam menjual hasil produksinya membuat banyak petani yang masih belum tertarik untuk menanam sorgum serta lebih memilih padi dan jagung.
Seperti yang terjadi di sejumlah daerah di Jawa Barat, tanaman padi masih menjadi andalan petani karena lebih memberikan kepastian pasar, berbeda halnya dengan tanaman sorgum yang hanya memungkinkan dijual ke perusahaan produsen pakan ternak. (Akbar Evandio/Aprianus Doni Tolok)