Asma Sering Kambuh pada Malam Hari, Cermati Pemicunya

Gejala memburuk pada malam hari sering dianggap akibat berbagai faktor perilaku dan lingkungan, termasuk perubahan postur, suhu udara, dan lingkungan tidur.

Rustam Agus

7 Sep 2021 - 13.23
A-
A+
Asma Sering Kambuh pada Malam Hari, Cermati Pemicunya

Penderita asma/istimewa

Bisnis, JAKARTA – Seringkai dijumpai para penderita asma akan mengalami gejala yang buruk pada malam hari. Itu sebabnya perlu dicermati berbagai faktor pemicunya

Sebuah Studi baru dilakukan untuk mengetahui masalah tersebut dengan melibatkan lebih dari selusin pasien asma melalui dua eksperimen yang ketat dan menemukan jam sirkadian tubuh mungkin bertanggung jawab.

John Floyer, seorang dokter asal Inggris, pada 1698 menerbitkan sebuah monografi berjudul A Treatise of the Asthma.

Itu adalah salah satu penyelidikan kuat pertama terhadap penyakit umum ini, dan salah satu pengamatan utama Floyer adalah bahwa episode asma cenderung lebih sering terjadi larut malam, yang mengarah ke kondisi yang secara informal disebut sebagai “asma nokturnal”.

Melansir New Atlas, Selasa (7/9/2021), hingga tiga perempat penderita asma melaporkan gejala yang memburuk di malam hari dan fenomena ini sering dianggap disebabkan oleh berbagai faktor perilaku dan lingkungan, termasuk perubahan postur, suhu udara, dan lingkungan tidur.

Beberapa peneliti juga berspekulasi ritme sirkadian mungkin berperan dalam pasang surut asma.

Sesak napas

Kita tahu jam tubuh pusat kita memengaruhi berbagai proses fisiologis, tetapi para peneliti tidak pernah sepenuhnya memahami efek sistem sirkadian pada tingkat keparahan asma.

“Ini adalah salah satu studi pertama yang secara hati-hati mengisolasi pengaruh sistem sirkadian dari faktor-faktor lain yang bersifat perilaku dan lingkungan, termasuk tidur,” jelas Frank Scheer, penulis koresponden pada studi baru tersebut.

Para peneliti melakukan dua penelitian laboratorium menyeluruh pada 17 orang penderita asma untuk mengisolasi efek siklus sirkadian pada asma.

Eksperimen pertama disebut tes “rutin konstan”.

Di sini para peserta tetap terjaga selama 38 jam dalam kondisi cahaya redup yang konsisten. Kohort mempertahankan postur duduk tetap selama 38 jam dan mengonsumsi camilan kalori yang sama setiap dua jam.

Tujuan dari percobaan pertama ini adalah untuk menghilangkan sebanyak mungkin faktor perilaku dan lingkungan, memungkinkan penyelidikan langsung ritme sirkadian pada gejala asma.

Desinkroni paksa

Eksperimen kedua dijuluki “desinkronisasi paksa” dan menempatkan kohort ke dalam siklus tidur/bangun tujuh hari, 28 jam dengan perilaku harian yang dijadwalkan secara merata di setiap hari selama 28 jam.

Ini berlangsung selama 196 jam dan dirancang untuk secara efektif memisahkan perilaku sehari-hari dari siklus sirkadian internal 24 jam.

Jadi pada akhir percobaan, fase tidur dan makan sepenuhnya dipisahkan dari ritme sirkadian.

Kedua percobaan mengungkapkan ritme sirkadian memainkan peran penting dalam mengatur fungsi paru selama siklus harian.

Menariknya, percobaan desinkroni paksa mengungkapkan fase tidur memang memainkan peran penting dalam keparahan asma terlepas dari efek sirkadian.

Namun, pengaruh siklus sirkadian pada asma sama relevannya dengan siklus perilaku tidur/bangun, dan fungsi paru terendah terdeteksi pada sekitar ekuivalen sirkadian pukul 4 pagi.

Gangguan tidur

Jadi alasan utama asma tampaknya lebih buruk di malam hari adalah karena kombinasi perilaku tidur dan siklus sirkadian yang relatif merata.

“Kami mengamati bahwa orang-orang yang memiliki asma terburuk secara umum adalah orang-orang yang menderita penurunan fungsi paru akibat sirkadian terbesar di malam hari, dan juga memiliki perubahan terbesar yang disebabkan oleh perilaku, termasuk tidur,” kata Steven Shea, co-koresponden penulis pada penelitian ini.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal PNAS ini juga menemukan, hasil ini penting secara klinis karena ketika dipelajari di laboratorium, penggunaan inhaler bronkodilator berdasarkan gejala sebanyak empat kali lebih sering pada malam sirkadian daripada siang hari.  

Meskipun penelitian ini menawarkan konfirmasi kuat tentang peran ritme sirkadian endogen pada keparahan asma, masih belum diketahui mengapa hal ini terjadi.

Para peneliti berspekulasi serangkaian mekanisme diketahui surut dan mengalir dengan siklus sirkadian, tetapi lebih banyak pekerjaan akan diperlukan untuk mengetahui di mana proses dasar spesifik yang mempengaruhi asma.

Mekanisme yang dihipotesiskan mencakup segala sesuatu mulai dari variasi sirkadian dalam kadar histamin dan melatonin hingga osilasi harian dalam sel-sel kekebalan.

“Studi kami telah memungkinkan kami untuk memisahkan secara statistik kontribusi independen dari pengaruh sirkadian versus perilaku dan lingkungan pada fungsi paru,” para peneliti menyimpulkan dalam penelitian tersebut. (Ni Luh Anggela)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Rustam Agus

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.