BEI Berperan Besar Terapkan Ekonomi Hijau & Tekan Emisi Karbon

Pemerintah ingin BEI melaksanakan perdagangan karbon sebagai upaya melestarikan lingkungan.

Pandu Gumilar & Annisa Kurniasari Saumi

16 Nov 2021 - 20.41
A-
A+
BEI Berperan Besar Terapkan Ekonomi Hijau & Tekan Emisi Karbon

Ilustrasi perubahan iklim - Istimewa

Bisnis, JAKARTA - Dampak perubahan iklim yang mulai dirasakan manusia mendorong berbagai upaya untuk mengurangi emisi karbon. Salah satunya desakan untuk menerapkan prinsip ekonomi hijau.

Pasar modal pun menjadi sasaran untuk bisa menerapkan prinsip ekonomi berbasis lingkungan. Tak heran jika Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia akhirnya mendorong Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menyiapkan skema perdagangan komoditi karbon atau carbon trading. Hal itu sejalan dengan upaya pemerintah dalam mengurangi emisi karbon. 

Menko Perekonomian, Airlangga Hartanto, mengatakan pemerintah tengah menyiapkan proyek pilot untuk memuluskan rencana tersebut. Akan tetapi, lanjutnya, kondisi saat ini masih over the counter atau tidak terbuka secara transparan.

Lebih lanjut, dia berharap perdagangan karbon bisa dilakukan di Indonesia bukan di negara lain. Itu karena Indonesia memiliki dua kekuatan terkait cabon capture, yaitu dari sektor pertambangan dan energi.

Dia pun berharap BEI bisa ikut berperan dalam tujuan tersebut. "Diharapkan carbon trading bisa diluncurkan [BEI] dan ini jadi pekerjaan bagi BEI dan pemerintah akan menyiapkan regulatory framefwork,” katanya pada webinar CEON Networking, Selasa (16/11/2021).

 

 

Sejauh ini, BEI telah berupaya menerapkan prinsip ekonomi hijau. Direktur Utama BEI, Inarno Djajadi, mengatakan operator pasar modal dan SRO telah melakukan implementasi Environmental, Social, and Governance (ESG). Diantaranya melalui penerbitan green bond, green sukuk dan indeks green investment.

“Kami juga terus melakukan sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan pasar modal,” katanya.

Selain itu, BEI tengah meracik indeks anyar yang berpedoman pada syariah dan ESG. Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia, Hasan Fawzi, mengatakan kemungkinan indeks tersebut akan meluncur pada tahun depan.

Menurutnya indeks anyar itu akan melengkapi indeks-indeks yang sebelumnya telah ada. Dia membeberkan indeks anyar akan bersifat tematis seperti syariah atau ESG. Sebab kedua hal tersebut kini tengah menjadi sebuah tren.

“Kami sedang dalam pembahasan final dengan yayasan kehati yang untuk menerbitkan indeks bersama mereka. [Kemungkinan] ada satu atau dua indeks ESG baru,” katanya.

Penerapan ESG

Kewajiban penerapan aspek keuangan berkelanjutan atau ESG diyakini tidak akan membuat saham-saham emiten pertambangan batu bara dan perkebunan sawit kehilangan daya tariknya. Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal Universitas Indonesia, Budi Frensidy, mengatakan daya tarik saham-saham emiten batu bara dan CPO tidak akan pudar karena kewajiban penerapan prinsip ESG.

"Emiten batu bara dan CPO tidak akan kehilangan daya tariknya sepanjang mereka patuh dan terus membaik sustainability (ESG) report alias semakin banyak SDG yang tercapai dari tahun ke tahun," katanya dihubungi Bisnis, Senin (15/11/2021).

Dia melanjutkan, perusahaan-perusahaan di pasar modal akan berusaha untuk patuh terhadap prinsip ESG, karena prinsip ini telah menjadi tuntutan global agar produk dari emiten bisa menembus ekspor.

"Dan jika dinilai baik oleh otoritas dan stakeholders, yield obligasi dan cost of equity-nya pun akan turun," ucapnya.

Sementara itu, pengamat pasar modal dari Asosiasi Analis Efek Indonesia, Reza Priyambada, mengatakan selama ini industri seperti pertambangan dianggap merusak lingkungan, karena industri ini mengharuskan perusahaan membuka lahan dan mengeruk tanah hingga ke kedalaman tertentu.

"Selama belum ada energi terbarukan, pasti pilihannya masih pakai batu bara. Apakah ke depan industri pertambangan merusak lingkungan? Balik lagi ke masing-masing perusahaan," tuturnya.

Artinya, kata dia, hal ini tergantung sejauh apa perusahaan pertambangan sadar terhadap isu lingkungan. Dia mencontohkan, untuk are pertambangan yang telah habis, paling tidak ada alokasi dana untuk melakukan penghijauan kembali.

"Itu bisa juga dilakukan, sehingga memenuhi aspek ESG ke depannya. Jadi ke depan itu tidak ada anggapan lagi industri tambang merusak lingkungan" ujarnya.

 

 

 

Di sisi lain, Chief Executive Officer PT Vale Indonesia Tbk., Febriany Eddy, mengatakan perseroan berkomitmen terhadap Perjanjian Paris untuk menurunkan emisi karbonnya sebesar 33% pada 2030. Perseroan bahkan menargetkan bisa mencapai net zero emission pada 2050.

“Kami sudah menjalaninya sejak 2019. Proyek paling penting adalah konversi high sulfur fuel oil dan batu bara yang ada di tanur pengering dan reduksi menjadi LNG dan gas,” ucap Febriany dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Bersama Komisi VII DPR pekan lalu.

Febriany menuturkan proyek konversi tersebut menjadi proyek kunci emiten berkode saham INCO itu untuk mengurangi emisi karbon. Jika proyek ini tidak berhasil, bisa dipastikan Vale Indonesia akan gagal mencapai tujuann mengurangi emisi karbon.

Komitmen untuk mengurangi emisi karbon ini juga datang dari perusahaan minyak dan gas PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC). Direktur Utama Medco Energi, Hilmi Panigoro, mengatakan perseroan selalu menginginkan penggunaan energi yang paling efisien.

“Apa yang kami lakukan, hampir semua mesin compressor kami gunakan teknologi paling efisien, sehingga dari waktu ke waktu bisa menurunkan emisinya. Flaring, gas-gas yang keluar, semua kita perhatikan, untuk memastikan itu tidak terjadi lagi,” kata Hilmi, Rabu (10/11).

Dengan upaya tersebut, Hilmi menuturkan sejak 2018 emiten berkode saham MEDC ini telah menurunkan intensitas karbon dari 248 kilo ton Co2 equivalent per million ton oil equivalent menjadi 218 kilo ton.

Emiten milik taipan Prajogo Pangestu, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. (TPIA) juga menyampaikan komitmen menerapkan aspek ESG dalam rantai produksi petrokimia. Direktur Sumber Daya Manusia dan Urusan Korporasi Chandra Asri, Suryandi, mengatakan perseroan telah mengoperasikan suar tanpa asap atau enclosed ground flare (EGF).

“EGF tidak melepaskan buangan ke udara, mengurangi kebisingan, menghilangkan panas, dan asap,” kata Suryandi belum lama ini.

Suryandi juga mengatakan TPIA tertarik menerbitkan obligasi berkelanjutan atau sustainability bond. “Karena kami menyadari, ke depan perhatian dari investor dan stakeholder banyak berkaitan dengan ESG,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Febrina Ratna Iskana

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.