Falsafah Jawa Bisa Jadi Pembelajaran Leadership

Jika salah dalam menerapkan gaya dan cara kepemimpinan bisa memberi pengaruh yang kurang baik bagi performa tim kerja.

Rustam Agus
6 Jul 2021 - 07.57
A-
A+
Falsafah Jawa Bisa Jadi Pembelajaran Leadership

Ilustrasi

Bisnis, JAKARTA – Bagi seorang pemimpin tentu mesti paham atas konsep leadership yang baik agar mampu merumuskan langkah atau model kepemimpinan yang pas dan efektif.

Gaya kepemimpinan juga penting bagi kemajuan suatu tim kerja. Jika salah dalam menerapkan gaya dan cara kepemimpinan bisa memberi pengaruh yang kurang baik bagi performa tim kerja.

Di Indonesia, ada Wikasatrian, pusat pelatihan kepemimpinan yang salah satu metode dan modul pembelajarannya menggunakan ragam budaya Jawa dan berbasis kearifan lokal. 

Basis pendidikan Wikasatrian menerapkan aspek pengetahuan, psikomotorik, dan afeksi dengan mengadakan experiential learning.

Berbeda dengan pelatihan leadership lainnya, semua peserta didik di Wikasatrian akan mendapatkan pengalaman yang lebih filosofis tentang proses menjadi seorang pemimpin dengan beberapa media budaya khas Jawa seperti batik, gamelan, wayang, hingga napak tilas.

Manajer Pendidikan Program Vokasi Universitas Indonesia sekaligus Pamong Wikasatrian Priyanto mengatakan bahwa nilai-nilai kepemimpinan yang berbudi luhur bisa dipelajari menggunakan media wayang. 

“Biasanya kami mengawali [program] dengan pengenalan filosofi wayang, kemudian bercermin dari karakter tokoh pewayangan, untuk semakin mengenal aspek-aspek karakter diri. Pendeknya, aku adalah wayang, wayang adalah aku,“ ujarnya dalam satu diskusi virtual bertajuk Jawa dan Dunia Industri, Jumat (2/7/2021).

Setelah peserta mengenal filosofi wayang, mereka akan mengalami proses pagelaran wayang dari tahap proses sampai umpan balik.

Artinya, para peserta bukan hanya akan dilihat pada saat latihan saja, tetapi akan dievaluasi setelah melakukan pelatihan bagaimana perubahan sikapnya.

Selain itu, Priyanto juga mengatakan bahwa melalui pemahaman kisah wayang, dalang akan mencoba untuk menanamkan ideologi kepemimpinan melalui tokoh, antawecana, sulukan, dan banyolan.

Biasanya, wacana kepemimpinan akan dijumpai di awal pertunjukan termasuk memperkenalkan ajaran kepemimpinan Hasta Brata.

“Mereka juga akan menjadi pelaku pertunjukan wayang sebagai dalang dan melihat bagaimana mereka menggunakan cempala atau tongkat komando serta gunungan [kayon] yang terkait dengan nilai-nilai kepemimpinan,“ papar Priyanto. 

Sementara itu, ajaran delapan unsur Hasta Brata yang melambangkan kepemimpinan juga diajarkan kepada peserta yang terdiri dari unsur bumi, matahari, api, samudra, langit, angin, bulan dan bintang.



Misalnya, seperti bumi, pemimpin harus mampu untuk memberi dan kokoh, layaknya samudra, pemimpin adalah sosok yang membuka mata dan pikiran secara luas, serta langit yang merupakan simbol bagi luasnya ilmu pengetahuan mana kala seorang pemimpin harus bisa membagikan ilmu itu kepada orang lain.

Alat musik tradisional Gamelan bahkan juga menjadi media dari pelatihan ini. Gamelan digunakan sebagai media untuk mengolah rasa, daya pikir, kreativitas, serta hubungan harmonis dengan alam.

Para peserta akan terjun langsung memainkan gamelan dan secara tidak langsung akan melakukan kerja sama tanpa harus bicara satu sama lain.

Melalui hal seperti itulah, seorang pemimpin harus bisa banyak menyimak dan mengobservasi dengan nurani mereka serta memahami diri sendiri sejauh apa mereka sudah memiliki rasa empati dan kepedulian terhadap orang lain.

Tidak jauh berbeda dengan itu, kegiatan membatik juga digunakan sebagai media pembelajaran untuk mengolah rasa, daya pikir, kreativitas serta hubungan harmonis dengan alam. (Luke Andaresta)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Rustam Agus

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.