Harga Minyak Menghijau Akibat Prospek Permintaan Moncer

Harga minyak acuan menunjukkan sinyal hijau kendati dibayangi sentimen dari kiriman suplai Iran. Simak penjelasannya.

Hafiyyan

8 Nov 2021 - 14.11
A-
A+
 Harga Minyak Menghijau Akibat Prospek Permintaan Moncer

Harga minyak acuan menunjukkan sinyal hijau kendati dibayangi sentimen dari kiriman suplai Iran. (Antara)

Bisnis, JAKARTA— Harga minyak acuan menghijau pada perdagangan Senin (8/11/2021) akibat prospek permintaan moncer.

Dikutip dari Markets Insider, Senin (11/8/2021) pukul 13:46 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) mencapai US$82,21 per barel atau naik 1,32 persen sejak dibuka pada US$81,02 per barel.

Tren yang sama terjadi pada minyak Brent yang mencapai US$83,58 per barel atau naik 1,25 persen. Harga minyak acuan asal Eropa itu dibuka pada US$82,58 per barel dan sempat menyentuh titik tertingginya pada level US$84 per barel.

Tim Analis Monex Investindo Futures mengatakan dalam hasil risetnya bahwa pergerakan harga minyak pada hari ini dipengaruhi oleh prospek permintaan bahan bakar dan kenaikan produksi minyak oleh negara pengekspor minyak (OPEC).

Dengan demikian, harga minyak diproyeksi bergerak pada rentang level support US$81,8 per barel hingga US$80,95 per barel. Lalu, pergerakan harga minyak pada level resistance mencapai US$82,65 per barel hingga US$83,4 per barel.

“Ditopang oleh outlook permintaan bahan bakar yang tetap tinggi dan kenaikan produksi secara bertahap oleh OPEC berpeluang memicu kenaikan harga minyak,” katanya.

Dikutip dari S&P Global Platts, kondisi pasar keuangan positif sejalan dengan rilis data ketenagakerjaan Amerika Serikat dengan penambahan 531.000 pekerjaan pada Oktober yang melampaui ekspektasi pasar dengan kenaikan 450.000.

“Sentimen risiko global diterima tetapi suntikan datang setelah rilis data penggajian di luar sektor pertanian dan angka pengangguran yang turun ke 4,6 persen; terendah dalam 19 bulan,” tutur analis surat utang OCBC Research.

Dalam hasil risetnya, analis OCBC Research pun menyebut bahwa sentimen bullish datang dari kabar Pfizer yang menghentikan percobaan pil setelah hasil riset menunjukkan tingkat efektivitas hingga 89 persen terhadap peluang perawatan, kematian dan gejala parah Covid-19.

Selain itu, Amerika Serikat telah membuka akses ke negaranya bagi pelancong yang mendapatkan vaksin sehingga bisa memoles prospek permintaan avtur akibat naiknya jumlah penerbangan.

Perkembangan lainnya yang berimbas positif terhadap pasar minyak mentah yakni defisit pasokan sehingga mendorong harga minyak terus naik. Para pelaku pasar juga mencatat bahwa Saudi Aramco, perusahaan minyak asal Arab Saudi menaikkan harga jualnya untuk periode Desember.

Harga itu berlaku bagi pasar Asia, Timur Tengah, Eropa dan Amerika Serikat dengan mempertimbangkan penguatan permintaan minyak di Asia dan musim dingin yang memperketat persediaan minyak mentah. Dalam hasil risetnya, analis ANZ Research Brian Martin dan Daniel Hynes mengatakan bahwa kenaikan harga yang ditempuh Saudi Aramco menandakan sinyal pemulihan permintaan.

“Ini mengikuti keputusan OPEC untuk mempertahankan jadwal kenaikan produksinya sebesar 400.000 barel per hari (bph) terlepas dari komentar konsumen terhadap pemulihan Covid-19 yang terlalu lambat.”

Seperti dikutip dari Bisnis.com, Arab Saudi membuat sentimen bullish lain ke pasar minyak sehari setelah OPEC+ mengabaikan seruan Biden untuk lebih banyak minyak, menaikkan harga jual resmi semua minyak mentah negara itu ke semua pembeli.

Aramco menaikkan harga minyak mentah kelas Arab Light untuk pelanggan Asia pada Desember sebesar US$1,40 menjadi US$2,70. Produsen negara itu diperkirakan akan menaikkannya antara 50 sen dan $1 per barel, menurut survei pekan lalu.

OPEC+ mengabaikan seruan dari Presiden AS Joe Biden untuk mempercepat laju peningkatan produksi setelah pemotongan yang dipicu Covid-19 tahun lalu. Sebaliknya, OPEC+ terjebak dengan rencananya untuk menaikkan produksi minyak mentah harian sebesar 400.000 barel bulan depan.

Analis memperkirakan pasar minyak akan tetap kekurangan pasokan selama sisa tahun ini menyusul keputusan OPEC+, yang dipimpin oleh Arab Saudi dan Rusia.

Arab Saudi mengirimkan lebih dari 60 persen ekspor minyak mentahnya ke Asia, dengan China, Korea Selatan, Jepang, dan India sebagai pembeli terbesar.

Pembatasan pasokan yang berkelanjutan dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan mitra telah membantu harga minyak melonjak 60 persen tahun ini menjadi lebih dari US$80 per barel. Bulan ini, BP mengatakan permintaan minyak global telah melampaui 100 juta bph untuk pertama kalinya sejak pandemi dimulai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Duwi Setiya Ariyant*

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.