Hari Ritel Nasional, Saatnya UMKM Go Digital

Hasil kajian dari Microsoft dan Aprindo yang tertuang dalam Buku Panduan untuk Ritel dan UMKM Modern Indonesia memperlihatkan bahwa optimasi digitalisasi dapat membantu bisnis kecil.

Iim Fathimah Timorria

11 Nov 2021 - 11.40
A-
A+
Hari Ritel Nasional, Saatnya UMKM Go Digital

Bisnis, JAKARTA — Hari Ritel Nasional yang jatuh pada hari ini, Kamis (11/11/2021), digadang-gadang menjadi momentum akselerasi industri ritel modern menuju transformasi digital.

Menggandeng Microsoft, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memulai inisiasi digitalisasi pelaku usaha, termasuk UMKM.

“Target utama adalah bagaimana mengakselerasi transformasi digital, yang mana merupakan suatu keniscayaan, bagi peritel dan UMKM. Sejauh ini teknologi sudah dipakai untuk profiling dan layanan konsumen, tetapi kami ingin meningkatkannya lagi,” kata Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey, Rabu (10/11/2021).

Roy menyebut kolaborasi Aprindo dan Microsoft akan menawarkan lebih banyak solusi digital dan program pemberdayaan bersama berbagai institusi.

Hal ini diharapkan bisa menjadi titik awal bagi bisnis ritel, termasuk UMKM, untuk terus berkembang dan menjawab perkembangan tren konsumen.

“Sekarang bukan zamannya lagi untuk pemberian diskon. Diskon bukan suatu langkah yang baik untuk kondisi di mana protokol kesehatan masih diterapkan. Kami mencoba mendapatkan blue ocean, masuk ke ranah yang jarang dipikirkan pelaku usaha,” katanya.

Hasil kajian dari Microsoft dan Aprindo yang tertuang dalam Buku Panduan untuk Ritel dan UMKM Modern Indonesia memperlihatkan bahwa optimasi digitalisasi dapat membantu bisnis kecil.

Penghematan biaya ditaksir bisa mencapai 70 persen, sedangkan pertumbuhan ritel bisa lebih cepat sampai 62 persen.

Azure Business Group Lead Microsoft Indonesia Fiki Setiyono mengatakan bahwa bisnis ritel Indonesia telah memiliki potensi untuk memperkuat digitalisasi.

Dari sisi pelaku, pemanfaatan teknologi digital telah mulai dilakukan, misal dengan membuat konten multimedia dalam pemasaran produk sampai komunikasi secara digital dengan konsumen.

“Dari cara bekerja juga mulai dilakukan transformasi digital. Misalnya dari Kawan Lama yang sejak awal 2020 dengan modernisasi tempat kerja bagi hampir 40.000 pekerjanya,” kata Fiki.

Dari sisi pelaku UMKM, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun mengatakan masih menghadapi kendala dalam pemasaran produk di ritel modern.

Kesulitan ini paling dirasakan usaha berskala mikro meski telah ada kewajiban kemitraan antara ritel modern dan UMKM.

Kemitraan antara peritel modern dan UMKM tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 23/2021 tentang Pedoman Pengembangan, Penataan, dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan.

Pasal 7 menyebutkan kemitraan mencakup kerja sama pemasaran, penyediaan lokasi usaha, dan penyediaan pasokan.

Menurut Ikhsan, manfaat kemitraan yang terjalin antara kedua jenis usaha belum dirasakan oleh semua kelas UMKM. Menurutnya, praktik di lapangan membuat pelaku usaha tidak bisa menjalin kerja sama secara berkelanjutan.

“Misal untuk kerja sama UMKM yang memasok produk, ada peritel yang mengambil keuntungan mencapai 30 persen, padahal di Permendag No. 23/2021 dibatasi paling banyak 15 persen,” tuturnya.

Peritel memang diwajibkan bekerja sama dengan UMKM dalam hal pasokan barang. Pasal 11 menyebutkan pemasok hanya dikenakan biaya yang berhubungan langsung dengan dengan penjualan barang.

Adapun, besaran biaya yang dimaksud paling banyak 15 persen dari keseluruhan biaya persyaratan perdagangan di luar potongan harga reguler.

“Untuk pembayaran produk ke pemasok juga masih ada yang memakan waktu berbulan-bulan. Ini tentunya menyulitkan usaha mikro karena cash flow-nya bisa macet,” kata dia.

Dia juga mengatakan mayoritas UMKM yang memasok ke ritel modern adalah yang berskala menengah dengan omzet per tahun mencapai Rp50 miliar. Produk yang ditawarkan mencakup bahan pangan protein, elektronik, dan bumbu dapur.

Terlepas dari kendala yang dihadapi dan meluasnya digitalisasi UMKM ke platform daring, Ikhsan mengatakan pemasaran produk UMKM lewat gerai ritel modern fisik tetap diperlukan.

Dia menilai tren belanja rekreasi tetap memiliki peluang sehingga bisa menjadi kesempatan tersendiri bagi pemasaran produk UMKM.

“Platform digital memang jadi pesaing ritel modern, tetapi ada aspek belanja rekreasi di kalangan konsumen. Bagaimanapun UMKM harus melakukan kombinasi pemasaran,” katanya.

Pemerintah sendiri mengatur bahwa 30 persen produk yang dipasarkan di ritel modern haruslah berasal dari UMKM dan/atau produk dalam negeri.

Mengacu pada catatan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), komposisi produk UMKM dan lokal yang dipasarkan di ritel modern setidaknya mencapai 35 persen.

AKHIR TAHUN

Pada perkembangan lain, peritel dinilai memiliki peluang untuk memanfaatkan momentum libur akhir tahun, seiring dengan prospek indeks penjualan riil (IPR) yang memasuki fase pertumbuhan secara bulanan.

“Peluang pelaku usaha ritel untuk memanfaatkan momentum libur akhir tahun masih terbuka lebar. Apalagi saat ini menurut laporan  Google mobility index  ada peningkatan sebesar 22 persen dari orang yang berkunjung ke pusat perbelanjaan,” kata Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet.

Rendy mengatakan indeks keyakinan konsumen (IKK) di kelompok berpenghasilan di atas Rp5 juta per bulan juga relatif tinggi pada Oktober 2021. IKK yang mencapai 122 pada kelompok ini menjadi yang tertinggi sejak Januari 2020.

“Ini bisa menjadi indikator awal bahwa kelompok penghasilan menengah atas sudah mulai percaya diri dalam melakukan aktivitas konsumsi. Jika kepercayaan konsumen ini berlangsung sampai dengan akhir tahun tren pertumbuhan ritel saya kira juga akan ikut meningkat,” tambahnya.

Adapun, dari sisi adaptasi digital ritel modern, Rendy menilai belanja daring akan menjadi kebiasaan baru masyarakat. Namun, hal tersebut tidak serta-merta menggerus daya tarik toko konvensional.

Jika dikaitkan dengan pandemic fatigue, lanjut Rendy, keinginan masyarakat untuk kembali berbelanja secara offline masih cukup besar. Terdapat pengalaman belanja yang tidak bisa digantikan aktivitas belanja daring.

“Dengan asumsi kasus Covid-19 rendah, keinginan masyarakat untuk kembali berbelanja melalui ritel offline masih akan cukup besar,” katanya.

Survei penjualan eceran Bank Indonesia menunjukkan bahwa kinerja penjualan eceran mengalami kontraksi secara bulanan maupun tahunan pada September 2021.

Indeks penjualan riil (IPR) pada September 2021 tercatat sebesar 189,5 atau terkontraksi 1,5 persen secara bulanan dan turun 2,2 persen secara tahunan.

Meski demikian, Bank Sentral memperkirakan IPR pada Oktober memasuki fase ekspansi di angka 193,0.

Seluruh kelompok diprediksi meningkat seiring dengan peningkatan aktivitas masyarakat yang didukung kelancaran distribusi di tengah pelonggaran PPKM dan penurunan kasus Covid-19.

Di sisi lain, Kementerian Perdagangan mengingatkan pelaku usaha dan masyarakat untuk berhati-hati dalam menjalankan aktivitas perdagangan pada penghujung 2021.

Pelonggaran aktivitas yang mulai diterapkan seiring penurunan kasus berisiko jadi bumerang jika tidak disertai dengan penerapan protokol kesehatan.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan mengingatkan soal pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2021 yang mencapai 7,07 persen year on year (YoY).

Konsumsi rumah tangga yang menopang aktivitas ritel sekaligus penyumbang terbesar PDB mencatat pertumbuhan 5,93 persen yoy pada periode tersebut.

Namun, kenaikan signifikan tersebut harus dibayar dengan lonjakan kasus Covid-19 pada awal kuartal III/2021.

Oke mengatakan sektor ritel menjadi salah satu yang paling terimbas karena mobilitas dan kegiatan ekonomi sempat dibatasi.

“Saya berharap kejadian di kuartal II/2021 yang euforia dengan hasil bagus ekonominya, tetapi harus dibayar dengan penularan 50.000 kasus Covid-19 harian, rumah sakit yang penuh, dan oksigen yang kekurangan tidak terjadi lagi pada hari besar keagamaan nasional yang akan kita hadapi,” kata Oke dalam konferensi pers pelaksanaan Hari Ritel Nasional 2021.

Oke mengatakan terdapat potensi lonjakan kasus pada akhir tahun yang bertepatan dengan momen Natal dan Tahun Baru. Untuk itu, para pelaku usaha diminta berhati-hati dan menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.

“Kita harus hati-hati. Penanganan pengendalian ini [memang] diseimbangkan dengan pelonggaran pelaksanaan perdagangan. Namun tetap harus mengutamakan protokol kesehatan sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi,” katanya.

Seiring dengan transformasi pola konsumsi masyarakat yang beralih ke sistem belanja daring, Oke menyampaikan dukungan agar usaha ritel bisa melanjutkan adaptasi digital. Hal ini sekaligus untuk mengurangi tekanan yang terjadi jika pandemi memburuk.

“Pemerintah sangat mendukung penyesuaian dan transformasi digital di sektor ritel, sehingga ketika ada gangguan tidak terlalu terpengaruh seperti sebelumnya,” kata Oke.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.