Indeks FTSE Kocok Ulang Konstituen, Ada BUMI, hingga IPCC Masuk!

Indeks Financial Times Stock Exchange (FTSE) mengocok ulang susunan penghuninya untuk emiten di Indonesia. FTSE Russel Group merupakan organisasi finansial di Inggris yang memiliki spesialisasi menyediakan indeks untuk acuan pasar keuangan global.

Rinaldi Azka

21 Agt 2023 - 16.07
A-
A+
Indeks FTSE Kocok Ulang Konstituen, Ada BUMI, hingga IPCC Masuk!

Bisnis, JAKARTA - Financial Times Stock Exchange (FTSE) Russell mengocok ulang susunan penghuni Indeks FTSE Global Equity Indonesia dalam semi annual review September 2023.

Sebagai informasi, Financial Times Stock Exchange (FTSE) Russel Group merupakan organisasi finansial di Inggris yang memiliki spesialisasi menyediakan indeks untuk acuan pasar keuangan global.

Suatu saham yang masuk dalam kriteria FTSE dinilai memiliki fundamental yang kuat dan likuiditas yang baik. Alhasil, saham yang masuk indeks FTSE berpotensi menjadi pertimbangan investor, terutama investor asing.

Perubahan tersebut terjadi pada saham-saham kategori kapitalisasi menengah (mid cap), kapitalisasi kecil (small cap), dan kapitalisasi mikro (micro cap).

Dua saham Grup MNC, PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) dan PT MNC Digital Entertainment Tbk (MSIN) terdepak dari kelompok saham mid cap.

Sementara itu, kelompok kapitalisasi kecil alias small cap, kedatangan enam pendatang baru. Ada PT Bukalapak.com Tbk (BUKA), PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS). 

Kemudian, PT Mitra Aktif Perkasa Tbk (MAPA), PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) dan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) masuk ke dalam kategori saham berkapitalisasi kecil. Dalam perubahan ini, saham PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) dan PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL) terdepak dari kategori small cap. 

Kelompok micro cap ramai kedatangan pendatang baru. Ada 12 saham yang masuk dalam indeks dengan kapitalisasi saham micro ini. PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA), PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (TUGU), PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (BJTM) dan PT Darma Henwa Tbk (DEWA) masuk ke dalam kelompok micro cap. 

PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG), PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA), PT Hillcon Tbk (HILL) dan PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC) juga masuk kelompok ini. Kemudian, ada PT Industri dan Perdagangan Bintraco Dharma Tbk (CARS), PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) dan PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (STAA). 

Sebaliknya, ada 12 saham yang terdepak dari kelompok micro cap, PT Acset Indonusa Tbk (ACST), PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF), PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) dan PT Bintang Mitra Semestaraya Tbk (BMSR). 

Saham PT Buyung Poetra Sembada Tbk (HOKI), PT Kino Indonesia Tbk (KINO), PT KMI Wire & Cable Tbk (KBLI) dan PT Nusantara Infrastructure Tbk (META) juga harus keluar dari indeks ini. Terakhir saham yang terdepak dari kelompok micro cap ada PT Pelat Timah Indonesia Tbk (NIKL), PT Petrosea Tbk (PTRO), PT Indofarma Tbk (INAF) dan PT Sillo Maritime Perdana Tbk (SHIP). 

Perubahan dalam semi annual review ini efektif pada penutupan perdagangan 15 September 2023 mendatang atau tepatnya pada perdagangan 18 September 2023.

Baca Juga : Adu Aset Bank Digital, Siapa Terbesar?

Rencana BUMI

Emiten batu bara BUMI membeberkan fokus kinerja pada semester II/2023 setelah berhasil masuk ke indeks FTSE Russell dalam rebalancing periode September 2023.

Direktur Bumi Resources Dileep Srivastava menuturkan fokus utama BUMI pada semester II/2023 adalah mencapai target volume produksi batu bara.

"Perusahaan memiliki pandangan positif terhadap volume produksi batu bara, dengan perkiraan antara 75 juta ton hingga 80 juta ton pada 2023, dibandingkan dengan sekitar 70 juta ton pada 2022," kata Dileep kepada Bisnis, dikutip Minggu (20/8/2023).

Dia melanjutkan, BUMI juga akan memaksimalkan pendapatan dan margin dengan produksi campuran yang optimal sesuai dengan kebutuhan pelanggan, untuk menghindari penumpukan inventaris. BUMI juga akan mengoptimalkan semua biaya dan harga. 

Baca Juga : Fase Berat Emiten Media Tertekan Kebijakan Analog Switch Off

Dileep menjelaskan pihaknya memiliki rencana untuk mengoptimalkan biaya dan harga secara menyeluruh, dengan kemungkinan peningkatan harga batu bara di kuartal IV/2023, ketika memasuki musim dingin. 

"Selain itu, kebijakan harga batu bara acuan [HBA] yang lebih bersahabat dengan BLU jika diimplementasikan dapat meningkatkan margin," ujar Dileep. 

Lebih lanjut, Dileep menuturkan batu bara adalah bisnis inti BUMI yang sebagian hasilnya dapat membiayai hilirisasi batu bara dan proyek diversifikasi non-batu bara. 

"BUMI juga akan melanjutkan digitalisasi dan fokus pada efisiensi biaya secara menyeluruh," ucapnya. 


Adapun Dileep menilai tantangan untuk kinerja BUMI akan datang dari peningkatan tarif royalti batu bara, harga bahan bakar yang tinggi, serta fluktuasi harga batu bara. 

"Penolakan pendanaan untuk sektor batu bara dalam proyek diversifikasi juga menjadi tantangan," tuturnya. 

Sebagai informasi, saham BUMI masuk dalam rebalancing indeks FTSE Russell dalam kelompok kapitalisasi kecil atau small cap. Selain BUMI, kelompok ini juga kedatangan penghuni baru, yakni PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA), dan PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BRMS). 

Inklusi BUMI pada indeks ini akan efektif sejak 18 September 2023. 

Selain BUMI dan BRMS, dua saham emiten Grup Bakrie lainnya PT Energi Mega Persada Tbk. (ENRG) dan PT Dharma Henwa Tbk. (DEWA) juga masuk ke dalam FTSE Equity Index pada kategori kapitalisasi pasar mikro atau micro cap.

Baca Juga : Langkah Gesit Aguan Bersama PANI di Pasar Modal

Sumringah IPCC

Anak usaha Grup Pelindo, PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk. (IPCC) resmi masuk dalam salah satu indeks acuan FTSE, yaitu FTSE Global Equity Index Series Asia Pasific dalam semi annual review September 2023.

Adapun, IPCC masuk dalam indeks FTSE kategori Micro Cap bersama dengan beberapa penghuni baru lainnya seperti ASSA, CARS, CUAN, hingga berbagai perusahaan BUMN.

Manajemen IPCC mengatakan perseroan masuk dalam radar perhitungan indeks FTSE untuk pertama kalinya sejak resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) alias IPO pada 9 Juli 2018.

"Dengan masuknya IPCC ke dalam indeks tersebut maka hal ini menjadi suatu prestasi yang patut dibanggakan serta menjadi kado terindah di tahun kelima pasca IPO IPCC melantai di BEI dan melengkapi posisi indeks yang telah diraih," tulis manajemen IPCC dalam keterangannya dikutip Senin, (21/8/2023).

Lebih lanjut, manajemen IPCC berharap dengan masuknya perseroan ke dalam indeks FTSE dapat memacu semangat untuk menorehkan kinerja positif, serta memberikan manfaat bagi investor baik lokal maupun asing.

Baca Juga : Satu Lagi, Strategi GOTO Menuju Laba 

Ditinjau kinerja keuangannya, IPCC mencetak laba tahun berjalan Rp78,91 miliar pada semester I/2023 atau naik 69,37 dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp45,41 miliar. Naiknya laba IPCC berbanding lurus dengan naiknya pendapatan perseroan.

Emiten logistik tersebut membukukan pendapatan operasi Rp366,96 miliar sepanjang semester I/2023, atau naik 21,37 persen yoy dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp302,33 miliar.

Kontribusi pendapatan IPCC ditopang oleh pelayanan jasa terminal dan jasa barang di pelabuhan sebesar Rp386,38 miliar. Selebihnya, pelayanan jasa rupa-rupa, bisnis fasilitas dan utilitas berkontribusi sebesar Rp10,57 miliar.

Tak hanya itu, IPCC juga telah membagikan dividen sebesar Rp113,21 miliar atau ekuivalen sebesar 70 persen dari laba tahun berjalan. Sebanyak Rp22,71 miliar telah dibagikan sebagai dividen interim dan sisanya berupa dividen final dengan jumlah Rp90,50 miliar.(Annisa Kurniasari Saumi, Rizqi Rajendra)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Rinaldi Azka
Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.