Kompetisi Ketat Unikorn Asia Tenggara

Ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara tetap mampu berkembang di tengah tekanan pandemi Covid-19. Buktinya, kawasan Asia Tenggara terus mencetak sejumlah startup kelas unikorn (unicorn) atau bervaluasi US$1 miliar.

Asteria Desi Kartikasari

22 Sep 2021 - 14.18
A-
A+
Kompetisi Ketat Unikorn Asia Tenggara

Founders Xendit - Istimewa

Bisnis, JAKARTA — Ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara tetap mampu berkembang di tengah tekanan pandemi Covid-19. Buktinya, kawasan Asia Tenggara terus mencetak sejumlah startup kelas unikorn (unicorn) atau bervaluasi US$1 miliar.

Sebelumnya, berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2020 yang dirilis Google, Temasek, dan Bain & Company, jumlah startup unikorn di Asia Tenggara tercatat 12 perusahaan. Jumlah itu bertambah dari sebelumnya yakni 11 pada 2019.

Mereka di antaranya adalah Bigo, Bukalapak, Gojek, Grab, Lazada, Razer, OVO, Sea Group, Traveloka, Tokopedia, VNG,dan VNPay.

Jumlah itu pun terus bertambah. Bahkan belum lama ini hanya dalam satu hari saja, yakni pada Rabu (15/9), terdapat dua startup Asia Tenggara yang mengumumkan diri masuk ke jajaran unikorn.

Pertama, di Indonesia terdapat perusahaan rintisan teknologi finansial atau fintech Xendit. Kedua, dari Singapura, marketplace Carousell juga tergabung dalam kelompok unikorn. Jika diperinci Xendit berhasil menjadi unikorn setelah meraih pendanaan seri C senilai US$150 juta.

Sebagai informasi, Xendit adalah perusahaan teknologi keuangan yang menyediakan solusi pembayaran dan menyederhanakan proses pembayaran untuk bisnis.

Perusahaan beroperasi di Indonesia, Filipina, dan beberapa negara lain di Asia Tenggara untuk melayani UKM dan startup e-commerce hingga perusahaan besar.

Putaran pendanaan untuk Xendit dipimpin oleh Tiger Global Management dengan partisipasi dari investor lama seperti Accel, Amasia, dan Goat Capital milik Justin Kan. Investasi terbaru tersebut akan dimanfaatkan untuk menambah inovasi produk dan ekspansi ke negara-negara tertu di Asia Tenggara.

Aksi ekspansi ini tentu bukan tanpa alasan. Pasalnya pada 2021, ekonomi digital Asia Tenggara diprediksi akan melebihi US$100 miliar dan diproyeksikan meningkat tiga kali lipat menjadi lebih dari US$300 miliar pada 2020.

“Kami melihat pergeseran luar biasa ke digital terlebih dahulu. Baik bisnis tersebut adalah toko-toko kecil di Instagram atau perusahaan terbesar di Asia Tenggara, sekarang jelas bahwa bisnis perlu memiliki kehadiran digital,” kata Co-founder dan CEO Xendit Moses Lo dalam siaran pers, yang dikutip Kamis (16/9).

Menurut dia, infrastruktur pembayaran digital Xendit memungkinkan kelas wirausahawan baru di Asia Tenggara untuk memulai dan menskalakan pembayaran mereka lebih cepat.

“Apa yang telah dilakukan AWS untuk Compute, Xendit melakukannya untuk pembayaran,” jelasnya.

Dia menambahkan, perusahaan membangun produk yang sangat terlokalisasi di wilayah dengan lebih dari 23.000 pulau dan beragam kebutuhan pelanggan.

Xendit telah mampu membangun produk pertama di pasar, menyediakan layanan pelanggan yang tak tertandingi, dan dengan cepat beradaptasi dengan wilayah yang dinamis.

“Di Xendit, kami telah melihat peningkatan lebih dari 200% dari tahun ke tahun dalam total volume pembayaran di seluruh Indonesia dan Filipina, melanjutkan rekam jejak kami yang tumbuh lebih dari 10% dari bulan ke bulan sejak awal kami,” kata Tessa Wijaya, Co-founder dan COO Xendit.

Status baru Xendit sebagai unikorn disebut akan membantu memperkuat misi perusahaan, yakni menyediakan infrastruktur keuangan yang andal dan aman bagi jutaan bisnis di seluruh Asia Tenggara.

Di sisi lain, unikorn baru dari Singapura yakni Carousell berhasil mengumpulkan dana US$100 juta dalam putaran pendanaan terbarunya. Hal itu membuat valuasi perusahaan menjadi US$1,1 miliar.

Melansir The Straits Times, Carousell dalam jajaran unikorn diumumkan pada Rabu (15/9). Adapun putaran pendanaan ini dipimpin oleh perusahaan ekuitas swasta Korea Selatan yakni STIC Investments.

Dana tersebut akan digunakan untuk mendorong ekspansi perusahaan, di sektor dagang elektronik (e-commerce) bagi produk-produk bekas seperti mobil, pakaian, dan bahkan properti.

Carousell didirikan di Singapura pada Mei 2012 oleh Quek Siu Rui, Lucas Ngoo dan Marcus Tan. Berkantor pusat di Singapura, Carousell juga beroperasi di beberapa negara lain seperti Malaysia, Indonesia, Taiwan, Hong Kong, Australia dan Filipina.

DUKUNGAN PASAR

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan dalam beberapa laporan perkembangan ekonomi digital Asia Tenggara hingga global, Asia Tenggara menjadi salah satu episentrum kemunculan startup unikorn hingga dekakorn.

Kondisi tersebut didorong karena adaptasi masyarakat terhadap digital relatif terbuka di negara Asia Tenggara.

“Indonesia dengan market paling besar, adaptasi internetnya juga paling bagus. Singapura meskipun jumlah penduduknya sedikit tapi menjadi hub bagi investasi atau modal ventura yang ingin menyuntik unikorn,” kata Bhima kepada Bisnis, Kamis (16/9).

Selain Indonesia, menurutnya negara di Asia Tenggara yang cukup menjanjikan untuk pertumbuhan startup adalah Malaysia, Vietnam, dan Filipina. Menurutnya Vietnam dan Filipina didorong oleh konsumsi kelas menengah yang cukup besar.

Selain dari adaptasi, lanjutnya regulasi di Asia Tenggara dinilainya relatif mendukung ekosistem perusahaan rintisan untuk berkembang. Maka dari, itu dia tidak heran jika pertumbuhan jumlah startup unikorn cukup subur meskipun masih ada batasan dari sisi sumber daya manusia (SDM).

Menurutnya, faktor SDM selama ini menjadi salah satu penghambat bagi pesatnya pertumbuhan ekosistem digital Asean, tak terkecuali Indonesia.

“Tapi beberapa di Asia Tenggara sudah mulai mengisi SDM. Misalnya, beberapa perusahaan yang ada Singapura dan Malaysia ketika membutuhkan UX Designer ataupun app developer, hingga cyber security banyak mempekerjakan tenaga kerja Indonesia,” katanya.

Apalagi, dari sisi pendanaan, dia menilai saat ini tidak hanya dari modal ventura yang tertarik untuk berinvestasi di startup. Sektor perbankan menurutnya mulai getol untuk ikut mendanai startup. Padahal sebelumnya, perbankan cukup sensitif dan relatif berhati-hati untuk memberikan pendanaan ke startup.

Senada, pengamat telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Joseph Matheus Edward menilai Asia Tenggara masih menjadi salah satu pencetak startup unikorn dengan pangsa pasar yang besar, termasuk Indonesia.

“Saat ini pesaing terbesarnya dari Korea Selatan dan China dengan lokasi dan memiliki SDM yang andal,” katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Emanuel Berkah Caesario

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.