Free

Korupsi Lahan SMKN 7 Tangsel, KPK Selisik Korupsi di Pendidikan

Sejauh ini KPK telah memeriksa Kepala Sekolah SMKN 7 Tangsel Aceng Haruji hingga seorang notaris. KPK juga telah menggeledah beberapa tempat di wilayah Jakarta, Tangerang Selatan, Serang Banten, dan Bogor terkait penyidikan.

Tim Redaksi

23 Nov 2021 - 20.49
A-
A+
Korupsi Lahan SMKN 7 Tangsel, KPK  Selisik Korupsi di Pendidikan

Gedung KPK/kpk.go.id

Bisnis, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi terus mengusut dugaan korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan SMKN 7 Tangerang Selatan. Sejumlah saksi telah diperiksa komisi antirasuah untuk mengungkap kasus korupsi di sektor pendidikan tersebut.

Kasus tersebut terjadi pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten tahun anggaran 2017. Sampai saat ini lembaga antirasuah belum membeberkan detail kasus hingga tersangka.

Sejauh ini KPK telah memeriksa Kepala Sekolah SMKN 7 Tangsel Aceng Haruji hingga seorang notaris. KPK juga telah menggeledah beberapa tempat di wilayah Jakarta, Tangerang Selatan, Serang Banten, dan Bogor terkait penyidikan. “Yaitu rumah kediaman dan kantor dari para pihak yang terkait dengan perkara ini,” jelas Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Jumat (2/9/2021).

Selama proses penggeledahan, ditemukan dan diamankan berbagai barang yang nantinya akan dijadikan sebagai barang bukti di antaranya dokumen, barang elektronik dan 2 unit mobil.

“Selanjutnya akan dilakukan analisa dan segera dilakukan penyitaan untuk melengkapi berkas perkara dimaksud,” ucap Ali.

Namun, sampai saat ini, KPK belum dapat menginformasikan secara menyeluruh konstruksi perkaranya dan siapa saja pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Ali memastikan KPK akan selalu menyampaikan kepada publik setiap perkembangan penanganan perkara ini.

Sebagian besar muara penyelidikan di KPK berasal dari laporan masyarakat. Terhadap laporan yang disampaikan melalui Pengaduan Masyarakat KPK tersebut dilakukan telaah dan analisis awal. Tim akan mengidentifikasi apakah pokok aduan merupakan tindak pidana korupsi dan menjadi kewenangan KPK sesuai undang-undang atau tidak.

Jika unsur-unsur tersebut terpenuhi, tahapan berikutnya adalah proses penyelidikan. “Dalam proses penyelidikan kita mengenal ada yang bersifat tertutup dan terbuka. Penyelidikan tertutup salah satu instrumen pelaksanaannya yang publik sangat familiar yaitu kegiatan tangkap tangan,” katanya.

Ali menjelaskan pada penyelidikan terbuka, KPK mengumpulkan berbagai keterangan, data, dan informasi dari berbagai pihak yang diduga mengetahui dugaan tindak pidana korupsi. Disebut terbuka, karena KPK dapat memanggil pihak terkait melalui surat dinas atau meminta data dan informasi yang dibutuhkan kepada instansi/lembaga yang memiliki data juga informasi tersebut.

Pada tahap penyelidikan, informasi yang mengemuka ke publik seringkali berasal dari pihak terkait. Dalam penyelidikan terbuka, KPK tidak pernah mengumumkan atau menyampaikan ke publik terkait substansi perkara.

“Kami tentu menjunjung tinggi azas transparansi dalam kerja-kerja KPK sekaligus tetap menjaga kerahasiaan sebuah Informasi yang memang belum bisa disampaikan kepada publik agar proses-proses penanganan perkara tidak terganggu dan menjaga kerahasiaan identitas pelapor serta pihak-pihak lainnya,” jelasnya.

Korupsi Bidang Pendidikan

Hasil kajian Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap bahwa korupsi mengancam kualitas pendidikan Indonesia. Negara merugi Rp1,6 triliun dari korupsi di sektor pendidikan sepanjang 2016-September 2021. ICW mencatat terdapat 240 korupsi pendidikan yang ditindak aparat penegak hukum dalam waktu enam tahun terakhir.

Angka tersebut diyakini jauh lebih besar lantaran terdapat kasus yang hingga kini belum diketahui besaran kerugiannya. “Jika ditarik mundur sejak 2006, terdapat 665 kasus korupsi pendidikan yang ditindak aparat penegak hukum dengan kerugian negara mencapai Rp2,905 triliun,” ujar Almas Sjafrina, Koordinator Divisi Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi ICW dalam diskusi publik bertajuk ‘Pendidikan di Tengah Kepungan Korupsi’ dikutip dari Youtube ICW, Senin (22/11/2021).

Menurut Almas, penelitian tersebut dilatarbelakangi pelayanan pendidikan yang mendapat alokasi yang cukup tinggi, yakni 20 persen dari APBN. Namun, mutu pelayanan pendidikan di Indonesia tak kunjung membaik. Maraknya praktik korupsi di sektor pendidikan itu nyatanya sangat berpengaruh pada minimnya kualitas pendidikan Indonesia saat ini.

“Hasil survei Program for International Student Assessment (PISA) pada 2018, Indonesia mendapat peringkat rendah, yakni 72 dari 77 negara dengan skor rata-rata 382 untuk kemampuan membaca, matematika, dan sains. Stagnan sejak 2003 lalu,” ujarnya.

ICW menemukan bahwa sektor pendidikan secara konsisten masuk dalam 5 teratas dari sektor yang paling banyak korupsi dari tahun ke tahun. Almas pun memaparkan data tingkat korupsi sektor pendidikan dari 2016 hingga September 2021 berdasarkan sebaran wilayahnya.

Provinsi Sulawesi Selatan menjadi daerah yang paling marak terjadi kasus korupsi sektor pendidikan, dengan jumlah 23 kasus. Urutan kedua dan ketiga ditempati oleh Sumatra Utara dan Jawa Barat, yakni 21 dan 20 kasus. Kemudian, posisi terakhir ditempati Yogyakarta yang hanya terjadi 1 kasus.

Almas menuturkan, korupsi sektor pendidikan yang terjadi sejak 2016 sampai September 2021 berdasarkan sebaran instansinya, paling banyak terjadi di Dinas Pendidikan yang mencapai 125 kasus.

Kemudian, urutan kedua dan ketiga ditempati oleh sekolah mencapai 75 kasus, dan perguruan tinggi 20 kasus.

“Sangat miris karena sekolah yang menjadi tempat belajar untuk menuntut ilmu, membentuk sikap dan karakter kita sebagai manusia dan warga negara, tetapi ternyata banyak sekali kasus-kasus korupsi yang terjadi di sekolah,” tuturnya.

Data lainnya juga memperlihatkan latar belakang tersangka korupsi yang didominasi oleh Aparatur Sipil Negara (ASN), yakni mencapai 288 kasus, atau 46,4 persen.

Terbanyak kedua berasal dari pihak sekolah, yaitu 157 kasus, atau 25 persen. Kemudian, terbanyak ketiga berasal dari penyedia atau rekanan pengadaan, yaitu 125 kasus, atau 20,1 persen.

Selain itu, pada Juli-Oktober 2021, sejumlah Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) sektor pendidikan, khususnya pembangunan fisik, tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah, tidak dapat digunakan karena belum dilengkapi sarana dan prasarana, dan kualitas yang kurang baik atau tidak tahan lama.

“Terlihat bahwa korupsi di sektor pendidikan dampaknya sangat nyata dan dalam jangka panjang dapat merugikan atau menghambat cita-cita Indonesia untuk lebih maju dalam sektor pendidikan,” ujar Almas.

Dari data yang sudah dipaparkan, Almas menyimpulkan bahwa penindakan kasus korupsi sektor pendidikan dari tahun ke tahun patut dilihat sebagai indikator bahwa korupsi sektor pendidikan masih masif terjadi. (Jaffry Prabu Prakoso, Fitri Sartina Dewi, Nancy Junita)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Saeno

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.